10

3.5K 279 10
                                    

Tubuhnya berbaring menengadah di tempat tidur, kedua tangannya memegang ponselnya, kedua matanya menatap layar ponsel yang tak menunjukkan apa-apa. Hanya menu utama.

Wonwoo sedang menunggu pesan dari Mingyu, tempat satu minggu sejak ia mengantar Mingyu ke rumah sakit, sampai sekarang Mingyu tak ada kabar dan, ia terlalu gengsi untuk mengabari Mingyu terlebih dahulu.

Bahkan, ia sudah berkali-kali menuliskan pesan untuk Mingyu, tapi ia hapus kembali pesan itu sebelum terkirim. Wonwoo menghela napasnya lagi, ponselnya ia jatuhkan ke samping kirinya.

Ia menatap langit-langit kamar apartemen Mingyu. Ia membalik tubuhnya tengkurep, menumpu dagunya di atas kedua tangannya. Ia terdiam, memikirkan hubungannya dengan Mingyu yang tidak jelas.

Keduanya pernah saling mencintai lima tahun lalu, berpisah tanpa kata putus dan kembali dipertemukan tapi dengan Mingyu yang mengingatnya. Malam itu di bar, Mingyu bahkan memutuskannya setelah ia memintanya.

Tapi itu membuat ia sendiri bingung, apakah ia putus malam itu, atau lima tahun silam saat Mingyu tak datang ke atap, atau saat ia menyerah pada Mingyu. Ia sama sekali tidak mengerti dengan jalan ceritanya sendiri.

Terlebih lagi, Mingyu bilang bahwa ia akan mulai mencintai Wonwoo sebagai orang yang baru, begitu pun sebaliknya. Wonwoo bahkan masih memakai gelang yang ia buat sendiri. Ia sedang memakainya sekarang.

Dan cincin itu. Tangannya terulur membuka laci nakas samping tempat tidur dan mengambil kotak cincin dari Mingyu dan membukanya. Ia mengambil satu dengan ukuran yang lebih kecil.

Di dalam lingkaran itu, terdapat nama Mingyu, ia memakainya di jari manisnya. Muat. Ia terkekeh sendiri sembari mengamati jarinya. Benarkah ia masih mencintai Mingyu? Jika memang iya, bagaimana caranya ia membuktikannya pada dirinya sendiri?

Kedua matanya mengerjap kecil, ia melepas cincin itu dan mengembalikannya. Menutup kotak cincin itu dan mengamati bercak darah yang ada di sana. Ia ingat hari saat Mingyu di rumah sakit, mengingat luka yang ada di tubuh Mingyu.

Wonwoo mengembalikan kotak cincin itu di dalam nakas, ia membalik tubuhnya dan meraih ponselnya. Tak ada notifikasi apapun, ia meletakannya kembali. Ia bangkit duduk, mengacak rambutnya frustrasi.

Ia lalu turun dari tempat tidur dan berjalan keluar dari kamar, ia mendudukkan dirinya di sofa ruang tamu. Wonwoo menunduk, dulu, ia sering tidur siang di sana bersama Mingyu jika ia datang ke apartemen itu.

Cukup banyak kenangan indah yang terjadi di apartemen ini, termasuk ciuman pertamanya dengan Mingyu. Terjadi di kamar, bagaimana Mingyu yang memasak untuknya di dapur itu, bagaimana keduanya menghabiskan waktu bersama menonton film dan lainnya.

Mengingatnya saja, membuat dirinya tersenyum. Ia berharap waktu itu akan kembali, ketika tak ada kekhawatiran satu pun dalam lubuk hatinya mengenai hubungannya dengan Mingyu. Tidak seperti sekarang, ia bahkan bingung dengan perasaannya sendiri.

Wonwoo menghembuskan napasnya lelah, ia terdiam, melamum, memikirkan Mingyu. Hanya itu. Hingga kedua matanya mengerjap. "Kenapa aku harus memikirkannya?" Lirihnya sembari bibirnya yang mengerucut. "Kenapa harus Mingyu, tidak orang lain?"

Bibir bawahnya ia gigit, kedua tangannya saling bertautan dan ia terus memikirkan apa yang ia lakukan selama seminggu ini, yang kebanyakan berharap kabar dari Mingyu. Wonwoo menelan ludahnya dengan kasar.

"Aku masih mencintainya?" Tanyanya pada diri sendiri, ia mengulum bibirnya dan menyentuh dada kirinya sendiri. "Aku masih mencintainya.." Ucapnya sebagai pernyataan. "Aku masih mencintai Kim-saem.." Wonwoo bangkit dari duduknya.

Ia bergegas memasuki kamar dan meraih ponselnya, membuka kontak Mingyu dan mengetikkan pesan untuknya. Bahkan, ia tidak pernah menghapus nomor itu sedari dulu.

The Slave FoxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang