.
.
Sudah hampir setengah jam Matt berdiri membelakangi pintu kamar mandi menunggu Damien mengeluarkan seluruh isi lambungnya. Sementara di lain sisi, matanya menatap seseorang yang baru saja datang dari arah pintu seraya membawa teko kaca dan juga gelas tinggi di nampan.
“Dia masih di dalam?”
Matt mengangguk lesu. “Begitulah, Sean.”
“Daves kembali ke dapur untuk menyiapkan semuanya ditemani Chris.”
“Chris? Bukankah kakinya terluka?” heran Matt.
“Berjalan dibantu Mike dan Fred,” angguk Sean.
“Oh. Memaksakan diri sekali.”
“Kau seperti tidak tahu bagaimana Chris,” ucap Sean. “Ngomong-ngomong aku membawakan Damien air. Dia bisa kekurangan cairan kalau begitu caranya.”
Matt mengedik. “Kurasa perutnya tidak bisa mentolerir daging mentah.”
“Ya, kau pikir saja! Astaga! Bukan hanya daging mentah, tetapi dia memangsa kambing itu hidup-hidup.”
“Lama sekali aku tidak melakukan cabik-mencabik seperti itu,” pikir Matt sementara Sean mendelik.
“Cabik saja dirimu sendiri!”
“Galak sekali,” keluh Matt.
“Bagaimana dengan cairan infusnya?” tanya Sean.
Matt mengintip Damien sebentar kemudian mengangguk. “Hampir habis. Mungin satu labu lagi. Setelah itu, tubuhnya akan menjadi lebih terbiasa dengan perubahan.”
“Termasuk full moon?”
“Yep!”
“Kau hebat!” puji Sean.
“Kalau tidak hebat, bukan Matt namanya,” ucapnya bangga.
“Menyesal.”
“Apanya?”
“Memujimu.”
“Bro!”
🐾
Dengan amat terampil Daves menyibukkan kedua tangannya untuk mengambil ini dan itu—sesuatu yang mendukung untuk melakukan sebuah makan malam keluarga, setidaknya begitu isi pikirannya. Benar ‘kan? Mereka sudah seperti keluarga.
“Kau repot seperti itu hanya untuk menyambutnya?” tanya Mike.
“Jangan begitu, Mike,” ucap Daves tanpa menoleh sedikit pun.
“Kau tidak pernah memasak sebanyak ini, Daves.” Fred menatap pai daging yang Daves buat di dalam pemanggang.
“Bukankah kau ingin segera kembali ke Canistopia?” tanya Daves.
KAMU SEDANG MEMBACA
Canistopia
FantasySebuah dunia yang tidak akan pernah dimengerti oleh kaum manusia namun nyata adanya. July/2020 DON'T COPY MY WORK!