Seorang gadis berjalan seorang diri di trotoar dari halte bus menuju area tempat tinggalnya. Beberapa kali ia memukuli kepalanya pelan karena merasa sangat bodoh. Sepanjang jalan dia terus-terusan merutuki kebodohannya akibat sok jual mahal kepada pemuda yang disukai. Seandainya tadi tidak menolak, sekarang dirinya pasti sudah berbaring nyaman di atas kasur. Bisa tidur dengan nyenyak setelah melakukan perawatan wajah juga.
"Bodoh! Harusnya gua ngga nolak tumpangannya si Jayden. Kenapa mesti apes banget sih gua?"
Baimana tidak apes? Dia kuliah dari pagi sampai sore lalu dilanjutkan dengan rapat organisasi Senat Mahasiswa Universitas hingga hampir tengah malam. Tadi Jay sempat menawarinya pulang bersama ketika tidak sengaja bertemu di depan kesekretariatan BEM Universitas. Kebetulan pemuda sipit itu ada urusan dengan salah satu temannya di sana. Tapi ia menolak ketika diajak pulang bareng karena melihat Jay diburu-buru waktu. Berkali-kali melirik jam yang melingkar di tangan kirinya dan ponselnya juga terus berbunyi.
"Udah pulang malem, ngga bisa pesen ojol karena hape lowbat, terus ngga ada taksi lewat. Terpaksa banget tadi naik bus ugal-ugalan. Mana sekarang kudu ngelewatin gang sempit dulu biar cepet sampai rumah. Emang bego banget anak Pak Siregar ini," keluh gadis bersurai cokelat madu yang nyatanya adalah Winter.
Jadi, busnya tidak melewati depan komplek perumahannya, tapi lewat belakang area komplek. Rumah Winter ada di tengah-tengah di sisi barat, kejauhan banget kalau harus lewat gerbang belakang yang ada di sisi timur. Makanya ia cari jalan pintas yaitu lewat gerbang depan yang memang letaknya ada di sisi barat. Untuk menuju ke sana, dia harus lewat gang sempit yang gelap dan sedikit kumuh. Biasanya dibuat orang buang sampah sembarangan atau tunawisma numpang tidur.
Kebetulan pas lewat tidak ada tunawisma yang tidur di sana jadi sedikit aman. Karena tunawisma yang biasa tidur di situ suka mabuk dan melecehkan pejalan kaki yang lewat. Namun, ketika hampir sampai di ujung gang, ada dua orang pria dewasa dengan pakaian lusuh berjalan memasuki gang. Winter tidak sempat bersembunyi karena mereka muncul tiba-tiba dan sudah terlanjur melihatnya. Dia berjalan mundur dengan perasaan was-was saat kedua pria itu mendekatinya sembari menggoda.
"Wah, neng geulis! Sini neng main dulu sama akang."
"Jangan takut! Kita ngga main kasar kok."
"Punten, Om, saya mau pulang. Udah ditunggu orang rumah nih. Jangan diganggu ya, plis!"
Kedua pria itu malah tertawa dan semakin mendekat hingga akhirnya berhasil menyentuh Winter. Baru saja ingin berbuat macam-macam, salah satu pria berbadan tambun tersungkur. Tentu saja membuat pria yang satunya geram karena ada orang lain yang mengganggu kegiatan mereka. Ternyata ada seorang pemuda berhoodie hitam dengan celana pendek selutut yang tadi membuat salah seorang ambruk. Kini ia berhadapan dengan dua orang tidak mabuk itu setelah yang tadi jatuh berhasil bangun lagi.
Winter panik harus apa tapi segera berlari menjauh keluar gang menuju ke pos satpam di gerbang depan. Dia meminta bantuan satpam yang berjaga kemudian dua orang dari tiga satpam segera berlari ke arah gang. Mereka berhasil menghentikan dua pria mabuk yang tengah menghajar pemuda berhoodie. Setelah kedua pria diamankan oleh satpam, mahasiswi cantik itu menghampiri pemuda yang tengah bersandar pada tembok.
Badannya lemas bukan karena dipukuli tapi karena pria tadi ada yang bawa pisau dan mau menusuknya sesaat sebelum dua satpam datang bersama gadis yang tadi ditolong. Winter yang melihat pemuda itu lemas, bingung mau membawanya kemana. Tidak mungkin membawa ke rumahnya dan tidak tahu juga bagaimana caranya membawa ke rumah sakit karena ponselnya kan mati. Mana yang pemuda itu hanya diam ketika dihampiri. Tak mengatakan apapun dan tak bergerak sedikit pun.
"Duh, masnya kok diem aja? Mas masih hidup 'kan? Tadi belum sempat ditusuk 'kan? Mas? Ngomong atau gerak dong! Gua takut ini."
"Telponin abang gua!" lirih pemuda itu sembari menyerahkan ponsel kepada gadis di hadapannya.
Dengan segera, Winter menerima ponsel pemuda yang tidak diketahui bagaimana wajahnya. Karena kondisi di gang ini cukup gelap jadi dia tidak bisa melihat dengan jelas. Ponselnya tidak dikunci lantas segera mencari nomor kakak pemuda itu di WhatsApp. Kebetulan paling atas ada pesan dari Abang yang muncul menanyakan keberadaan adiknya yang belum pulang. Kemudian ia segera menelpon orang tersebut dan memberitahukan posisi saat ini.
"Nih hape lo!" ujarnya sambil mengembalikan ponsel yang diterima oleh pemiliknya dan segera disimpan kembali, "Lo kuat jalan? Kita tunggu di depan gerbang kompleks perumahan gua aja!"
Lelaki itu menggeleng lemah lalu berdiri perlahan, "Bantu gua jalan!" ujarnya singkat kemudian berpegangan pada bahu gadis yang lebih pendek darinya.
Keduanya berjalan sampai di depan gerbang kompleks perumahan. Kemudian duduk di bangku panjang yang ada di depan pos satpam bersama seorang satpam yang ditinggalkan kedua temannya karena mengurus dua pengacau tadi di kantor polisi terdekat. Winter terdiam mengamati wajah pemuda yang duduk di sebelahnya ini karena menurutnya tidak asing. Merasa pernah melihatnya sebelum ini tapi lupa pernah lihat di mana dan siapa dia.
Tak lama kemudian, sebuah mobil Mercedes Benz hitam berhenti di depan pos tersebut. Keluarlah seorang pemuda dengan pakaian serba hitam dan segera menghampiri mereka. Pemuda itu langsung berjongkok di depan lelaki berhoodie tadi. Tatapannya menelisik ke seluruh tubuh yang lebih muda dari kepala hingga ujung kaki. Sementara yang ditatap hanya diam dan menunduk dalam dengan tubuh yang bergetar.
"Kala, lo ngga apa-apa?" tanya pemuda berwajah sangar yang hanya dibalas dengan anggukkan kemudian ia menatap gadis di sebelah Kala, "Apa yang–loh Aristya?"
"Bang Nanda? Lo ngapain di sini, Bang?" tanya Winter terkejut melihat siapa pemuda yang baru datang ini.
"Lo yang ngapain kelayapan tengah malem, Ris?" tanya Ben bingung lalu melihat gadis itu dan Kala secara bergantian, "Kalian saling kenal?"
"Gua–"
Belum sempat Winter membalas, ia terkejut melihat pemuda di sebelahnya tiba-tiba ambruk. Untung Ben dengan sigap menahan tubuh pemuda kurus tersebut. Dengan segera dia menggendong tubuh yang lebih muda ala bridal style biar cepat. Dia menatap Winter sekilas sebelum berlari menuju mobilnya. Hanya berpamitan lantas segera pergi dari sana dan langsung menuju ke rumah sakit. Trauma Kala kambuh jadi harus segera ditangani.
"Ris, gua duluan ya! Kapan-kapan gua mampir ke rumah. Makasih udah ngasih tahu gua dan jagain Kala ya! Sampai jumpa!"
"Oke! Hati-hati, Bang Nanda!" Setelah kepergian mereka, Winter pamit ke satpam yang jaga lantas segera pulang ke rumahnya. Pasti besok pagi akan mendapat omelan dari sang ibu karena pulang terlambat sekali.
.
.
To Be Continue
Sorry for typo. Jangan lupa vomment! Sankyu^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Survive? [01 Line of Treasure]
FanfictionHanya sebuah kisah dari tiga pemuda yang berjuang melewati pahit manisnya hidup bersama-sama. Diselipi dengan kisah cinta masing-masing pemuda. Penasaran? Langsung baca aja. Jangan lupa tinggalkan jejak! Happy Reading!^^ 01 Line Treasure Friendship...