Selebgram Idola

364 51 2
                                    

Bab 13 - Selebgram Idola

Seminggu berlalu, tak terasa Nia tinggal di sebuah yayasan panti jompo di mana Budhe Wan bekerja. Selama satu minggu ini juga Nia banyak membantu pekerjaan di sana. Nia akui memang pekerjaan mengurus orang tua lebih berat daripada mengurus anak balita. Apalagi Nia yang memang paling tidak bisa melihat hal-hal berbau jorok yang langsung membuat perutnya mual dan pusing kepala. Nia dilema, haruskah ia tetap memutuskan bekerja di tempat ini.

Budhe Wan yang mengetahui semua kegundahan hati Nia mengerti dan sangat memahami. Oleh sebab itulah Budhe Wan tidak pernah memaksa Nia untuk mau bekerja di tempat ini. Bahkan satu minggu ini Budhe Wan lebih banyak membawa Nia keluar rumah seperti mengajak berbelanja atau sekedar membawa Nia melihat-lihat daerah di sekitarnya. Hanya saja Budhe Wan memang belum bisa membawa Nia berlibur dikarenakan kondisi yang belum memungkinkan mereka untuk keluar rumah dalam waktu yang lama. Kekurangan tenaga pekerja, salah satu alasannya. Setelah salah seorang pegawai di panti jompo itu tak lagi memperpanjang masa kontrak kerjanya, alhasil mereka sedikit kewalahan.

Minggu pagi, banyak sekali keluarga yang datang menjenguk orang tua mereka ke panti. Suasana tak lagi sesepi biasanya. Nia tampak kagum pada mereka yang meski orang tuanya berada di panti jompo tapi masih rajin mengunjungi.

Nia sedang membersihkan taman depan sembari menyiram bunga-bunga yang mulai bermekaran. Bahkan ini masih jam sembilan pagi. Hanya ini yang dapat Nia lakukan untuk membantu Budhe Wan. Karena Nia sendiri juga tidak berani membantu mengurus dan merawat para orang tua yang berada di tempat ini. Nia belum memiliki keahlian khusus dan ia takut jika berbuat suatu kesalahan misalnya.

"Nia." Suara serak yang berasal dari seorang perempuan tua yang sedang duduk di teras, membuat Nia mendongak. Tergesa Nia menghampiri nenek tersebut.

"Iya, Nek. Ada yang bisa Nia bantu?" tanya Nia dengan ramah kepada salah seorang nenek bernama Marini.

"Kemarilah. Nenek kesepian. Biasanya cucu Nenek akan datang. Tapi kenapa sudah jam segini tak nampak pula kehadirannya."

Nia tersenyum lalu duduk di samping nenek Mar, begitu beliau biasa disapa. "Mungkin memang belum datang, Nek. Lagipula ini masih jam sembilan pagi. Pasti sebentar lagi cucu nenek akan datang." Hibur Nia berusaha menenangkan hati wanita tua yang berusia sekitar tujuh puluh tahun itu.

Nia tidak tahu seperti apa rupa cucu nenek Mar. Seminggu berada di tempat ini, Budhe Wan sudah memperkenalkan Nia kepada semua penghuni panti. Dan di antara mereka hanya kepada Nenek Mar, Nia bisa dekat. Karena biasanya Nia akan menemani nenek Mar duduk di teras sembari merajut. Ya, nenek Mar memang gemar merajut. Bahkan satu buah syal sudah Nia dapat dari beliau.

"Apa benar seperti itu? Ya, sudah aku akan tunggu kalau begitu. Tapi ... Jika nanti cucu nenek tidak datang juga, kamu mau, kan, membantuku untuk meneleponnya," pinta Nenek Mar dengan wajah memelas sarat akan permohonan. Mana mungkin Nia bisa menolaknya. Meski Nia sendiri tak tahu berapa nomor telepon cucu Nenek Mar. Toh nantinya Nia bisa meminta tolong pada Budhe Wan.

"Baiklah, Nek. Nanti Nia bantu. Sekarang, Nia bereskan dulu pekerjaan Nia. Nanti jika sudah selesai, Nia akan temani Nenek di sini."

Nenek Mar mengangguk. Menatap Nia yang sudah kembali menekuri pekerjaan menyiram bunga. Bibir nenek Mar menyunggingkan senyum. Sejak pertama kali berkenalan dengan perempuan itu, nenek Mar langsung cocok. Selain cantik, Nia juga baik. Kerap menemaninya dan mengajaknya mengobrol. Dengan begitu nenek Mar merasa memiliki teman dan tak lagi sendirian.

Dari mulut Nia juga pada akhirnya nenek Mar mengetahui semua kisah kelam Nia. Sungguh miris dan nenek Mar sangat menyayangkan wanita sebaik Nia harus disia-siakan. Andai nenek Mar bisa menjadikan Nia keluarganya, maka sungguh bahagia hidupnya. Nia yang baik dan pengertian serta memiliki rasa kasih sayang yang tinggi pada sesama.

Nia yang masih menunduk mencabuti rumput, dikejutkan dengan suara deru mobil yang memasuki halaman panti. Tidak tertarik sebenarnya dengan tamu yang datang karena sudah bisa Nia pastikan jika itu adalah anggota keluarga yaang datang berkunjung. Nia menoleh ke belakang melewati bahunya. Matanya memicing dengan kedua alis bertaut.
Seorang lelaki berperawakan tinggi dengan tubuh padat berisi, berjalan dengan gagahnya sambil melepas kaca mata hitam yang sedari tadi bertengger di atas hidungnya yang mancung.

Demi apapun juga Nia terpesona. Ia terpana menatap lelaki tampan yang sedang berjalan menghampiri nenek Mar. Pandangan Nia beralih menatap nenek Mar. Di mana wanita yang sudah lanjut usia itu tampak tersenyum lebar. Masih dengan memperhatikan interaksi keduanya, lelaki itu memeluk erat tubuh ringkih nenek Mar lalu mencium kedua pipi wanita itu dengan sayang.

Nia masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini. Tak berniat mengalihkan tatapannya. Karena posisi Nia masih berjongkok hingga yang ditatap oleh Nia sama sekali tak menyadarinya.

Yusuf Ramadhan. Nia tak mungkin salah. Lelaki bertubuh kekar itu adalah selebgram idolanya. Seorang lelaki yang sering mengunggah berbagai macam foto dan video sedang berada di luar negeri di akun Instagram pria itu. Karena profesi Yusuf adalah seorang pilot yang memang sering bepergian tak hanya ke beberapa daerah tapi juga negara.

Nia menepuk pelan kedua pipinya. Lalu mengerjabkan matanya. Akan tetapi sosok Yusuf masih saja terlihat oleh matanya. Bahkan lelaki itu tampak tertawa bahagia bersama nenek Mar.

Dalam hati Nia bertanya-tanya, apakah cucu yang telah dinantikan kehadirannya oleh nenek Mar adalah Yusuf Ramadhan. Ah, Nia sungguh tak menduga jika cucu nenek Mar adalah seorang pilot. Andai saja Nia sedang tak dalam aktifitasnya, mungkin saja ia akan mendekat dan meminta berfoto bersama lelaki itu. Tapi ia tak boleh melakukan hal bodoh semacam itu. Terkesan tidak elegan sama sekali.

Panas matahari yang mulai menyengat kulit tubuh Nia, menyadarkan perempuan itu akan dunia nyata. Terburu-buru mengalihkan perhatian pada Yusuf Ramadhan dan segera menyelesaikan aktifitasnya jika ia tak ingin kulitnya menghitam karena kepanasan.
Begitu pekerjaannya selesai, dengan menenteng timba kosong, Nia beranjak berdiri. Meninggalkan taman dan saat ia lewat tak jauh dari tempat dimana keberadaan nenek Mar dah juga Yusuf Ramadhan, jantung Nia bertalu-talu.

"Nia!" Seruan dari nenek Mar membuat Nia menghentikan langkah. Menoleh ke samping tepat di saat Yusuf dan Nenek Mar sedang menatap kepadanya.

"Y-ya, Nek." dengan gugup Nia menjawab. Aneh memang. Kenapa juga Nia bisa segugup ini hanya karena Yusuf Ramadhan menatap ke arahnya. Bahkan itu hanya tatapan biasa. Apa mungkin karena Nia merasa senang bertemu dengan selebgram idolanya.

"Sudah selesai kamu membersihkan taman?" tanya nenek Mar selanjutnya.

Nia mengangguk. "Sudah, Nek. Eum.. Saya masuk dulu, ya, Nek."

Dengan melempar sebuah senyuman untuk nenek Mar, bergegas Nia melanjutkan langkah masuk melalui pintu samping menuju dapur. Dengan jantung yang masih berdegup kencang Nia berusaha mengambil napas sebanyak-banyaknya. Agar deguban jantungnya mereda.

RAHMANIA (Terpaksa Menikah Dengan Majikan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang