Axel menghembuskan asap rokoknya ke sembarang arah dan kemudian mengisapnya lagi. Pikirannya tidak terasa lega meskipun dia melewati malam yang luar biasa dengan Nadine. Dia tahu perasaannya semakin bertambah bergejolak setiap kali dia bertemu Nadine. Seringkali Axel hampir tidak bisa menahan ingin mengungkapkan perasaannya kepada Nadine, tetapi sedetik kemudian otaknya langsung siaga melarang. Nadine belum siap, itu yang otaknya serukan. Apalagi Axel harus mengakui bahwa dia tidak pernah intens menunjukkan perasaannya kepada Nadine. Sejak mereka kuliah, Gio yang paling banyak mengambil peran itu dan untuk mengatasi kecemburuannya, sifat kekanakan Axel malah menuntunnya dengan bergonta-ganti pacar. Axel saat itu sadar bahwa dia tidak akan pernah mengalahkan Gio karena dia tahu bahwa Nadine menyukai sahabatnya yg satu itu. Lagipula, tidak mungkin Nadine dengan pengalaman buruk yang pernah dia lalui, akan semudah itu percaya jika Axel mendadak mengakui dia mencintai Nadine.
"Xel, lo ngapain?"
Axel membalikkan tubuhnya dan melihat Nadine berdiri di pintu dengan wajah mengantuk.
"Lagi ngerokok bentar. Lo balik tidur aja," kata Axel tetapi dia buru-buru mematikan rokoknya. Nadine belakangan ini tidak terlalu tahan dengan asap rokok.
"Lo juga ikut tidur kalau gitu, ini baru jam tiga loh, Xel. Atau lo laper? Pengen sesuatu?"
"Emang masih ada apa di dapur?"
Nadine menggeleng. "Gak ada yang matang sih. Tapi ada mie instan. Gue masakin sekarang kalau lo mau."
Axel tersenyum tipis. Nadine dan sikap perhatiannya yang seperti ini akan semakin menjebak Axel lebih dalam lagi. Dia melangkah mendekati Nadine dan mengusap pelan rambut sahabatnya itu.
"Gue gak laper banget kok, kita balik tidur aja," ucapnya sambil mendorong pelan tubuh Nadine agar masuk ke dalam rumah.
Nadine sendiri dalam hati bersyukur karena Axel tidak benar-benar menyuruhnya memasak di dini hari begini karena dia masih benar-benar mengantuk. Salahkan Axel yang benar-benar menguras tenaganya tadi. Tidak sampai semenit setelah dia merebahkan tubuhnya di kasur, matanya langsung terasa ditarik. Namun, dia masih bisa merasakan Axel menarik selimut untuk menyelimutinya dan memberikan pelukan longgar pada tubuh Nadine. Sebelum dia benar-benar terlelap, bibir Nadine menyunggingkan senyum tipis. Axel dan perhatian kecilnya yang seperti ini sangat berbahaya bagi Nadine.
***
Nadine meletakkan secangkir kopi di hadapan Axel yang sedang meeting. Axel menggumamkan terima kasih tanpa suara dan sedetik kemudian langsung fokus pada layar ipadnya. Nadine menggelengkan kepalanya. Ada kalanya dia merindukan ke-hectic-an dunia 9 to 5 tetapi mengingat ada waktu-waktu tertentu jam kerjanya akan tanpa batas seperti yang terjadi saat ini pada Axel membuat Nadine memupus kerinduannya. Meskipun penghasilanny saat ini tidak sebanyak dunia yang dia geluti dahulu, tetapi dia bebas menentukan jam kerjanya sendiri dan tidak pernah lembur. Kecuali, ada pesanan mendadak dalam jumlah besar.
Biasanya, jika Axel sedang berada di Bali, Nadine tidak akan akan ke toko dan hanya menitipkannya pada Ayu. Axel tidak akan pernah bisa diam jika sedang berada di Bali. Dia selalu akan mengajaknya bepergian meskipun itu hanya sekedar sunbathing di pantai. Awalnya, Nadine selalu menolak dan meminta Axel untuk berjalan-jalan sendirian. Tetapi, bukan Axel namanya jika tidak berhasil memenangkan argumennya. Kali ini, Axel mendadak mengatakan ingin menemani Nadine di toko dan ya, seperti biasa, Axel mendapatkan yang dia inginkan. Nadine sih senang-senang saja jika ditemani bekerja seperti ini apalagi Axel juga sibuk bekerja. Semoga saja nanti Axel tidak mendadak merengek seperti anak kecil mengajaknya keluar karena bosan.
"Tante Nadine..."
Nadine menolehkan kepalanya kepada sumber suara yang sudah sangat dihapalnya itu dan melambaikan tangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
You're Out of My League
Romance[BACA BEGIN AGAIN DULU BIAR GAK TERLALU BINGUNG] Nadine I love you but the universe will against us Axel Did you see? I'm still here even after you broke my heart