Part 8

49 6 0
                                    

Wave POV

Waktunya makan siang lagi. Bosan, tapi aku tetap harus memberi makan otakku agar bisa tetap berjalan dan tidak jadi bodoh. Lagipula ada beberapa hal yang harus kubicarakan dengan teman-teman untuk tahap akhir pengembalian ingatan Pang. Kantin yang berisik harusnya jadi tempat yang tepat untuk membicarakannya.

***

'Lah kenapa Claire harus membawa anak itu? Apa dia gila? Tidakkah dia pikirkan kalau seluruh mata di kantin ini jadi tertuju padanya...Nenek sihir itu selalu seenaknya dan tak memikirkan akibatnya'

Dan disinilah, anak serapuh itu terdampar bersama kami di meja ini. Apakah Claire tak tahu kondisi anak itu? Sedikit lagi saja anak itu disentuh oleh benang-benang ketidakadilan yang ditanam kepala sekolah disini, dia bisa patah. Kalau kita belum bisa melindunginya, harusnya kita tidak membawakan masalah baru lagi padanya.

"Kenapa kau mengajaknya kesini?" Tanyaku

"Ah...maafkan aku, kurasa aku tak sebaiknya disini..." Dia tampak tak enak hati.

'Ya..Sebaiknya kau segera pergi dari sini daripada terlibat lebih jauh dengan kami' Pikirku

"Hei, Wave sudahlah...Hari ini saja, tidak usah bicarakan perang kita...bukankah kita juga perlu istirahat?" Punn mengeluarkan kalimat penghiburan yang tidak diperlukan.

"Terserah kalian saja lah" Aku frustasi sendiri melihat bocah itu dan teman-teman bodohku, kenapa kalian semua bertampang naif, padahal kalian tahu sendiri apa akibatnya mendekati anak-anak macam ini. Tidakkah mereka juga tahu, bahwa anak-anak seperti ini akan makin dibully para seniornya jika terlihat dekat dengan kelompok kami.

Oke. Kalian rupanya coba bersikap manis pada anak ini. Mau sampai kapan kalian berbasa-basi semacam ini. Bahkan kita semua tahu, tatapan penuh ketidaksukaan dari para anak lain pada bocah ini karena bisa duduk ditempat yang bahkan tak berani mereka bayangkan rasanya. Kurasa harus ada seseorang yang menghentikan basa basi bodoh ini.

"Haah berisik sekali kalian ini, apa tidak bisa makan dengan tenang, ha? Dia pemain violin dan piano, klub musikmu sangat kacau Punn, dan kau terlalu naif untuk bilang tidak tahu. Kita disini juga tahu semua hal yang berjalan di sekolah ini sangat timpang. Dan kau...kalau kau kesini hanya untuk mengadukan nasibmu pada kami, kau salah tempat. Yang bisa menolongmu itu dirimu sendiri!" Sahutku kesal

"A...aku tak bermaksud seperti itu...aku bahkan tidak meminta duduk disini! Bukankah sudah kubilang kak, tak semudah itu...bagi anak-anak seperti kami yang tak terlihat ini...jangan pernah menasehati, kalian memang tidak akan pernah mengerti!" Diluar dugaan dia berani berteriak padaku.

'Apa aku sangat melukai harga dirinya?'

Dia beranjak dari meja kami dan berjalan keluar dari kantin. Bisa kurasakan kemarahan dan keputusasaan dari tatapan terakhirnya padaku.

'Apa dia baik-baik saja? Haruskah aku mengkhawatirkannya?'

"Oke Wave, kau keterlaluan" Punn coba menasihatiku

"Wave, kau sangat menyebalkan hari ini. Tidak bisakah kau bersikap manis? Kalau peranku jadi terancam aku tak akan memaafkanmu" Claire mendengus sebal

"Tapi Wave, darimana kau tahu sebanyak itu tentang bocah itu? Kau kenal?" Tanya Namtaarn bernada menyelidik

"Oke aku selesai" Kutinggalkan mereka semua di meja kantin dan kembali ke kelas, rasanya perasaanku sedang tak baik.

Sound of MusicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang