Yusuf Ramadhan

330 53 10
                                    

Bab 14 - Yusuf Ramadhan

Nia berpapasan dengan Budhe Wan di depan pintu dapur.

"Sudah selesai, Ni?" tanya Budhe Wan dan Nia hanya mengangguk lalu melanjutkan masuk ke dalam dapur. Ia harus menyimpan timba kosong yang ada di tangannya, bekas penampung air yang ia gunakan untuk menyiram tanaman. Setelahnya Nia masih ingin melanjutkan menyapu. Sementara Budhe Wan melihat kedatangan Yusuf bergegas menghampiri lelaki tersebut.

Berbasa basi sebentar meski hanya berniat menyapa keluarga penghuni panti. Di saat Budhe Wan masih duduk bertiga bersama Yusuf dan Nenek Mar, tampak Nia yang membawa sapu lidi sedang menyapu dedaunan yang belum sempat dibersihkannya tadi. Kembali mata Yusuf tak sengaja menatap Nia. Ia merasa asing dengan perempuan itu. Rasanya baru kali ini ia mendapati perempuan itu ada di panti. Tadi, saat neneknya menyapa perempuan itu, Yusuf berencana bertanya, tapi ia urungkan. Dan sekarang selagi ada pengurus panti sedang bersamanya, tak ada salahnya dia bertanya.

"Dia siapa?" tanya Yusuf menunjuk pada Nia.

Budhe Wan menatap arah tunjuk Yusuf lalu tersenyum. "Oh, itu keponakan saya Mas Rama. Dari Jawa. Sebenarnya dia sedang mencari pekerjaan. Dan untuk sementara saya memintanya untuk bantu-bantu di sini."

Nenek Mar ikut tertarik dengan pembahasan seputar Rahmania. Lalu, perempuan tua itu menimpali. "Jadi Nia itu sedang mencari pekerjaan? Kukira dia hanya berlibur sementara di sini."

Budhe Wan tersenyum menatap pada Nenek Mar dan Yusuf bergantian.

"Awalnya, Nia meminta ijin pada saya untuk bekerja di sini. Tapi saya tidak yakin jika dia mampu. Karena pekerjaan menjadi babysitter orang dewasa itu lebih berat dan membutuhkan skill. Sementara Nia, dia tidak memiliki kemampuan dalam segi mengurus orang tua. Memang dia bisa belajar, tapi saya yang tidak memperbolehkan. Kasihan jika dia harus berkerja berat. Oleh karena itu sambil saya mencarikan pekerjaan, saya memintanya untuk bantu-bantu dulu di sini." Penjelasan panjang lebar dari Budhe Wan didengarkan dengan seksama oleh Yusuf dan Nenek Mar.

Tiba-tiba Nenek Mar menepuk pelan lengan cucunya. "Ram!"

"Kenapa, Nek?"

"Bukankah di rumahmu tak lagi ada pembantu sejak Mbak Siti tidak bekerja. Kenapa kamu tak menawarkan bantuan saja pada Nia. Siapa tahu saja dia mau. Bukan begitu, Wan?" Nenek Mar meminta persetujuan pada Budhe Wan.

Detik itu juga Budhe Wan langsung berminat. Itu adalah kesempatan baik. "Jadi Mas Rama  sedang mencari pembantu?" tanya Budhe Wan mendongak menatap lelaki tampan yang merupakan salah satu orang hebat yang dia kenal.

"Sebenarnya saya tak ada rencana mencari orang baru. Karena, yang pertama, rumah itu sudah jarang saya tempati. Saya lebih suka pulang ke rumah dinas bersama para kru yang lainnya. Dan yang kedua, selama Mbak Siti tak lagi bekerja, satu minggu sekali saya panggil petugas dari jasa cleaning service untuk membersihkan rumah."

Entah kenapa Nenek Mar jadi tertarik mengenai pembahasan ini. Menyanggah apa yang tadi Yusif jelaskan. "Ram, bukankah lebih baik jika rumah itu ada yang menunggu. Sayang sekali jika harus kamu kosongkan. Nenek rasa tak ada salahnya kamu beri kesempatan pada Nia buat bekerja di rumah itu. Sekalian dia bisa menunggu rumah selagi kamu tak pulang. Bagaimana?"

"Apa dia mau tinggal di sana sendirian?" Yusuf atau yang biasa dipanggil Rama oleh keluarganya bertanya untuk sekedar meyakinkan.

"Bagaimana Wan?" Nenek Mar ganti bertanya pada Budhe Wan.

"Begini saja. Saya akan bicarakan hal ini pada Nia. Siapa tahu Nia setuju berkerja di rumah Mas Rama."

Yusuf hanya mengangguk. Benar juga apa yang dikata neneknya. Sayang sekali jika rumah ia biarkan tak berpenghuni. Dulu saat ia masih memiliki seorang pembantu, Yusuf akan sering pulang karena baginya rumah adalah tempat ternyaman untuk melepas penat setelah lelah bertugas. Namun, sejak anak Mbak Siti sering sakit-sakitan, beliau ijin untuk tak dapat lagi bekerja dan memilih pulang kampung menunggui anaknya. Semenjak itulah Yusuf merasa kesepian jika harus pulang ke rumahnya. Itu sebab, apabila dia selesai terbang, maka Yusuf akan pulang ke rumah yang sengaja disewa untuk para kru pesawat yang letaknya lebih dekat dengan bandara.

Yusuf Ramadhan, ia tak punya saudara atau siapa-siapa selain nenek dan bundanya. Dulunya saat kakek masih hidup, mereka menempati rumah bertiga. Namun, semenjak kakeknya meninggal, Nenek Mar bersikukuh meminta pada Yusuf agar menempatkannya di panti wreda. Alasannya, karena sang nenek merasa kesepian tak ada lagi teman. Acapkali ditinggal oleh Yusuf, Nenek Mar hanya berdua bersama Mbak Siti. Dan karena sayangnya Yusuf pada sang nenek, akhirnya ia memutuskan mengikuti apa yang neneknya minta. Menempatkan Nenek Mar di panti ini. Satu minggu sekali tepatnya di kala weekend, Yusuf pasti akan menyempatkan diri mengunjungi neneknya. Berusaha menyenangkan hati sang nenek agar wanita itu selalu bahagia. Sekali pun dia ada jadwal terbang, sesempatnya Yusuf selalu meluangkan waktunya.

Sementara itu, Yusuf sebenarnya juga masih memiliki seorang ibu. Namun, bundanya telah menikah lagi setelah ayahnya meninggal dunia, dan bundanya kini tinggal di Luar kota. Sesekali bundanya masih akan sering mengunjunginya atau Nenek Mar.

***

Malam harinya, dikala semua sedang bersantai sembari menonton televisi, Budhe Wan membuka obrolan bersama sang keponakan.

"Nia, Budhe boleh bertanya?"

"Apa itu Budhe?"

"Apa kamu yakin ingin mencari pekerjaan di sini?"

Nia mengangguk. "Sebenarnya tak apa Budhe aku bekerja di sini. Hanya saja aku tak ada pengalaman dan butuh banyak belajar. Jujur Budhe, aku takut menangani para orang tua yang aku tak tahu bagaimana kebiasaan mereka. Jika aku salah bertindak maka akan fatal akibatnya. Jika Budhe tidak keberatan, bisakah mengajariku?"

Budhe Wan tersenyum. "Bukannya Budhe tak mau mengajarimu, Nia. Tapi seperti yang sering Budhe katakan. Pekerjaan mengurus orang jompo itu berat. Begini, ini hanya sebuah tawaran. Jika kamu mau maka Budhe ikut senang."

"Tawaran apa Budhe?"

"Apa kamu mau menjadi seorang pembantu. Ah, maaf, Ni. Bukan maksud Budhe mau merendahkanmu dengan menawarkan pekerjaan sebagai seorang pembantu. Budhe tak ada maksud demikian. Hanya saja Budhe rasa menjadi seorang Asisten Rumah Tangga akan lebih ringan pekerjaannya daripada kamu harus merawat orang tua. Apalagi Budhe paham sekali dengan sifatmu. Kamu itu paling tidak suka dengan hal berbau jorok. Dan merawat orang tua itu, di dalamnya terkadang kamu pun harus tahan jika diminta mengganti celana bekas ompol dan bekas kotoran mereka."

Mendengarnya saja Nia sudah mual dan ingin muntah. Budhe Wan justru tertawa-tawa. Nia tahu jika apa yang dikatakan Budhe Wan benar adanya. Satu minggu berada di sini Nia sudah sering memperhatikan para pekerja yang dengan telaten merawat penghuni panti seperti merawat orang tua sendiri. Bahkan mereka tak ada rasa jijik sama sekali. Berbeda dengan Nia yang mungkin saja tak bisa sekuat itu.

"Bagaimana, Nia? Eum ... atau begini saja. Malam ini kamu pikiran lagi. Jika kamu setuju, besok pagi Budhe akan mengabarkan hal ini pada seseorang yang saat ini memang sedang membutuhkan orang yang bertugas membersihkan rumahnya.

"Baiklah, Budhe. Aku akan memikirkannya kembali. Besok pagi aku kabari Budhe lagi."

####

Absen dong, ada yang mengikuti cerita ini nggak?

RAHMANIA (Terpaksa Menikah Dengan Majikan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang