Warning

488 38 2
                                    

Axel melepaskan ciumannya dari bibir Nadine seolah memberikan kesempatan untuk wanita itu menghirup oksigen. Sebagai gantinya, dia beralih mencium rahang dan leher Nadine. Namun, sama seperti ciuman di bibir tadi, Nadine merasa ini terlalu buru-buru dan membuat Nadine kewalahan.

"Axel...Axel," panggilnya di tengah deru napasnya dan dengan tangan berusaha mendorong Axel.Axel menatap Nadine.

"What? Lo lagi gak pengen?"

Nadine menggeleng lemah.

"Pelan-pelan aja, oke! Gak ada yang ngejar kita ini. Lagian lo baru banget nyampe. Gak capek habis penerbangan? Lo juga langsung dari kantor, kan?"

Axel akhirnya benar-benar melepaskan pelukannya dari tubuh Nadine. Bagaimanapun dulunya Axel pernah dicap brengsek oleh perempuan-perempuan yang pernah dia dekati, memaksa seseorang untuk menuruti nafsunya bukanlah sifat Axel. Termasuk Nadine yang terlihat sedikit keberatan dengan apa yang baru saja dia lakukan meskipun tidak terang-terangan menolaknya.

Axel menghembuskan napasnya dan melangkah meninggalkan Nadine untuk duduk di sofa. Posisi mereka tadi memang masih di ruang tamu rumah kecil Nadine. Axel tidak mampu menahan dirinya untuk tidak mencium perempuan yang banyak sekali menyita perhatiannya terutama beberapa waktu belakangan. Mungkin Nadine memang benar. Dia sangat terburu-buru hari ini. Pemikiran egois Axel seolah berteriak bahwa dia sebenarnya ingin segera membubuhkan tanda kepemilikan di seluruh tubuh Nadine. Ada rasa panas yang konsisten berada di hatinya sejak Nadine selalu menyelipkan nama David dalam setiap percakapan via telepon mereka.

"Lo marah?" tanya Nadine sambil menyusuli Axel duduk di sofa.

Axel menyungingkan senyumnya. "No. Lo bener, gue kayaknya terlalu buru-buru."

"Lo mau gue siapin air panas? Biar seger dikit itu muka. Kerjaan lagi parah banget ya di kantor?"

"Ya kapan sih kerjaan gak berat, Nad? Gue lama-lama kepikiran buat ngikutin lo deh tinggal di sini."

Nadine mencibir. "Dih, pengeluaran lo sebulan aja tiga kali penghasilan gue di sini. Lo tau gak UMR di sini berapa? Baru sebulan juga lo udah nangis-nangis kali kangen sama gaji kantor lama lo. Udah ah, gue siapin air panas dulu ya," ucap Nadine dan menepuk pelan paha Axel sebelum akhirnya dia menghilang dari pandangan Axel.

Axel memejamkan matanya sambil menyandarkan kepalanya ke sandaran sofa. Ucapan spontannya tentang pindah ke Bali tadi, sekarang tiba-tiba bercokol di otak Axel. Pindah ke Bali sepertinya bukan ide yang terlalu buruk. Dia bisa semakin dekat dengan Nadine dan mengawasi langsung pergerakan Nadine dengan laki-laki itu.

Berjauhan dengan Nadine malah membuat Axel lelah baik fisik maupun mental. Pikiran Axel tidak tenang membayangkan seberapa jauh langkahnya bisa tertikung oleh orang baru sementara dia jauh di Jakarta. Selain itu, Axel juga harus mengakui bahwa bolak-balik Jakarta-Bali dalam waktu yang berdekatan sangat melelahkan secara fisik. Hell no, Axel tidak pernah membayangkan dia akan sejauh ini dalam bertindak demi perempuan yang sampai sekarang tidak pernah mau melihatnya lebih dari seorang sahabat.

***

"Xel, biar gue aja yang cuci!" seru Nadine sambil berusaha merebut piring dari tangan Axel.Axel menggeleng dan menjauhkan tangannya dari jangkauan tangan Nadine.

"Gue udah tinggal makan doang dari tadi, Nad. Nyuci piring doang gue bisalah. Gak bakalan pecah kalau itu yang lo takutin."

Nadine tidak membantah lagi meskipun dia tetap merasa tidak enak hati melihat Axel sedang mencuci piring. Nadine sejak dulu telah membiasakan diri untuk menyediakan semuanya kepada orang-orang yang menjadi tamunya dan melihat Axel malah mengambil alih tugasnya sebagai tuan rumah, membuat Nadine merasa tidak nyaman.

"Nad, daripada lo bengong liatin gue cuci piring yang sedikit ini, kenapa lo gak nyari sesuatu mungkin yang bisa kita jadiin dessert," ucap Axel ketika dia melihat Nadine yang setia berdiri di sebelahnya sambil memandanginya mencuci piring.

You're Out of My LeagueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang