Lima

32 5 0
                                    

Di sela-sela jadwal kuliah, tiga sekawan kini sedang duduk di bangku kantin Fakultas Kedokteran. Mereka janjian makan siang bersama karena sudah lama tidak berkumpul bertiga. Sama-sama sibuk dan punya jadwal yang berbeda-beda membuat ketiganya jadi susah bertemu dua minggu belakangan. Makanya mencuri-curi waktu di sela jam kuliah seperti saat ini. Tiga pemuda itu meamng tidak bisa berpisah lama-lama.

"Hes? Makan dulu. Keburu dingin mienya. Kalau lo ngga mau, buat gua aja!"

Yang tadi melamun langsung bereaksi dan memukul tangan sahabatnya yang hendak mengambil mangkok berisi mie ayam, "Enak aja! Minggir!" ujarnya judes lalu segera memakan mie ayamnya dengan tidak santai.

"Makanya jangan ngelamun mulu! Lagian mikirin apa sih, Mahes?"

"Lo masih tanya?" tanya Mahesa galak sembari menatap tajam kawan seperjuangannya itu, "Lo lihat ini di depan gua ada siapa. Kenapa harus ngajak dia segala sih? Nafsu makan gua jadi berkurang, anjir!"

Sosok yang berada di seberang Mahesa hanya terkekeh pelan, "Tiva jangan marah-marah gitu. Kan Jay ngga salah."

"Berisik, Cantika! Dan jangan panggil gua Tiva!" ketusnya lalu lanjut memakan mie ayamnya dengan perasaan kesal.

"Gua minta maaf. Tadi dia ngintilin gua. Katanya siapa tahu bisa ketemu Pangeran Marmut."

"Anjing! Gua bukan marmut ya," ujar Mahesa semakin kesal karena ucapan salah satu sahabatnya.

"Udah, Hes. Jangan marah-marah mulu! Cepet makannya! Ntar lo telat!"

Dengan perasaan dongkol, Mahesa kembali fokus makan hingga makanannya habis. Kemudian ia segera menghabiskan es teh miliknya sebelum beranjak terlebih dulu. Benar-benar tidak betah lama-lama di sini karena kehadiran seorang gadis yang tidak pernah lelah mendekatinya. Berawal dari pertemuan mereka dua bulan lalu ketika ia menghampiri sahabatnya dan mengajaknya pulang bareng. Saat itu, Cantika Hinata Nararya baru selesai kelas bersama Kala dan katanya langsung jatuh cinta pada pandangan pertama ke Mahesa.

"Gua tunggu di parkiran, Jay! Duluan, Sa!"

"Kamu ngga pamitan sama aku?" tanya Cantika dengan wajah melas.

"No, thanks," sahut Mahes ketus lantas segera meninggalkan kantin.

"Pft–" Mati-matian Jay berusaha menahan tawanya demi menghargai kakak tingkat yang kini sedang merenggut kesal, "Ekhm! Jangan pernah menyerah ya, Kak Tika! Pasti nanti Mahes bakalan luluh kok. Iya 'kan, Sa?"

Kala mengangkat bahu acuh, "Ngga tahu, tapi jangan mundur. Usaha tidak akan mengkhianati hasil."

Jay mengangguk menyetujui lalu dengan cepat menghabiskan es kopi mochacino-nya kemudian pamit dan segera menyusul Mahesa, "Gua pergi dulu. Sampai jumpa, Kak Tika, Asayang!"

"Najis! Hati-hati! Jangan bolos lo! Inget masih ada satu kelas lagi!"

Pemuda sipit hanya mengacungkan ibu jarinya kemudian berlari ke arah parkiran sebelum sahabatnya ngamuk karena menunggu lama. Hari ini Mahesa hanya kelas sampai jam dua belas siang lalu jam satu siang harus ke akademi seni untuk mengajar tari. Sedangkan Jay masih kelas jam dua siang nanti makanya ia bisa mengantarkan kawannya yang kebetulan tidak bawa motor karena motornya masuk bengkel.

Setelah sahabatnya pergi, Kala menatap kakak tingkat yang masih duduk di sebelahnya sembari melamun. Sejenak ia melirik arloji yang melingkar di tangan kirinya. Ternyata sudah hampir setengah dua siang dan dirinya tidak ada kelas lagi setelah ini. Ingin rasanya segera pulang lalu merebahkan diri di kasur sebelum nanti jam tiga sore berangkat kerja. Namun, tidak mungkin main pergi saja meninggalkan gadis yang sedang galau di sini.

Survive? [01 Line of Treasure]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang