Satu

92 6 0
                                    

Langit yang semula gelap sudah mulai cerah karena mentari telah muncul. Makhluk hidup seperti manusia pun mulai terusik dalam lelap akibat sinar yang menelusup melalui celah jendela atau ventilasi. Salah satunya seorang pemuda berkaos putih polos lengan pendek dengan celana hitam pendek di kamar bernuansa krem hitam. Dia bangun lalu masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri agar segar. Setelah selesai, ia menuju kamar yang ada di seberang kamarnya.

"Bang Ben! Bangun! Kerja!" teriak seorang pemuda bertubuh kurus dengan keras sambil memukuli badan seorang pria yang masih asik bergelung dibalik selimut.

"Lima menit lagi, Jun!"

"Lima menit muatamu. Jan Jun Jan Jun lagi. Ini Kala ya, Bang! Bangun gak lo? Apa mau gua siram pakai air suci?" seru Kala sambil memukul lebih bar-bar lagi. Bahkan kini tangannya menarik selimut hingga menampakkan tubuh pemuda berbalut piyama biru dongker yang masih tidur. Dia menarik tangan pemuda itu hingga badannya terjatuh ke lantai kemudian menendanginya sampai benar-benar membuka mata.

"Anying! Sakit weh! Kasar banget, Pangeran Solo!" Akhirnya cara bar-bar yang diajarkan Saudara Jihananda Untung Prakasa berhasil membuat manusia kebo bangun.

"Bodo amat. Siapa suruh jadi orang kebo banget. Udah jam tujuh, Bang Ben. Lo belum mandi, belum bikin sarapan juga. Cepet gerak! Jangan tidur lagi!"

"Dih! Kok nyuruh? Gua bukan babu lo, anjir! Jangan banyak bergaul sama Jiun deh lo, Kal! Jadi sesat gini!" cibir Ben lalu beranjak dan langsung kabur ke kamar mandi ketika melihat Kala mengambil guling sembari menatap tajam ke arahnya jadi kabur saja sebelum badannya kena timpuk.

Kala menghela napas panjang lalu segera membereskan tempat tidur sahabat kakaknya yang berantakan sekali. Ah, ini sudah setahun semenjak kepergian sang kakak untuk selamanya. Sudah setahun ini pula dirinya tinggal di apartemen pemuda berwajah sangar yang kini sudah bekerja sebagai CEO di anak perusahaan milik keluarga. Selama tinggal bersama, ia jadi tahu kalau kelakuan sahabat kakaknya yang terkenal dingin dan tidak banyak bicara itu sama saja menyebalkan dan pecicilan seperti dua orang lainnya.

"Perasaan Bang Ben dulu tipikal orang yang kalem, cuek, dan santai. Kenapa sekarang jadi tengil, menyebalkan, dan berisik ya?" keluh Kala yang sudah selesai membersihkan kamar sosok yang dianggapnya seperti kakak sendiri. Dia keluar kamar lalu berjalan ke dapur untuk membuat americano hangat untuk yang lebih tua dan cokelat hangat untuk dirinya. Sambil membuat, ia kembali membicarakan tentang Ben, "Kelakuannya kaya Kak Juna tapi omongannya kaya Kang Jiun. Jadi kaya perpaduan mereka gitu deh."

"Bukan perpaduan gua sama Juna lagi itu sih. Ben mah udah perpaduan anjing sama iblis."

"Astaghfirullahaladzim!"

Sontak Kala melempar sendok yang digunakan untuk mengaduk kopi ke sembarang arah setelah ber-istighfar. Kaget banget tiba-tiba ada yang menyahut dari samping kirinya. Pas menoleh, ada Jiun yang sedang membuka kulkas mengambil bahan makanan yang tersedia. Dia mengelus dadanya karena masih deg-degan akibat ulah sahabat kakaknya yang lain. Untung tidak punya riwayat penyakit jantung. Kalau punya, bisa mati mendadak karena kemunculan pemuda itu yang tiba-tiba.

"Alah, lo ngga sadar diri? Lo sekarang juga berisik ya, Kala. Ngomel mulu kaya Jiun. Kasar juga kaya dia. Setan kok lo tiru sih, Kal!"

"Lambemu, Jun!" ujar Jiun kesal sambil menggeplak kepala kawannya yang menyusul ke dapur.

Juna mengusap kepalanya yang kena pukul, "Tuh 'kan kasar banget. Sakit banget ini, Jiun! Ntar gua gegar otak gimana?"

"Ya bagus. Siapa tahu lo jadi pinter habis gagar otak."

"Anjing lo! Sini gua geplak juga biar makin konslet otak lo yang cuma segede biji salak!"

Jiun yang dikatai seperti itu tidak terima dan langsung meletakkan sosis dan telur yang diambil. Niatnya tadi mau bikin sarapan buat mereka berempat tapi si Juna malah memancing emosinya. Jadi, dia mengambil sudip di lemari kemudian menghampiri kawannya yang siap kabur. Yang paling muda hanya melihat lantas membawa dua cangkir minuman hangat ke meja makan. Dia duduk tenang di meja makan sambil meminum cokelat hangat.

"Heh! Jangan deket-deket! Ntar gua rabies!" teriak Juna dengan suara cemprengnya sambil menghindari Jiun.

Tatapannya memperhatikan aksi gelut Jiun dan Juna yang sekarang kejar-kejaran keliling apartemen. Aksi mereka terhenti ketika salah satunya menabrak Ben yang baru saja keluar dari kamar. Seketika menjadi hening karena aura pemuda sangar itu berubah jadi tidak enak. Jiun segera kabur ke dapur untuk membuat sarapan. Sementara Juna meneguk ludah dengan susah payah dengan posisi masih duduk di lantai. Ben yang juga jatuh terduduk pun langsung menerjang kawannya dan menggelitikinya.

"Mampus! Rasain lo! Banyak tingkah sih!" ledek Jiun yang sedang memanaskan wajan. Dia hendak mengambil pisau di lemari tapi menoleh dulu ke Kala dan mengisyaratkan pemuda itu menyingkir dulu. Biar tidak melihat pisau dapur yang bisa membuat traumanya kambuh.

Mendapat kode dari Jiun, Kala segera masuk ke dalam kamarnya kemudian berganti pakaian. Dia ada kuliah pagi jadi harus bersiap dulu sebelum sarapan bersama ketiga sahabat kakaknya. Hari ini ia ada kuliah sampai sore jadi memilih pakaian yang nyaman dan tidak membuatnya kegerahan. Kemeja bewarna moka tipis lengan pendek dan celana bahan abu-abu menjadi pilihan. Itu sederhana tapi nyaman untuk dipakai seharian.

Tidak lupa memakai parfum secukupnya dan memasukkan barang-barang yang dibutuhkan ke dalam tas ransel. Setelahnya segera keluar kamar dan mendapati ketiga pemuda sudah duduk manis di meja makan. Ia segera bergabung dengan tiga pemuda yang lebih tua darinya. Sejenak memperhatikan ketiganya sebelum menyapa mereka. Penampilan mereka bertiga saat ini berbeda-beda meski sama-sama mau berangkat kerja.

Ben memakai setelan jas formal karena mau berangkat ke kantor. Juna memakai kemeja dan celana bahan tapi tidak pakai jas karena mau perjalanan bisnis ke luar kota. Sementara Jiun hanya mengenakan kaos hitam, celana denim hitam, dan kemeja hijau lumut yang tidak dikancingkan. Lantas mereka berempat segera menyantap sarapan sebelum terlambat pergi ke tempat tujuan masing-masing. Sesekali diselingi dengan adu bacot dari tiga pemuda yang lebih tua. Kala hanya diam dan ikut ketawa saja.

Setelah sarapan, meja makan dibereskan dan peralatan bekas makan ditaruh begitu saja di bak cuci. Pulang kuliah nanti Kala yang akan mencucinya kecuali pisau yang sudah dicuci dan disembunyikan kembali oleh Jiun. Kemudian mereka berangkat menggunakan kendaraan masing-masing. Kala dengan sepeda motor Beat biru kesayangan. Jiun dengan mobil honda Brio merahnya dan Juna menumpang di dalamnya sekalian minta diantarkan ke bandara. Sedangkan Ben berangkat menaiki mobil Mercedes Benz bersama supir.

.

.

To Be Continue

Sorry for typo. Jangan lupa vomment ya! Sankyu^^

Survive? [01 Line of Treasure]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang