"Cecile kenapa?" tanya Nadine ketika David membukakan pintu dan Cecile dalam gendongannya yang sedang tertidur.
"Enggak tahu, tadi siang masih segar banget. Pas malam mulai ngeluh kalau tenggorokannya gak enak."
Nadine menatap Cecile khawatir. "Apa dia kebanyakan makan coklat di toko ya? Udah telepon dokter?" tanyanya lagi sembari meraba kening Cecile yang memang terasa hangat.
"Udah kok, kata dokternya boleh kasih paracetamol dulu. Kalau besok masih demam, baru dibawa rumah sakit."
Nadine mengangguk dan mungkin karena mendengar obrolan dua orang dewasa di sekitarnya, Cecile menggeliat dan membuka matanya.
"Tante Nadine," panggilnya dengan suara serak.
Nadine menyunggingkan senyumnya dan meraih Cecile dalam pangkuannya ketika gadis kecil itu mengulurkan tangannya.
"Leher Cecile panas, Tante" adunya dan mulai terdengar isakan kecil.
Nadine mengayun pelan tubuh Cecila dan menepuk-nepuk punggungnya. "Nadine minum dulu ya," ucapnya dan mengambil botol minum yang disodorkan David.
Cecile menurut meskipun hanya minum sedikit. Dia langsung kembali memeluk erat leher Nadine dan menolak ketika ayahnya ingin mengambil alih untuk menggendongnya.
"Tante Nadine nanti capek, Sayang," ucap David berusaha membujuk.
Cecile masih menggelengkan kepalanya dan masih terus menolak.
"Ya udah gak apa-apa, Vid," kata Nadine.
David menyerah kalah. Cecile yang manja akan semakin luar biasa manja ketika sedang sakit. Dia hanya masih setia mengikuti langkah-langkah Nadine yang berusaha menidurkan Cecile yang sesekali masih terbangun karena merasa tidak nyaman dengan kondisi tubuhnya.
Akhirnya setelah hampir 30 menit mondar-mandir menidurkan Cecile, akhirnya gadis itu bersedia juga ditidurkan di tempat tidur dan membuat Nadine bernapas lega. Jujur saja, menggendong anak kecil yang sehat montok seperti Nadine cukup membuat tangan dan bahu Nadine kram.
"Pegel ya?" tanya David ketika melihat Nadine memijat pelan bahunya.
Nadine menggangguk dan sambil terus memijat bahunya, Nadine duduk di sebelah David dan menyenderkan tubuhnya ke sandaran kursi. Dia memejamkan matanya.
"Sorry, malah ganggu istirahat kamu," kata David. Tangan ya bergerak menggantikan tangan Nadine memijat bahu dan membuat Nadine seketika membuka mata.
"Enggak apa-apa," jawab Nadine dan dia menahan rona di wajahnya. Ini sentuhan terdekatnya dengan David. Nadine seketika gugup. Ini tidak baik untuk kesehatan jantungnya. Namun, Nadine sepertinya tidak berniat untuk menghentikan David. Meskipun grogi, tetapi pijitan yang diberikan David lumayan juga.
"Mama Cecile kemarin tiba-tiba kirim email ke aku," kata David dan membuat Nadine menatapnya penasaran.
"Dia bilang apa?"
"Pengen ketemu Cecile katanya." David tertawa tetapi Nadine bisa menangkap nada sinis di tawa itu. "Setelah dua tahun...."
"Kamu gak akan biarin dia ketemu Cecile gitu aja, kan?" tanya Nadine.
"Eh, sorry...sorry kalau aku lancang. Keputusannya tetap di tangan kamu."
David tersenyum tipis dan tangannya mengusap rambut Nadine. "Memang aku gak akan biarin dia ketemu Cecile gitu aja. Dia yang pergi dan dia harus tahu kalau gak semudah itu buat kembali."
"Tapi kamu udah balas emailnya?"
David menggeleng. "Aku gak sudi merespon dia dalam bentuk apapun."
Nadine menggangguk paham. Lagipula, apa perempuan itu memang benar-benar kehilangan kewarasannya? Setelah meninggalkan putri kecilnya dan menghilang tanpa jejak, sekarang tiba-tiba ingin kembali? Cih, jika ibunya yang bertindak seperti ini, Nadine tidak akan segan mengusirnya pada pandangan pertama.
KAMU SEDANG MEMBACA
You're Out of My League
Romance[BACA BEGIN AGAIN DULU BIAR GAK TERLALU BINGUNG] Nadine I love you but the universe will against us Axel Did you see? I'm still here even after you broke my heart