Pagi Ini

46 4 0
                                    

Bab 18 - Pagi Ini

Sudah jam delapan malam saat Yusuf kembali ke rumah yang disewa bersama para kru pesawat yang lainnya. Hari ini Yusuf ada dua kali jadwal terbang. Pria itu tidak sendirian melainkan bersama dengan seorang teman satu rumah dengannya yang merupakan co-pilot bernama Narendra. Selama ini Yusuf akan lebih senang tinggal di rumah sewa bersama para kawan-kawannya karena memang lebih memudahkan dalam hal pekerjaan mengingat lokasi yang dekat dengan bandara. Tak hanya itu saja yang menjadi alasan Yusuf. Di rumah ini pula dia tidak pernah merasa kesepian. Lain halnya jika dia berada di rumahnya sendiri yang tak ada siapa-siapa. Namun, malam ini tiba-tiba saja Yusuf terpikir akan Nia. Merasa kasihan membiarkan wanita itu di rumah sendirian. Mana perempuan itu juga bukan warga asli Ibukota. Jika sampai terjadi sesuatu dengannya bagaimana. Yusuf meraup wajahnya yang terasa lelah. Seharusnya ia bisa langsung tidur agar besok pagi bisa kembali beraktifitas seperti biasanya.

"Ndra, jadwal terbang kita besok siang, kan?" tanya Yusuf pada rekannya yang membuat pemuda biasa dipanggil Rendra itu menoleh.

"Besok pagi kita aman. Bisa bangun lebih siang."

"Baguslah. Aku pulang dulu."

Rendra mengerutkan kedua alisnya, "Maksudnya? Kau mau pulang ke mana?"

"Rumah."

"Apa? Bukankah kamu baru saja pulang ke rumah dua hari lalu?" tanya Rendra heran.

"Memangnya kenapa? Ada masalah?"

Rendra hanya menggelengkan kepalanya. Tak mau ambil pusing dengan sikap Yusuf.

Dan sesuai rencananya, Yusuf memang pulang kembali ke rumah. Padahal dia sudah berpamitan pada Nia jika entah kapan ia bisa kembali lagi datang ke rumahnya. Yusuf sendiri juga tidak mengerti kenapa rasa khawatir menelusup begitu saja di dalam relung hatinya.

Membuka pintu yang terkunci, untung saja Yusuf selalu membawa kunci cadangan, agar saat ia pulang sewaktu-waktu tidak perlu membangunkan Nia. Seperi hari ini kala waktu telah menunjukkan pukul sepuluh malam, dia tidak akan mengganggu waktu istirahat Nia.

Begitu pintu terbuka, kelengangan yang menyambutnya. Yusuf yakin jika Nia pasti sedang tidur. Memilih melanjutkan langkah menuju lantai dua di mana kamarnya berada. Ia sangat lelah. Setiap hari Yusuf selalu punya jadwal terbang yang padat.

Memasuki kamarnya yang lagi-lagi terasa sepi. Ini juga salah satu alasan yang membuat Yusuf malas pulang ke rumah. Karena di sini tak ada siapa-siapa. Dan ia merasa kesepian. Oleh sebab itulah Yusuf lebih senang tinggal bersama para kawan-kawannya.

Seharusnya, Yusuf bisa saja menikah dan memiliki keluarga hingga ia tak lagi kesepian. Usianya yang sudah memasuki tiga puluh lima tahun, cukup dari hanya sekedar matang untuk membina rumah tangga. Hanya saja ... ah, sudahlah. Yusuf tak mau memikirkan hal yang membuatnya semakin terpuruk dalam kesedihan. Memilih memejamkan mata dan ia pun tertidur pulas bergelut dengan mimpi-mimpinya.

***

Nia harus mengompres matanya karena terlihat bengkak dan terasa kurang nyaman. Untung saja ia di rumah ini sendirian. Jadi ia tak perlu repot menyembunyikan kondisinya saat ini. Lagi-lagi semalaman Nia harus menangis. Menangisi nasib hidupnya yang berantakan. Setelah ia mandi dan sudah rapi dengan baju rumahan, Nia berniat membuat sarapan. Semalaman susah tertidur membuat pagi ini perutnya sudah keroncongan. Entah jam berapa semalam ia tertidur. Yang pasti sudah tengah malam saat matanya pada akhirnya bisa terpejam.

Memasuki dapur yang di dalamnya terdapat peralatan yang begitu lengkap. Mulai dari kompor dengan penyedot asap, menyatu dengan sebuah oven. Nia tersenyum kala ia sudah membayangkan akan membuat beberapa camilan seperti roti isi misalnya. Ah, bisa mengisi hari-harinya yang kesepian seorang diri di sini.

Membuka lemari pendingin dan mengeluarkan satu ikat sawi juga dada ayam tanpa lemak. Ia akan membuat sarapan yang simpel saja untuk dirinya sendiri. Bihun goreng. Karena kebetulan ia belum memasak nasi pagi ini.

Sebelum memulai aktifitas memasaknya, Nia terlebih dulu memasak nasi yang akan ia makan saat siang nanti. Baru setelahnya ia memasak menu sarapan untuknya.

Di saat Nia sedang sibuk berkutat dengan aktifitasnya. Tanpa disadari jika Yusuf yang sudah bangun dari tidurnya, menuruni anak tangga begitu indera penciuman lelaki itu menangkap bau harum masakan, kakinya melangkah begitu saja menuju dapur.

Melihat punggung Nia yang sedang berkutat dengan peralatan memasak, sudut bibir Yusuf tertarik membentuk lengkungan senyum. Entah kapan terakhir kalinya ia mencium harum masakan di rumah ini. Yusuf sudah lupa karena jarangnya ia memakan masakan rumahan.

Yusuf sendiri terkadang juga mengolah sendiri makanan yang akan ia makan. Jika ia sedang tidak banyak kegiatan. Sayang sekali padatnya aktifitas membuat Yusuf tak pernah lagi berkutat dengan peralatan masak.

Memilih duduk di salah kursi di ruang makan. Bertopang dagu memperhatikan Nia yang sedang memasak. Karena begitu seriusnya sampai-sampai Nia tak menyadari kehadiran Yusuf.

Yusuf menguap karena masih ada sisa kantuk yang belum mau pergi. Meminum kopi sepertinya ide yang bagus.

"Ni ... tolong buatan aku kopi."

Begitu saja Nia langsung terlonjak kaget dan segera membalikkan badannya. Matanya melotot melihat kehadiran Yusuf. Lagi, Nia mencoba mengerjabkan matanya berharap apa yang ia lihat memang benar- benar majikannya, Yusuf Ramadhan.

"Mas Yus!"

Yusuf tahu jika Nia mungkin saja heran mendapati kehadirannya. Lelaki itu tertawa. "Kamu kenapa, Ni."

Nia menuding dengan jari telunjuknya. "Mas Yus. Kapan sampai? Bukankah Mas Yus mengatakan jika tidak pulang ke rumah ini."

Yusuf terkekeh. Dia sendiri juga tidak tahu kenapa bisa memilih pulang lagi ke rumah ini. Yang jelas Yusuf kembali datang ke rumah karena khawatir pada wanita di hadapannya itu. Dan Yusuf tak akan menyangkalnya.

"Buatkan aku kopi, Ni," pinta Yusuf lagi dengan satu tangan memijit pelipisnya.

Nia memperhatikan Yusuf dan ia tahu mungkin saja Yusuf sedang pusing.

"B-Baik, Mas. Anda tunggu sebentar. Saya akan buatkan kopinya."

"Kopi hitam dengan gula cukup satu sendok makan," perintah Yusuf dan Nia hanya mengangguk.

Bergegas mengeluarkan cangkir kopi dan segera menyeduh kopi seperti yang dimau sang majikan. Waktu itu saat mereka berbelanja, Yusuf sempat memasukkan kopi dalam kemasan botol kaca ke dalam keranjang belanjaannya dan sekarang barulah Nia mengerti jika majikannya ini ternyata penyuka kopi. Dilihat dari brand-nya saja Nia tahu jika ini adalah kopi mahal. Orang kaya yang minum kopi saja berharga ratusan ribu. Tidak seperti dirinya yang terbiasa meminum kopi instan dalam kemasan sachet seharga seribuan. Nia menggelengkan kepalanya. Dan begitu ia selesai menyeduh kopi lalu meletakkan di atas meja tepat di hadapan Yusuf.

"Silahkan, Mas."

"Thanks, Ni."

Nia mengangguk dan kembali ke dapur. Karena sarapannya tadi masih bertengger di atas kompor. Ia tak tahu jika Yusuf ada di rumah ini. Sungguh ia terkejut tadi saat mendapati kehadiran Yusuf yang tiba-tiba.

RAHMANIA (Terpaksa Menikah Dengan Majikan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang