.
Di sana Sean, sedang sibuk membersihkan hiasan-hiasan dinding termasuk bingkai-bingkai foto besar yang tampak berat. Dylan tersenyum canggung sembari menggaruk tengkuk saat Damien menatapnya datar.
"Apa yang kau tunggu?" tanya Damien.
Temannya mendengkus kemudian melengos pergi lebih dulu. "Kak!" sapanya sementara Sean hampir menjatuhkan benda di tangannya karena terkejut. "Serius sekali." Dylan terkekeh.
Sean menoleh sembari tersenyum tipis. "Apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya, kemudian menoleh ke arah belakang Dylan. "Dan kau? Apa yang kau lakukan di sini, Damien?"
"Ng ... membantumu?" Damien tersenyum lebar. Ia meraih salah satu alat bersih-bersih di dalam troli sebelum mendapatkan respon Sean.
"Seharusnya aku yang melakukan ini," sesal Dylan. Ia menunjuk salah satu bingkai di atas—diangguki Sean seolah memberi isyarat bahwa benda itu belum dibersihkan—sebelum akhirnya ia menaiki tangga. Terdengar suara kekehan Sean sekilas sebelum akhirnya ia diam untuk menggantung kandil lilin kristal dengan hati-hati. "Ngomong-ngomong, terima kasih sudah membantuku."
"Tidak masalah, kau siswa baru dan kupikir tidak bagus membuat catatan buruk di hari pertamamu," jawab Sean yang kembali fokus dengan kegiatan bersih-bersihnya.
Damien tersenyum diikuti kekehan kecil ketika mendengar pernyataan Sean. Kini ia sibuk membalikkan kursi-kursi, kemudian diangkat ke atas meja yang sudah dilapnya. Tanpa sengaja—saat ia menyamping—sudut matanya mendapati seseorang yang berdiri di ambang pintu. Itu sosok yang sama. Orang yang menyapanya saat ia pertama memasuki aula pagi tadi.
"Kak Sean," panggil Damien ragu. Entah ia harus menanyakan tentang ini atau tidak, tetapi ia sangat penasaran.
Sean menoleh dengan alis menaik sebelah. Ia tidak bersuara dengan ekspresi menunggu lanjutan kalimat Damien yang tak kunjung terucap. Karena terlalu lama, ia berbalik badan sepenuhnya. Kedua tangannya terlipat di dada dengan kain lap yang masih dipegangnya di tangan sebelah kanan.
Damien menoleh ke arah pintu sepenuhnya untuk memastikan, tetapi pria itu sudah tidak di sana. "Uh, bisa kita bicara nanti saja?"
"Ah, jangan khawatir. Aku tidak akan mengganggu," ucap Dylan seraya melambai-lambaikan sebelah tangan. Sepertinya ia peka. "Nanti aku akan pergi lebih dulu. Lagi pula aku memang ingin mengunjungi perpustakaan."
Damien mengangguk kecil, kemudian tersenyum canggung pada Sean yang menggeleng tak habis pikir. Ketiganya melanjutkan kegiatan hingga matahari benar-benar tenggelam. Di depan pintu aula, Dylan setengah membungkuk pada Sean untuk mengucapkan rasa terima kasihnya sekali lagi. Anak itu pamit dan Damien berkata bahwa ia akan menyusul ke perpustakaan jika sempat.
Tiang-tiang lampu taman berjajar di sepanjang jalan, beberapa hewan kecil tampak terbang di antara pagar-pagar pittosporum yang terawat setinggi pinggang. Jalanan lumayan sepi, semua siswa sudah berada di gedung seberang di mana asrama berada. Hanya beberapa pekerja sekolah saja yang sesekali terlihat berlalu-lalang di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Canistopia
FantasySebuah dunia yang tidak akan pernah dimengerti oleh kaum manusia namun nyata adanya. July/2020 DON'T COPY MY WORK!