"Mba, ayahnya Cecile mau datang ke sini buat jemput Cecile. Boleh kan?"
Nadine mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan Ayu. Toko mereka kan tempat umum, jadi tidak ada yang salah bila dia datang ke sini. Lagipula, tujuannya adalah untuk menjemput Cecile dan syukur-syukur dia mau membeli makanan dari sini dan jadi pelanggan tambahan. Nadine juga ingin menuntaskan rasa penasarannya kepada sosok ayah Cecile yang sejak tadi disebut-sebut oleh Ayu.
"Papa mau ke sini, tante?"
Sontak perhatian Nadine dan Ayu terpusat pada Cecile yang sedang anteng duduk di meja dengan peralatan menggambarnya. Ayu mengangguk dan senyum lebar langsung menghiasi wajah Cecile. Nadine ikut tersenyum melihat wajah sumringah itu. Sebagai anak perempuan yang sangat memuja ayahnya sejak kecil, Nadine paham betul bagaimana rasanya bila dia mendengar ayahnya akan datang menjemput.
"Cecile seneng papanya mau datang?" tanya Nadine seraya menghampiri tempat duduk Cecile.
Gadis kecil itu mengangguk. "Aku mau nunjukin ini ke Papa," katanya dan mengulurkan kertas gambar yang sejak tadi menjadi pusat perhatiannya.
Nadine memerhatikan gambar itu. Seorang gadis kecil dan ayahnya di depan rumah yang cukup besar. Nadine harus mengakui untuk anak umur empat tahun kemampuan menggambar dan mewarnai Cecile sudah cukup rapi. Nadine bisa melihat bahwa anak ini memiliki jiwa seni.
"Gambarnya bagus banget. Cecile pinter gambar ya," puji Nadine seraya mengusap pelan rambut Cecile.
"Papa yang ajarin, Tante. Tapi gambar ini belum selesai."
"Oh ya? Apalagi yang kurang?"
"Cecile mau gambar Mama juga. Tapi kata Papa, Mama sekarang lagi pergi kerja ke tempat yang jauh. Nanti kalau Mama udah pulang, baru deh Cecile gambar Mama di sebelah sini." Cecile menunjuk sisi kiri gambar yang kosong.
Nadine tersenyum salah tingkah. Kepolosan anak kecil itu membuat hatinya terasa nyeri dan juga tanpa sadar mengumpat dalam hati keegoisan orang dewasa yang menjadi orangtua Cecile. Dia mungkin bisa sudah bisa menanggung beratnya perceraian orangtuanya, tetapi anak berusia empat tahun tentu belum bisa paham tentang hal ini.
Denting lonceng di atas pintu masuk berbunyi dan Cecile langsung berteriak heboh melihat siapa yang baru masuk di sana.
"Papaaaa," teriaknya sambil meloncat turun dari kursinya dan apabila tidak segera ditahan oleh Nadine, Cecile pasti sudah terjatuh karena terlalu bersemangat ingin menemui ayahnya.
Sosok laki-laki yang dipanggil Papa oleh Cecile itu langsung berjongkok melihat putrinya berlari menemui dia dan menangkapnya ke dalam sebuah pelukan erat.
Nadine masih setia mengamati interaksi hangat itu dan ada satu hal yang terlintas di pikirannya. He's handsome and hot at the same time.
Nadine buru-buru menggelengkan kepalanya untuk membuyarkan pikiran tidak senonohnya. Dia bahkan belum mengenal sama sekali orang itu dan berani-beraninya dia memikirkan hal seperti itu.
"Anak Papa gak nakal hari ini?" tanyanya.
Cecile mengangguk.
"Udah makan siang?"
"Udah, Papa. Tadi aku dimasakin tante yang itu," ucap Cecile sambil menunjuk Nadine.
Nadine tergagap karena ayah Cecile menatapnya. Tatapan itu terasa ramah tetapi di saat yang bersamaan juga terasa mengintimidasinya.
"Eh...itu...iya. Aku tadi masakin Cecile nasi goreng," ucap Nadine yang dengan bodohnya terdengar sangat gugup. Dimana Nadine yang dulu dengan percaya dirinya bisa presentasi dengan baik di hadapan klien?
KAMU SEDANG MEMBACA
You're Out of My League
Romance[BACA BEGIN AGAIN DULU BIAR GAK TERLALU BINGUNG] Nadine I love you but the universe will against us Axel Did you see? I'm still here even after you broke my heart