The Little Girl

503 47 1
                                    

Hanya ketika bersama Axel, Nadine mau menghabiskan waktunya di siang bolong seperti ini hanya untuk berkendara ke Kuta dan naik sepeda motor. Jika tidak, Nadine sih tidak akan pernah mau. Hari-harinya dijalani hanya sejauh rumah, toko, dan beberapa kawasan di sekitar Nusa Dua dan Jimbaran yang tidak jauh dari tempat tinggalnya. Semenjak menetap di sini, Nadine tidak terlalu tertarik lagi berkelana kesana kemari karena dia tahu waktunya masih banyak untuk itu.

Axel adalah kebalikan Nadine. Tidak peduli seberapa sering dia ke sini, Axel seperti tidak pernah bosan. Tidak mau diam kalau menurut Nadine. Setidaknya satu kali dalam sehari mereka akan mencari makanan di tempat yang jauh dari area rumah. Nadine pernah diajak makan siang ke Denpasar, bahkan pernah sampai ke Gianyar hanya karena Axel bosan dengan suasana Jimbaran. Anehnya, Nadine tidak pernah bisa menolak keinginan Axel. Entah karena Axel yang terlalu pintar memersuasinya atau memang sesimpel dia menikmati waktunya bersama sahabatnya itu. Entah mana yang paling benar, Nadine tidak mau memikirkannya lebih lanjut.

"Lo yakin mau habisin semuanya nanti?" tanya Nadine ketika melihat seluruh pesanan Axel telah terhidang di atas meja. Setelah tadi berdebat mau makan dimana, akhirnya Axel kembali memenangkan adu mulut tidak penting itu dan mereka terdampar di restoran Italia. Axel sepertinya sangat serius ketika dia mengatakan dia ingin memakan makanan Italia karena banyaknya makanan di atas meja adalah bukti nyata.

Axel mengangguk acuh tak acuh dan Nadine meringis karena hanya melihat makanan itu saja, dia sudah langsung merasa kenyang.

"Lo gak makan?" tanya Axel melihat Nadine hanya diam memandanginya makan.

Nadine menggeleng. "Gue udah kenyang lihat lo makan sebanyak itu. Gak takut itu lemak numpuk di perut?"

Axel menyeringai, "Lo kan udah saksiin sendiri di perut gue ada lemak apa enggak. Kenapa? Mau lihat lagi? Boleh aja, tapi tunggu gue habisin ini semua dulu, ya."

Wajah Nadine sontak memerah dan bibirnya mengerucut sebal."Diem lo!" serunya jengkel namun kemudian tidak dapat menahan tawanya ketika melihat Axel yang malah tertawa terbahak.

"Nad, nyokap lo udah ada kabar gak sih?" tanya Axel tiba-tiba dan membuat tawa Nadine memudar dari wajahnya.

Dia hanya mengedikkan bahunya. "Gak. Dan jangan sampe dia berani muncul sih."

Axel tersenyum paham. Dia tahu bahwa rasa marah dan dendam Nadine tidak akan pernah mudah diredakan begitu saja. Nadine pernah mengorbankan semuanya demi menutupi perselingkuhan ibunya dan untuk membuat keluarganya tetap utuh. Padahal sebenarnya mempertahankan keluarga mereka bukan tugas Nadine melainkan tugas orangtuanya. Tetapi, ibunya tidak peduli dengan semua itu. Ibunya menghilang dan meninggalkan Nadine dan ayahnya begitu saja.

"Dulu lo apain Arvin sih, Xel makanya dia tiba-tiba ngelepasin gue gitu aja?"

"Kenapa lo mau tau?"

"Ya, gue penasaran aja. Kenapa semudah itu?"Axel tersenyum misterius.

"Memang semudah itu, Nad. Seandainya lo berani kasih tau gue dari awal, lo gak perlu ngelewatin satu tahun mengerikan bareng dia."

"So?" Nadine masih berusaha mencecar.

"Lo inget dulu kantor mereka pernah pake kantor gue buat audit eksternal?"

Nadine mengangguk.

"Ya namanya audit pasti nemu dong kesalahan. Lucky me, ada yang janggal di bagian finance mereka dan dia manager finance-nya. Dia bareng sama om-nya sering pake dana tapi gak jelas untuk apa. Yang pasti bukan untuk kantor."

"Lo ancam dia pake itu?"

"Awalnya iya sampai akhirnya dia mau ngejauh dari lo. Dia lebih cinta duit dan posisinya daripada cinta lo ternyata."

You're Out of My LeagueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang