Mengadu Nasib

367 52 2
                                    

Bab 12 - Mengadu Nasib

Nia sampai di depan sebuah rumah yang cukup besar dengan dikelilingi sebuah pagar tinggi menjulang. Budhe Wan telah selesai membayar ongkos taksi yang tadi mereka naiki. Mata Nia masih mengawasi tempat di mana selama ini Budhe Wan tinggal. Sepertinya cukup nyaman. Dan Nia berharap ia akan menemukan kedamaian di tempat ini.

"Ayo!" ajakan Budhe Wan sembari mengapit satu lengan Nia. Membawanya masuk melewati pagar yang terbuka setengahnya.
NIa menyeret koper masih dengan menengok kanan dan kiri.

"Rumahnya besar sekali, Budhe?" tanya Nia yang masih takjub menatap taman dengan dihiasi aneka bunga yang begitu cantik.

"Iya, ini kan seperti yayasan begitu, Ni. Jadi tempatnya harus besar karena menampung banyak orang."

Penjelasan Budhe Wan hanya diangguki kepala oleh Nia. Hingga keduanya masuk melewati pintu samping yang langsung terhubung dengan dapur yang sangat luas.

"Ayo! Masuklah, Ni. Jangan sungkan karena semua penghuni di sini sudah seperti saudara sendiri." tutur Budhe Wan pada keponakannya.

Nia manggut-manggut mengekori Budhe Wan masuk semakin ke dalam di mana terdapat beberapa kamar yang berjejer mirip seperti rumah kos. Budhe Wan memasuki sebuah kamar dan diikuti dengan ragu oleh Nia.

"Ni, untuk sementara kamu bisa tidur di kamar ini. Kebetulan kamar ini kosong. Sebulan lalu kamar ini ditempati oleh orang Palembang yang juga bekerja di sini. Tapi kontraknya sudah habis dan tidak diperpanjang lagi." Budhe Wan menjelaskan.

"Apa tidak masalah Budhe jika saya tinggal di sini?" tanya Nia ragu karena sepertinya rumah ini sudah seperti rumah Budhe Wan sendiri.

"Tidak masalah, Ni. Budhe sudah meminta izin sama pemilik yayasan ini. Dan tidak masalah jika kamu tinggal di sini atau mungkin mau bekerja di tempat ini. Karena kebetulan lagi, memang sekarang sedang kekurangan orang. Hanya saja ... Budhe tidak yakin jika kamu bisa bekerja ditempat seperti ini."

"Memangnya kenapa Budhe?"

"Di sini itu pekerjaannya berat, Ni. Namanya saja panti wreda. Jadi pekerjaan kita, ya, merawat dan menjaga para orang-orang yang sudah lanjut usia. Dan banyak di antara mereka yang susah sekali perawatannya. Ada yang cerewet, ada yang jorok ... ya, pokoknya seperti itulah. Nanti selama di sini kamu bisa lihat sendiri seperti apa. Sekarang kamu istirahat saja. Atau mau makan dulu?"

Nia tersenyum menatap Budhenya. "Aku istirahat saja dulu, Budhe. Nanti saja makannya bareng sama Budhe."

"Ya, sudah. Budhe tinggal dulu. Kalau mau cari Budhe, ke dapur saja. Budhe mau masak untuk makan malam. Ah ya, satu lagi. Kamar Budhe ada di paling depan sana."

Budhe Wan meninggalkan Nia seorang diri di dalam kamar. Setelah keluar lalu menutup kembali pintunya.

Nia menjatuhkan diri di atas ranjang. Kamar ini tidak seberapa luas juga tidak sempit. Terdapat satu kamar mandi di dalamnya serta sebuah ranjang berukuran single dan satu buah lemari pakaian yang tidak terlalu besar. Televisi flat berukuran dua puluh dua inci menempel di salah satu dinding kamar. Cukup nyaman menurut Nia. Semoga saja dia betah tinggal di sini. Dan semoga saja dia sanggup bekerja di tempat ini. Rasanya tak mungkin dia hanya ingin menghabiskan waktu untuk sekedar berlibur. Karena tujuan utamanya adalah ingin mengumpulkan uang demi bisa mendapatkan kembali hak asuh ketiga anaknya.

***

Entah sudah berapa lama Nia tertidur. Saat ia terbangun mata Nia memicing mengumpulkan nyawanya yang belum kembali sepenuhnya. Menatap kopernya yang masih teronggok begitu saja di samping ranjang. Memutuskan untuk mandi agar tubuhnya kembali segar.
Membuka koper dan mengambil baju ganti dan bergegas masuk ke dalam kamar mandi. Tiga puluh menit kemudian, Nia keluar dengan tubuh yang sudah segar. Setelah menyisir rambutnya lalu bergegas keluar dari dalam kamar. Tampak sepi, Nia menuju di mana dapur berada.

Di sana tampak Budhe Wan berdiri dengan seorang wanita yang mungkin saja usinya beberapa tahun diatasnya.

"Budhe!" Panggilan Nia membuat Budhe Wan menoleh ke belakang. Wanita itu tersenyum, lalu melambaikan tangan meminta Nia mendekat.

"Nia ... Kemarilah. Budhe kenalkan sama Yuyun."

Nia mendekati keduanya. Budhe Wan mengenalkannya pada wanita bernama Yuyun. Dia adalah salah satu tenaga kerja yang bekerja di tempat ini.

Menurut cerita Budhe Wan, ada enam orang wanita yang bekerja di tempat ini. Sebuah yayasan panti wreda atau panti jompo yang dihuni oleh sekitar dua puluh lima orang. Terdiri dari laki-laki dan perempuan yang rata-rata sudah berumur di atas enam puluh tahunan.

Budhe Wan juga mengatakan, jika orang tua yang dititipkan keluarganya di tempat ini semua dalam kondisi sehat. Tidak ada yang dalam kondisi sakit-sakitan. Tempat mereka berkumpul juga berada di bagian bangunan utama. Persis berada di samping dapur ini.

"Nanti Budhe bawa kamu berkeliling rumah ini. Dan nanti Budhe kenalkan dengan semua penghuni panti ini."

"Baik, Budhe."

"Sekarang sebaiknya kamu tunggu saja Budhe selesai masak. Nanti kita makan malam bersama."

Nia juga tak enak hati jika hanya berdiam diri. Memilih membantu Budhe Wan memasak bersama Yuyun.

Sambil memasak Budhe Wan tak berhenti mengoceh. Bercerita segala hal. Mengenai orang-orang yang bekerja di tempat ini di mana semua adalah berasal dari berbagai daerah. Ada yang dari jawa, Sumatera juga dari Lombok.

Sementara itu, mengenai penghuni yayasan panti jompo ini kebanyakan memang para orangtua kesepian yang anak-anaknya sibuk dengan pekerjaan. Sehingga dengan berada di tempat ini mereka ada teman. Kegiatan pun juga macam-macam. Ada yang bercocok tanam, merajut atau hanya sekedar hobi menonton televisi dan membaca koran. Karena tadi saat Nia datang sudah menjelang sore, para penghuni panti sudah kembali beristirahat. Dan masuk ke dalam kamar masing-masing. Oleh sebab itulah kenapa Nia tadi mendapati rumah yang merupakan panti jompo ini terlihat lengang seolah tak berpenghuni.

Sementara itu, para pekerja banyak yang sedang berada di belakang. Ada yang menyapu halaman belakang, mencuci, menyetrika dan bersih-bersih.

Nia mendengar dengan seksama semua yang Budhe Wan ceritakan. Sesekali Nia menyela dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuat ia penasaran. Seperti halnya siapa pemilik panti ini dan juga ke mana keberadaannya.

Dan ternyata, pemilik yayasan panti wreda ini memang tidak tinggal di sini. Mereka tinggal di Luar Negeri. Dan Budhe Wan lah yang dipercaya sebagai penanggung jawab pengurusan panti. Satu bulan sekali pemilik yayasan ini akan datang mengecek semua serta memberikan dana sebagai biaya operasional.

Sementara itu mengenai keluarga dari para orang tua yang berada di sini, bebas mengunjungi tempat ini. Setiap hari pasti ada saja keluarga yang datang menjenguk orang tua mereka yang berada di tempat ini.

Nia cukup mengerti sekarang. Meskipun ia belum melihat langsung bagaimana cara kerja Budhe dan rekan-rekannya di yayasan ini, Akan tetapi Nia sudah cukup memahami.

RAHMANIA (Terpaksa Menikah Dengan Majikan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang