Lembar 1 : Syarat Menjadi Mate

421 45 1
                                        

Bunyi tembakan disertai suara kaleng terjatuh sudah seperti hal biasa bagi si tunggal Nakamoto. Hari ini seperti hari-hari sebelumnya, Shotaro melatih kemampuan menembaknya di halaman belakang kediaman Nakamoto. Sebenarnya akurasi tembakan Shotaro sudah berada di tingkat tertinggi, tapi omega itu memegang prinsip 'pisau yang selalu diasah akan semakin tajam nantinya'. Jadi dia terus melatih kemampuannya agar semakin baik.

"Shotaro."

Shotaro menarik pelatuknya, kembali menjatuhkan kaleng lagi sebelum menyahut, "Iya, Omega?"

Winwin menatap putra tunggalnya dengan tatapan lembut. Dia memberi gestur agar putranya menghampirinya yang ditanggapi dengan baik oleh Shotaro. Sepasang ayah anak itu saling tatap sebelum Shotaro membuka suara.

"Kenapa, Omega?"

Winwin mengelus rambut Shotaro dengan sayang. "Sebentar lagi usiamu dua puluh satu, sampai kapan kamu berdiam di sini?" Tanyanya.

Shotaro menghela nafas. Lagi-lagi pembicaraan tentang mate yang membuatnya pusing. Dia mengambil tangan Winwin yang ada di kepalanya, lalu mengarahkan tangan ayahnya itu ke pipinya. "Sedikit lagi. Aku juga mau pergi keluar dari rumah ini, tapi alpha bilang aku hanya boleh keluar kalau udah dua puluh satu tahun, Omega," jelasnya.

Winwin hanya bisa pasrah saat mendengar suaminyalah penyebab sang anak belum menemukan mate di usianya yang udah kepala dua. Yuta terlalu protektif terhadap anak tunggalnya itu, takut hal buruk terjadi pada putra omeganya.

"Jangan terlalu buru-buru memilih mate. Pilih kalo kamu siap. Ngerti?"

Shotaro menganggukkan kepalanya, merespon ucapan sang ayah.

Tanpa mereka sadari, Yuta memperhatikan interaksi keduanya dari jauh. Dua omega yang sama-sama disayanginya. Kepala keluarga Nakamoto itu menghela nafas, kembali mengingat puluhan pinangan dari keluarga berpengaruh di kerajaan yang ditujukan untuk putra tunggalnya. Bagaimanapun Yuta ingin agar Shotaro memilih matenya sendiri. Sosok itu bukan hanya cakap memimpin, tapi harus mencintai putranya dan melindunginya seakan menjaga nyawanya sendiri.

*****

Shotaro mengetuk pintu itu sebanyak tiga kali sebelum membukanya. Dia melihat ruangan besar dengan lemari kaca tinggi berisi banyak senjata laras panjang juga peluru berbagai jenis. Sedangkan di sudut ruangan ada satu set meja dan kursi. Di kursi itu duduk sang ayah, kepala keluarga Nakamoto.

Shotaro menghampiri ayahnya, menunduk sedikit sebelum duduk di kursi yang berhadapan dengan ayahnya.

"Aku udah memikirkan ini." Yuta buka suara, intonasinya santai namun Shotaro tau ayahnya sedang serius. "Soal matemu."

Shotaro lantas mengalihkan pandangannya saat sang ayah menyebut kata 'mate'.

"Ada banyak yang mengirimkan lamaran padaku, tapi yang mempunyai hak memilih adalah dirimu, Taro," kata Yuta.

Shotaro mengangguk. "Aku tau," balasnya.

"Jadi, kamu mau memilih mereka dengan cara apa?"

Shotaro terdiam sejenak, memikirkan syarat yang cocok untuk calon matenya nanti. Senyumnya mengembang ketika satu ide terlintas. "Aku mau mateku adalah orang yang bisa mengalahkanku dalam baku tembak," putusnya.

Yuta langsung mengangguk tanpa banyak kata. Dia menyerahkan selembar poto ke arah Shotaro. "Lusa kamu akan bertemu dengannya," ujarnya.

Shotaro menatap poto itu lekat-lekat. Dia kemudian menatap ayahnya kembali. "Boleh aku ajuin satu hal lagi?"

MATE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang