9

3.4K 282 3
                                    

Kini Wonwoo duduk di sebuah kursi panjang di depan ruangan tempat Mingyu di periksa oleh dokter. Ia berkali-kali menghembuskan napas lelah. Melihat jam yang sudah menunjukkan pukul tiga subuh.

Kepalanya berkali-kali juga menoleh ke arah pintu, berharap dokter akan cepat keluar dan memberitahukan keadaan Mingyu. "Aish! Kau benar-benar membuatku khawatir Kim Mingyu." Ucapnya dengan kesal, tapi wajah khawatir itu tak pernah luntur.

Ia mengecek ponsel Mingyu yang ada di tangannya, tak bisa membukanya karena ada password. Wonwoo menatap ponsel itu, bukan ponsel lama tapi ponsel baru Mingyu. Ia menoleh lagi ke arah pintu saat pintu itu terbuka. Wonwoo langsung bangkit.

Dokter itu mendekat ke arahnya. "Kami sudah berhasil mengeluarkan peluru dan menjahit lukanya. Tinggal menunggu kapan Mingyu-ssi akan sadar." Ucap dokter itu.

Wonwoo mengangguk mengerti dan sedikit tersenyum. "Baik dok, terima kasih banyak." Balasnya.

Ia menunggu dan Mingyu di bawa ke ruang inap, ia mengurus administrasinya dengan uangnya sendiri. Tunggu, tapi Mingyu mengirimkan uang lima puluh juta itu padanya. Jadi, tidak apa. Kini, dirinya duduk di kursi sisi ranjang sembari menatap Mingyu yang tak sadarkan diri.

Ia mulai merasa kantuk, bagaimana pun, ia juga lelah karena melayani pelanggannya tadi. Lalu ia meletakkan ponsel Mingyu di atas nakas, mendekatkan kursinya dan ia menumpu kepalanya di atas kedua tangannya yang berada di atas sisi ranjang.

Kedua matanya masih menatap Mingyu, ia tidak tahu apa yang terjadi, kenapa bisa Mingyu mendapat luka tembak di tubuhnya? Dan apa yang Mingyu lakukan malam-malam seperti itu? Ah, Wonwoo lelah, perlahan ia mulai memejamkan kedua matanya dan tertidur.

Pagi harinya, Mingyu tersadar sekitar jam tujuh pagi, mendapati Wonwoo yang terlelap dengan posisi yang sama. Ia meringis sakit merasakan luka di perut kanannya. Tangan kanannya terulur mengusap rambut Wonwoo dan membuat empunya menggeliat.

Perlahan, Wonwoo membuka kedua matanya, ia bangkit duduk sembari mengucek kedua matanya. "Mingyu-ssi? Kau sudah sadar.." Lirihnya sembari menatap Mingyu dengan wajah tidurnya.

Mingyu menatapnya lekat. "Maaf merepotkanmu Wonwoo.." Balas Mingyu.

"Apa yang terjadi? Kenapa kau mendapat luka tembak seperti itu?" Wonwoo tentu khawatir, bagaimana pun, ia pernah mencintai mantan gurunya itu. Atau masih?

Kedua mata Mingyu mengerjap kecil. "Semalam aku begadang di kantor, saat pulang, aku berhenti di toserba untuk membeli minum, dan aku mendapat luka ini."

"Kau tidak tahu siapa yang menembakmu?" Tanya Wonwoo dan Mingyu menggelengkan kepalanya. "Atau orang itu teroris?" Wonwoo mengerjap takut.

Mingyu terkekeh kecil. "Tidak Wonwoo.." Ia mencoba untuk bangkit dan Wonwoo membantunya, Mingyu duduk bersandar di headbaord ranjang yang sudah dinaikkan. Kedua tangan Mingyu melepas kancing baju pasien yang ia gunakan.

Kedua mata Wonwoo membulat lebar. "Mingyu-ssi, apa yang kau laku--" Tapi kalimatnya langsung terhenti saat melihat sebuah luka di dada kanan Mingyu. "Ini kenapa?" Tanyanya sembari menyentuh bekas luka tikam di dada kanan Mingyu.

Mingyu melepaskan bajunya, ia sedikit maju. "Lihat punggungku." Ucapnya.

Wonwoo bangkit, kedua mata dan mulutnya terbuka lebar, melihat luka cukup banyak di punggung Mingyu, seperti luka cambuk. "A-apa yang terjadi padamu.." Lirihnya. Ia kembali duduk. Wonwoo tak tahu itu tentu, saat persetubuhannya dengan Mingyu, Mingyu hanya menurunkan celananya tak melepas bajunya.

Mingyu menatap Wonwoo dan menunjuk luka tembak di pinggang kirinya. Kedua mata Wonwoo kembali membulat lebar. Tubuh Mingyu, tak seperti dulu lagi, ada banyak luka yang ia tidak tahu sebabnya.

The Slave FoxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang