Friends with Benefit

817 60 4
                                    

Nadine mengernyitkan dahinya ketika cahaya dari celah gorden tepat menganai matanya. Dia berusaha mengangkat kepala tetapi tidak sampai sedetik dia merebahkannya lagi ke bantal. Kepalanya berdenyut hebat dan Nadine penasaran berapa gelas yang berhasil dia minum semalam. Selain itu, sebuah badan yang menempel erat ke punggungnya dan tangan yang membelit pinggangnya saat ini juga menahan pergerakannya. Nadine memejamkan matanya dan menepuk-nepuk keningnya gemas. Tidak, Nadine bukannya tidak sadar dengan apa yang dia lakukan dengan Axel tadi subuh. For the God sake, they did it more than once. Nadine juga tidak akan bisa mengingkari perasaan lega dan ringan yang dia rasakan sekarang. Satu hal yang membuat Nadine bingungkan adalah bagaimana dia harus merespon Axel setelah ini. Setelah dia benar-benar sadar sepenuhnya. Axel yang berisik itu sudah pasti tidak akan membiarkan Nadine pura-pura lupa dengan apa yang mereka lakukan. Actually, Axel benar-benar hebat. Omongannya selama ini ternyata bukan bualan semata.

Oh God, really Nadine? Dari semua orang kenapa harus Axel?

Nadine menghela napas panjang sekali lagi. Dia tahu bahwa dia tidak akan bisa berpikir jernih di kamar ini. Kamar yang jelas-jelas masih menguarkan aroma percintaan mereka subuh tadi. Nadine menggeser pelan tangan Axel. Dia memakai baju perlahan-lahan dan mengendap-endap keluar dari kamar.

Meskipun kepalanya masih pusing, Nadine memaksakan diri untuk menyiapkan sarapan setelah membersihkan diri. Axel setiap bangun tidur selalu kelaparan dan akan sangat bawel jika tidak menemukan makanan. Setelah menyiapkan dua porsi nasi goreng sosis, Nadine membuat kopi untuknya dan Axel. Nadine memutuskan untuk sarapan duluan karena Axel tidak kunjung bangun. Oke, Nadine juga sebenarnya berharap Axel tidak akan bangun secepat itu. Nadine belum siap menghadapinya. Nadine sedikit menyesali karena dia  memutuskan untuk menutup toko hari ini karena dia jadi tidak punya tempat untuk melarikan diri.

Ketika mendengar suara pintu kamar dibuka, Nadine buru-buru berlari ke ruang laundry kecil yang ada di dekat dapur. Dia harus pura-pura menyibukkan diri. Nadine sendiri sebenarnya heran, kenapa dia harus bersikap seperti gadis yang baru diperawani seperti ini? Seks bukan hal baru untuknya dan Axel. Mengingat reputasi Axel yang beberapa kali pernah one night stand-menurut cerita Axel- pasti dia akan bersikap seolah-olah ini semua tidak terjadi kan?

"Nad...Nadine, lo dimana?"

Nadine tidak menjawab Axel. Dia tetap diam dan menyibukkan tangannya dengan memasukkan pakaian kotor ke dalam mesin cuci.

"Here, you are. Gue kira lo udah kabur," celetuk Axel ketika menemukan Nadine di ruang laundry.

Nadine berdecak dan berbalik menghadap Axel. Oke, suatu langkah yang salah karena sekarang dia hampir lupa bernapas ketika melihat Axel yang hanya mengenakan boxer. Nadine  tidak tahu apakah dia pantas menilai fisik sahabatnya seperti ini atau tidak. Tapi, Axel terlihat berbeda dengan Axel yang selama ini dia kenal. Nadine tidak pernah tahu kalau Axel punya badan se-fit ini. Otot-otot lengan dan perutnya yang meskipun bukan sixpack yang sempurna tetapi terlihat jelas itu hasil olahraga yang teratur. Ditambah dengan tato tribal yang memenuhi seperempat lengan atasnya membuat satu kata terlintas di pikiran Nadine. Seksi. Nadine menelan ludah, otaknya tanpa tahu diri sudah mengulang adegan yang mereka lakukan subuh tadi. Dan kemerahan di badan Axel, Nadine benar-benar seliar itu ya?

"Udah selesai ngelihatinnya?" tanya Axel sambil menyeringai usil.

"Apaan sih lo," gerutu Nadine dan langsung membalikkan badannya untuk menyembunyikan wajahnya yang memerah.

Axel tertawa kecil melihat tingkah malu-malu Nadine dan melangkah mendekati wanita itu.

"Karena sekarang aku yang mau mandangin kamu dan lakuin ini," bisik Axel dan dengan satu gerakan cepat dia membalik tubuh Nadine dan menempelkan bibir mereka.

You're Out of My LeagueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang