Kasih Sayang Ibu

510 64 2
                                    

Suara deru mesin mobil membangunkan Nia dari tidur lelapnya. Mengucek mata yang masih lengket karena baru tengah malam ia tertidur tadi. Hanya karena ia menunggu Ardi yang belum pulang, terpaksa Nia harus begadang. Sembari bermain sosial media, ia menunggu Ardi pulang. Sayangnya hingga tepat jam dua belas malam suaminya tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Membuat Nia yang sudah tak bisa menahan kantuk pun merebahkan diri di sebelah sang putra ketiga.

Ditengok jam dinding yang kini menunjukkan pukul dua pagi. Pantas saja Nia merasa kantuk yang lumayan berat karena ia baru tertidur dua jam lamanya. Bergegas turun dari atas ranjang. Sebelum Ardi menggedor pintu rumah dan berakhir membuat seisi rumah terbangun, Nia harus buru-buru membuka pintu.

Dan benar saja, baru saja tangan Nia hendak meraih handel pintu, Ardi sudah mengetuknya yang beruntungnya tidak terlalu keras bunyinya. Pintu terbuka, Ardi masuk begitu saja melewati tubuh Nia tanpa kata.

Nia hanya menggelengkan kepala lalu menutup kembali pintunya. Aroma menyengat yang menguar dari tubuh Ardi bisa ia pastikan jika lelaki itu habis minum alkohol lagi. Masuk ke dalam kamarnya dan sudah mendapati Ardi yang tidur tengkurap memenuhi ranjangnya. Bahkan anak ketiganya yang kini memasuki usia tiga tahun hampir saja tergencet tubuh besar papanya.

Hanya bisa menghela napas lalu mengelus dadanya. Sampai kapan suaminya ini akan seperti ini, berharap lelaki yang merupakan imam keluarga mau segera berubah. Bahkan ini di rumah kedua orang tua Nia dan Ardi tak sedikit pun ada rasa malu ataupun sungkan dengan semua perilaku buruknya. Beruntung karena Nia mempunyai kedua orang tua yang begitu sabar dan penyayang. Meskipun Ardi sering bersikap sesuka hatinya, tak sekalipun bapaknya akan menegur menantunya. Bukannya beliau tidak berani, hanya saja menurut bapaknya beliau tidak ingin membuat keributan dengan sang menantu. Dan memilih membiarkan Ardi bersikap sesuka hatinya. Berharap suatu ketika lelaki itu akan berubah dengan sendirinya.

Nia berjongkok di bawah ranjang dan menyeret sebuah kasur lantai. Lalu merentangkan di bawah ranjang yang ditiduri oleh sang suami. Mengambil bantal yang ada di atas ranjang dan memindahkannya ke bawah tepat di atas kasur lantai. Dengan perlahan mengangkat tubuh mungil putranya dan memindahkannya tidur di bawah bersamanya.

Nia hanya takut jika tanpa sadar tubuh besar Ardi akan menindih tubuh kecil sang putra. Karena acapkali Ardi terkena pengaruh minuman beralkohol, maka tidurnya pun tak akan bisa tenang. Kadang ia akan meracau tidak jelas atau berteriak-teriak di tengah tidurnya yang pulas. Sungguh mengganggu saja di tengah orang yang sedang beristirahat.

Sebelum Nia membaringkan tubuhnya, ia kecup pipi sang putra yang seolah tak terganggu tidurnya karena masih saja terlihat pulas.

***

Pagi ini, kepala Nia kembali diserang pusing karena tidurnya yang tidak nyenyak. Terutama bagian leher yang terasa sangat kaku. Diambil minyak kayu putih dalam kemasan botol kecil berbentuk rol. Lalu mengoleskannya ke area seputar leher sampai bahu. Berharap bisa meredakan dan mereganggkan otot-otot syarafnya yang terasa kaku. Setelahnya, dengan perlahan Nia keluar dari dalam kamar. Mendapati Raka sudah telentang di depan televisi menonton siaran berita pagi.

Waktu memang sudah menunjukkan pukul lima lebih tiga puluh menit. Dan karena ini adalah hari minggu maka anak-anak libur sekolah. Raka, putra pertamanya ini paling tidak bisa bangun siang. Berbeda dengan dirinya juga kedua anaknya yang lain di mana lebih sering menghabiskan waktu libur dengan bangun lebih siang dari biasanya.

"Raka, kok sudah bangun?" sapa Nia saat melewati putranya. Ia yang sedang ingin pergi ke dapur berhenti sebentar memperhatikan sang putra.

"Ma ... hari ini masak apa?" tanyanya kemudian.

"Entahlah ... Mama belum belanja. Nggak tahu lagi kalau Nenek sudah belanja. Mama ke dapur dulu," ucap Nia.

Wanita itu melenggang pergi meninggalkan putranya. Sebelum memulai aktifitas pagi, ia masuk dulu ke dalam kamar mandi. Melakukan ritual pagi seperti biasa. Baru setelahnya menghampiri sang ibu yang sedang berkutat dengan masakan di dalam dapur.

"Ibu sudah belanja? Mau masak apa?" tanya Nia dengan mata mengawasi beberapa sayuran yang sedang dipotong oleh ibunya. 

Ibu Nia ini memang selalu bangun pagi dikala terdengar suara adzan subuh berkumandang. Sekitar jam empat atau paling lambat setengah lima pagi. Tidak akan pernah bisa bangun dikala mentari sudah menampakkan diri. Sungguh berbeda dengan Raina yang selalu bangun kesiangan. Bahkan terkadang jam enam baru Nia terbangun. Itu semua karena Nia tidak pernah bisa tidur sore. Selalu menjelang tengah malam ia baru bisa tertidur. Mungkin karena Nia banyak pikiran sehingga mengalami gangguan tidur.

"Masak soto saja, ya? Ibu bingung mau masak apa. Sayur-sayuran anakmu juga kurang suka. Terkadang Ibu bingung saat belanja. Apa yang mau dibeli?" 

Nia tersenyum mendengar keluhan ibunya. Memang ketiga anaknya itu akan rewel mengenai makanan. Bukan berarti tidak doyan makan. Mereka bertiga suka makan hanya saja yang membuat rewel adalah di mana mereka makan tiga kali sehari maka menu makannya pun juga harus ganti sebanyak tiga kali. Mereka tidak akan pernah mau memakan makanan yang tidak hangat lagi. Seperti menu sarapan, dengan menu makanan siang, juga selalu inginnya yang berbeda. 

Entahlah, ini semua mungkin juga salah Nia yang sejak dulu membiasakan anak-anaknya seperti itu. Sebenarnya bukan ada niatan untuk membiasakan mereka, melainkan karena rutinitas yang menjadikan mereka memiliki kebiasaan terlalu rewel acapkali mau makan.

Dulu saat tinggal di kota, setiap pagi Nia akan membuat sarapan dengan menu yang simpel dan anti ribet. Dan untuk makan siang, anak-anak Nia akan mendapatkan jatah makan siang dari sekolah. Sementara Nia akan makan di kantin kantor. Sedangkan malam harinya akan lebih sering ia membeli makan diluar atau sekedar membeli lauk yang sudah matang. Itulah cerita awal kenapa Nia dan anak-anaknya terbiasa bergonta ganti menu makanan dalam satu hari.

Kembali pada ibunya Nia, jujur Nia merasa tak enak hati pada ibunya yang harus mengurus dan merawatnya beserta ketiga anaknya.

"Bu ... Ibu kalau ingin masak tidak perlu memikirkan anak-anak. Mereka itu rewel sekali kalau urusan menu makanan. Jadi, biarkan saja mereka meminta ingin makan apa, baru nanti Nia yang akan memasak untuk mereka." 

"Ya, tapi Ibu mana bisa begitu, Nia. Tiap belanja ya hanya anak-anakmu yang ada di benak Ibu. Kalau yang dewasa seperti kita, hanya ngikut saja sama selera makan anak-anak."

Jawaban yang terlontar dari mulut ibunya, membuat Nia berkaca-kaca. Begitu tulus kasih sayang sang ibu kepada anak dan cucu cucunya. Tapi sayang sekali, Nia belum bisa membalas semua kebaikan ibunya. Membuat Nia merasa semakin bersalah karena telah menjadi beban bagi kedua orang tuanya. Meski Nia yakin jika Bapak dan Ibu tak pernah merasa terbebani dengan kehadirannya dan juga anak anaknya.

RAHMANIA (Terpaksa Menikah Dengan Majikan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang