Fey menatap kartu nama di tangannya, lalu mengalihkan pandangan ke sebuah gedung di seberang cafe tempatnya berada saat ini.
'Mungkin harusnya aku telpon dulu. Bisa saja dia sedang tidak ada di tempat.'
Fey kembali mempertanyakan keputusannya sendiri. Dan untuk kesekian kalinya, gadis itu menghela napas. Suara dering handphone mengalihkan perhatiannya sejenak, Fey menatap ragu sebelum akhirnya menerima panggilan tersebut. "Ya, Mbak?"
"Lagi di mana, Fey?"
"Di cafe."
"Lo lagi ngafe? Tumben, sama siapa?"
"Sendiri." Fey kembali menatap gedung di seberang sana. "Aku di cafe depan kantornya Bima."
Hening sesaat di sana, sebelum akhirnya Mbak Ginsta kembali bersuara. "Mau gue temenin?"
Fey menggeleng sekilas, tapi kemudian tersadar bahwa Mbak Ginsta tidak bisa melihatnya. "Nggak usah, Mbak. Mbak Ginsta ada perlu sama aku?"
"Nggak, cuma mau tahu aja lo lagi ngapain. Soalnya gue tahu hari ini lo nggak ada kuliah. Siapa tau mau jalan. Eh, taunya lo malah ngafe sendiri. Bima-nya kemana? Belum datang?"
Fey menggigit bibir. "Aku gak telpon dulu, kira-kira tanggapan si Bima gimana ya kalau aku tiba-tiba datang ke kantornya?"
"Lo datang ke sana tanpa ngabarin dulu?" Suara Mbak Ginsta meninggi satu oktaf. "Fey, Bima itu pengusaha. Walau umurnya masih muda banget, dia itu pemilik perusahaan lho. Dan lo adalah seorang Feyrasha. Penyanyi terkenal. Walau lo jago nyamar, tapi kalau lo tiba-tiba muncul di resepsionisnya dan nyari Bima, menurut lo bakal gimana?"
Fey manyun. "Iya deh, iya. Aku telpon abis ini."
"Oke. Ntar kalau butuh gue temenin, kabarin aja."
"Oke, Mbak. Thankyou."
Begitu telpon dimatikan, Fey menghela napas perlahan. Kemudian mencari kontak yang telah disimpannya kemarin.
***
Panggilan itu berlangsung singkat, dan Fey tidak bisa menebak mood Bima tanpa melihat wajahnya. Tapi pria itu tidak mau menemuinya di kantor, justru mengirim sopir untuk menjemputnya di cafe.
'Kalau gue diculik gimana?' Batin Fey. Tapi sayangnya, ia sudah terlanjur masuk ke dalam mobil. "Pak, ini saya mau dibawa kemana ya?"
Sopir yang mengendarai mobil hanya melirik sekilas melalui kaca spion. "Saya disuruh Tuan untuk antar non ke rumahnya."
Fey mengerutkan kening, heran. Tapi kemudian berpikir positif. Mungkin di sana ada Abi?
Dengan pikiran itu, kekhawatiran Fey pun sirna. 'Gak apa deh diculik, yang penting bisa ketemu Abi.'
Mungkin Fey adalah contoh konkret seorang bucin akut.
Perjalanan itu berlangsung singkat. Rupanya rumah Bima tidak jauh dari kantor. Begitu mobil memasuki garasi, sebuah mobil lain datang dan menyusul masuk lewat gerbang. Fey turun dengan mata berbinar, namun harapannya seketika luntur begitu melihat siapa yang turun.
"Kenapa muka lo, langsung manyun gitu pas lihat gue turun?" tanya Bima.
Fey celingukkan, mencari-cari ke sekitar. "Gue kirain ada Abi."
Bima memutar mata. "Lo kan emang ke sini buat nyari gue."
"Gue yakin, lo tau alasan gue nyari lo untuk apa," balas Fey.
Bima mendengus. "Ikut gue."
Fey seketika berbinar.
"Nggak usah kesenengan dulu, Abi nggak ada di sini!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Simple Love (One Shot - On Going)
Romance"Cintaku padamu hanyalah sebuah cinta yang sederhana." -Young Adult Love Story- Kalau kalian berharap kisah CEO tampan nan dingin, maka maaf, ini bukan kisah yang kalian cari. Tokoh pria di cerita ini hanyalah pemuda yang tuli dan sederhana, jelas b...