Diem! Lo Ngeremehin Gue?
.Aldo mengusap dadanya yang berdetak lebih cepat karena terkejut. Ia kemudian memakai boxernya, lalu menghamburkan diri ke kasur empuk itu tanpa mengenakan pakaian atasan. Aldo tidur tengkurap, merentangkan tangannya hingga memenuhi ranjang. Karena pada dasarnya Aldo sudah kelelahan, tidak berapa lama dengkuran halus pun keluar dari mulutnya.
Di kamar mandi, Tari melakukan ritual berendamnya dengan hikmat. Tidak perlu khawatir dengan jebakan batman yang hanya menyediakan lingeri di kamar itu, tentu saja karena mereka pengantin baru. Tari sudah menyiapkan pakaian gantinya, kaos oblong lengan pendek berwarna putih dengan ukuran oversize di badannya, dan celana training hitam panjang yang biasa ia gunakan, menurutnya itu sangat nyaman, alih-alih membawa piyama.
"Jadi ... sekarang gue udah nikah, ya? Udah jadi istri orang? Ha ha, konyol. Padahal kayaknya baru kemarin gue kejar-kejaran sama abang sampe kecebur kolam ikan, hihi," monolog Tari bernostalgia ketika ia dan Mana berusia 10 tahun, itu artinya tujuh tahun yang lalu.
Tari pun menyelesaikan acara mandinya, memakai pakaian yang sudah ia siapkan dengan nyaman. Kemudian ia keluar untuk merebahkan dirinya yang terasa lelah dan kaku. Tari menganga ketika melihat Aldo yang tidur dengan seenaknya memenuhi ranjang.
"Ck, ini kok gini, sih?" gerutu Tari sambil menggaruk pelipisnya. "Bangunin, nggak, ya? Ntar kalo dia bangun malah marah-marah. Tapi kalo nggak dibangunin gue tidurnya gimana? Ya, kali di sofa, bukannya sembuh nih pegel-pegel, yang ada malah tambah pegel," lanjutnya.
Dengan wajah yang ditekuk, Tari memilih untuk menggeser tubuh Aldo untuk menyingkir sedikit. Tari mengangkat sebelah tangan Aldo dan membalik tubuh lelaki itu dengan sekuat tenaga.
"Buset ... ternyata berat juga, ya. Padahal tinggal kulit sama tulang doang," keluh Tari mencibir tubuh kurus Aldo.
Setelah berusaha agar si suami tidak bangun, Tari akhirnya berhasil memindahkan Aldo untuk sedikit menyingkir ke pinggir. Tari yang melihat hasil usahanya, menggaruk kepala yang terasa gatal.
"Eh, kelewatan. Itu terlalu minggir, deh, kayaknya?" Bagaimana tidak? Aldo terlihat tidur berada di tepi kasur, bahkan jika ia bergerak--sedikit saja, ia akan terjatuh.
"Aaargh! Gue capek! Bodoamat lah sama tuh orang," ucap Tari tertahan ia memilih untuk tidak peduli dengan keadaan Aldo.
Tari duduk di depan cermin, menyisir dan mengeringkan rambutnya yang basah sebelum tidur dengan nyaman dan damai, ya, setidaknya sebelum Aldo bergerak dan ...
Brakk!
"Akh!" jerit Aldo yang terjerembap ke bawah tempat tidur.
Tari yang baru menutup matanya dibuat kaget, tapi ia tidak berani untuk membuka mata karena takut akan dimarahi oleh Aldo.
Beberapa saat hening, Tari yang penasaran mencoba untuk mengintip, apa yang terjadi. Saat Tari membuka matanya, yang ia lihat hanya ruangan kosong. Kemana suaminya itu pergi? Tari melirik ke kanan dan ke kiri.
"Nyari siapa?"
Tari yang mendengar suara rendah itu terkejut dan refleks mendongakkan kepalanya. Siapa sangka, ternyata wajah Aldo berada tepat di atas kepala Tari. Sehingga ketika Tari mendongak dengan tiba-tiba membuat hidung Aldo terhantam oleh kepalanya.
"Aargh!" jerit Aldo sambil memegang hidungnya yang terasa ngilu.
"Aakh!" aduh Tari karena kepalanya menyundul hidung Aldo. Tari melihat Aldo yang kesakitan menjadi kelabakan, dengan cepat ia berdiri dan mengejar Aldo yang berlari ke kamar mandi. Aldo berdiri di depan cermin, hidungnya berdarah!
"Aaa ... maaf, maaf, maaf ... itu pasti sakit. Ak-aku nggak sengaja!" Tari terus mengucapkan kata maaf pada Aldo yang menatapnya dingin.
Tari tidak peduli, ia mengambil beberapa lembar tisu, mengelap hidung Aldo yang berdarah dengan terus bergumam maaf. Aldo yang melihat tingkah istrinya itu dibuat gemas. Oh ayolah ... rasa sakit di hidungnya tak terasa dibandingkan rasa sakit di hidupnya. Aldo bahkan pernah mengalami yang lebih parah dari ini.
"Maaf ... aku nggak sengaja," ucap Tari pelan dengan mata berkaca-kaca menatap Aldo.
Aldo mengambil paksa tisu dari tangan Tari, lalu membersihkan lukanya sendiri. "Lo pembawa sial. Baru beberapa jam gue sama lo, gue udah dua kali celaka. Gimana kalo seumur hidup sama lo? Mungkin hidup gue nggak akan lama!" hardik Aldo yang membuat Tari menangis saat itu juga.
Tari menunduk, terisak dan berucap dengan gagap, "Maaf ... maaf gue nggak sengaja."
"Lagian lo juga salah!" gumaman Tari yang masih di dengar oleh Aldo.
"Lo niat minta maaf, nggak, sih? Minta maaf yang bener!" tukas Aldo.
Tari menggigit bibir bawahnya untuk mencegah suara isakan yang akan keluar. Akan sangat memalukan jika terdengar oleh Aldo.
"Iya ... aku minta maaf ...." Jemari Tamy bertaut gelisah
"Lo ngomong apa? Gue nggak denger," bohong Aldo menggoda istrinya itu. Melihat Tari yang menunduk seperti kucing yang dimarahi majikannya, membuat Aldo diam-diam tersenyum.
"Aku minta maaf!" Tari sedikit menguatkan suaranya.
Aldo mendengkus dan berkata sarkas, "Lo minta maaf sama lantai? Minta maaf yang bener! Gue di sini, nggak sopan!"
Tari yang lumayan kesal mengambil napas dalam-dalam lalu mendongak menatap suaminya itu. "Gue minta maaf!"
Aldo berdeham. "Hmm ... gue maafin. Tapi lo harus tanggungjawab--"
"Hah!? Tanggungjawab apa? Lo hamil?!" seloroh Tari menyela ucapan Aldo.
Aldo menjentik kening Tari membuat sang empu mengaduh kesakitan, padahal itu pelan. "Dodol! Tanggungjawab obatin luka gue. Ya kali, cowo hamil. Gue jadi ragu kalo lo, sebenernya nggak lulus SD."
"Enak aja!" Tari tidak terima, ia mengusap keningnya yang memerah. "Yaudah sini gue obatin. Lo nunduk, dasar tower!" lanjutnya.
Sekali lagi Aldo mendengkus dan mengerlingkan matanya. Bukannya menunduk, Aldo justru mengangkat tubuh Tari hingga tinggi mereka sejajar.
"Aaa! Lo apa-apaan?! Turunin gue!" Tari secara otomatis berpegang pada pundak Aldo agar ia tak terjatuh. "Turunin gue! Gue 'kan berat!" sedikit menyinggung perkataan Aldo beberapa saat lalu.
"Ck! Lo nggak usah banyak gerak! Cepetan obatin," decak Aldo.
"Ya, mana bisa! Orang obatnya di luar!"
Beberapa saat Tari menyadari posisinya yang--terlihat romantis dan intim? Apalagi ini di kamar mandi. Seketika membuat pipi hingga telinga Tari merona, bahkan bulu kuduknya ikut bergidik.
"Bego! Terus tadi ngapain lo ke sini?" maki Aldo.
"Ya, gue refleks, panik liat lo yang lari-larian sambil meringis gitu--eh! Pelan-pelan, ntar gue jatoh!" omel Tari membuat telinga Aldo terasa mendengung.
"Diem! Lo ngeremehin gue?"
"Kata lo 'kan gue berat, padahal gue kurus, berarti emang lo-nya aja yang lemah!" Tari buru-buru membekap mulutnya yang kelewatan. 'Bego, lo, Tari, provokasi singa,' batin Tari merutuki mulutnya yang ceplas-ceplos.
Aldo menggendong Tari keluar dari kamar mandi. Dan betapa terkejutnya mereka melihat siapa yang terbaring di kasur kamar itu.
___
Senin, 19.6.23
![](https://img.wattpad.com/cover/304391522-288-k511564.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTAR [Hiatus]
РазноеUntuk mempererat suatu hubungan dan menjalin relasi yang saling menguntungkan, takayal perjodohan menjadi sebuah pilihan yang kerapkali digunakan para pebisnis di zaman dulu. Bahkan sampai kini, di tahun 90-an, masih banyak yang menggunakan metode...