Ketiga pemuda tengah asik bersantai di ruang tengah sebuah apartemen. Ada yang sedang duduk selonjoran di karpet dengan punggung bersandar pada kaki sofa sembari mengerjakan tugas kuliah di laptop. Lantas di sebelahnya ada yang sedang rebahan seraya bermain ponsel dan menjadikan pahanya menjadi bantalan. Sedangkan satunya lagi sedang duduk di sofa tengah menonton film di Netflix sambil memakan keripik singkong keju. Sejenak pemuda yang sedang mengerjakan tugas meregangkan otot-ototnya yang kaku.
Hampir empat jam dia duduk sambil mengerjakan tugas di depan laptop. Tugasnya sendiri dan juga tugas sahabat baiknya yang saat ini masih ada di tempat kerja. Tenang saja, hal itu sudah biasa dan ia tidak mengeluh sama sekali. Sebenarnya, pemuda mungil itu sudah menolak tapi tetap saja kalah karena kedua sahabatnya memaksa. Tidak ada pilihan lain selain membiarkan mereka berdua mengerjakan tugas kuliahnya yang berbeda jauh dengan jurusan kedua pemuda keras kepala tersebut.
"Udah kelar belum tugasnya, Sa? Gue lanjutin sini yang belum," ujar pemuda yang tadi rebahan kini sudah duduk dan meletakkan ponselnya di atas meja.
"Tinggal bab terakhir. Kesimpulan dan saran tuh. Kerjain sana! Gua mau mandi dulu. Gerah."
Pemuda berbadan kurus segera beranjak dari tempatnya lantas masuk ke dalam kamar. Dia mengerjakan tugas dari jam satu siang dan ini sudah hampir jam lima sore. Jadi, ia mau mandi lalu salat Ashar juga karena tadi belum salat. Sementara pemuda yang tadi menawarkan diri untuk melanjutkan, sekarang sedang membaca makalah yang sudah dibuat. Karena untuk membuat kesimpulan dan saran harus paham dulu sama bahasannya. Setelah lima belas menit membaca dan memahami, dia segera mengetik kesimpulan yang didapat.
"Jay, emang otak lo nyampe ngerjain tugas Arkeologi?"
Jay melirik sekilas orang yang menanyakan dengan nada remeh barusan kemudian balik ngerjain tugas sambil membalas omongan yang lebih tua, "Nyampe lah, Bang. Nih ya, gue kasih tahu, Bang Jiun yang super duper julid. Ngerjain tugas Mahes gue bisa lah orang ada refrensinya kan tinggal kerjain aja. Lagian, gue bisa macem-macem ya. Bantuin lo di bengkel juga bisa. Ngoleksi degem juga bisa banget. Bantuin Asa memanfaatkan ATM Bang Ben juga sering. Kurang multifungsi apa lagi gue tuh?"
"Jadi babu gua coba, Jay. Entar gua jajanin es krim tiap bulan!"
"Anjir!" Jay tersentak kaget karena tiba-tiba ada suara lain yang menyahut lalu menampakkan diri di balik laptop sambil nyengir, "Astaghfirullah Bang Juna bersoda sekali. Udah kaya jurig aja tahu-tahu muncul."
Juna berdiri lalu menggeplak kepala Jay sebelum duduk di sebelah Jiun dan ikut memakan keripik singkong keju yang tinggal setengah toples, "Inget, Jay! Lo tuh titisan demon. Jangan nyebut segala!"
Daripada menanggapi pemuda koala itu, Jay memilih diam dan melanjutkan kegiatannya. Sesekali mengusap kepalanya yang habis dipukul karena rasanya cukup menyakitkan. Sedangkan Jiun tertawa saja mendengar ucapan kawannya lalu ngamuk pas toples keripiknya ditarik paksa. Jadilah double J kembali bergelut seperti beberapa hari lalu. Padahal mereka baru ketemu lagi setelah Juna mengurus pekerjaan di luar kota selama lima hari.
"Lama-lama aku bisa nyusul Mbak sama Ibu kalau lihat pemandangan kaya gini terus tiap hari."
"Eh? Jangan dong!" cicit Juna pelan lalu melirik Jiun yang juga meliriknya. Jiun berdiri lantas menarik tangan sahabatnya agar segera beranjak, "Udah ayo masak buat makan malam aja, Jun!"
Tak lama pemuda yang tadi pamit mandi pun keluar dari kamar. Melihat ada kedatangan pemuda lain dan kini masih ribut dengan pemuda satunya, ia menghela napas. Dia berjalan mendekati sahabatnya sembari mengucapkan satu kalimat panjang yang membuat Jiun dan Juna berhenti ribut. Mereka memilih bergegas kabur ke dapur untuk membuat makan malam. Tidak ingin membuat suasana hati pemuda yang lebih muda itu memburuk. Jay terkekeh melihat kedua pemuda tersebut kabur karena satu kalimat.
"Nah, udah selesai tugasnya. Tinggal print aja. Besok siap dikumpulin!" ujar Jay setelah selesai mengerjakan bab terakhir dan menyimpan file-nya.
"OK, thanks! Nanti biar Bang Ben aja yang nge-print. Gua males masuk ke kamarnya."
Jay mengangguk kemudian mematikan laptop milik Kala. Setelah itu keduanya hanya diam dan sibuk dengan pikiran masing-masing. Sejujurnya mereka sama-sama memikirkan tentang sahabatnya yang masih ada ada di tempat kerjanya yang lain. Tidak menyangka juga keluarga yang terlihat harmonis seperti itu akhirnya hancur. Menyisahkan luka yang dalam di hati pemuda mungil dan sang ibu. Mereka sebagai sahabat akan selalu berada di sisi sahabat baiknya dan membantunya sembuh dari luka perlahan.
"Sa, keluarga gue ngga akan hancur gitu 'kan?" tanya Jay tiba-tiba.
"Hmm?" Kala menoleh ke arah sahabatnya yang sedang memasang wajah serius, "Iya. Keluarga lo bakal baik-baik aja."
"Maaf. Bukan maksud gue menyinggung elo atau Eca. Gue cuma ngga mau kalian ngerasain luka lagi. Kita terluka jika sahabat kita juga terluka. Makanya gue ngga mau nambah luka lagi buat kalian. Lo udah punya luka yang besar. Begitu juga dengan Eca. Jadi, gue ngga mau luka kalian makin besar. Pengennya kehadiran gua dan keluarga gua di sini bisa jadi pengobat luka kalian meski sedikit. Ah, ada sahabat-sahabat kakak lo juga yang jadi penyembuh. Jangan ngerasa kesepian ya, Sa! Lo punya banyak orang yang sayang sama lo. Begitu juga Eca."
Kala tersenyum mendengar ucapan panjang kawannya kemudian mengangguk, "Lo, Eca, dan yang lainnya emang penyembuh luka gua. Terima kasih karena udah hadir di hidup gua, Jay. Gua ngga tahu kalau dulu lo sama Eca ngga jadi sahabat gua, mungkin gua udah ngga ada di dunia ini."
Keduanya saling melempar senyum lalu menepuk bahu masing-masing. Lantas suara pintu dibuka membuat mereka kembali memasang wajah biasa dan sibuk dengan kegiatan masing-masing. Kala menonton televisi sedangkan Jay kembali berkutat dengan ponselnya. Seorang yang baru masuk apartemen hanya melihat mereka sekilas sebelum masuk ke dalam kamar. Tidak ada niatan menyapa karena dirinya sedang emosi. Di kantor tadi ada karyawan yang kerjanya tidak becus dan membuatnya malu.
"Makan malam siap! Ayo makan, guys!"
Seruan dari arah belakang disambut dengan riang gembira oleh Jay yang langsung berlari ke meja makan. Ponselnya diletakkan begitu saja di meja padahal tadi belum selesai membalas pesan mbak crush. Sementara Kala hanya mengikuti dengan langkah santai di belakangnya. Keempatnya duduk di meja makan sembari menunggu kedatangan sang tuan rumah. Setelah lengkap, mereka berlima menikmati makan malam dengan tenang karena merasakan aura Ben sedang tidak bagus.
Selesai makan, Juna membereskan meja makan dan mencucinya bersama Jiun. Sedangkan Jay pamit pulang karena sudah malam dan belum mandi juga. Semetara Ben langsung masuk ke kamarnya untuk melanjutkan beberapa pekerjaan yang dibawa. Terakhir ada Kala yang pamit keluar untuk bekerja di minimarket 24 jam di depan gedung apartemen. Awalnya memang sempat dilarang, tetapi dia keras kepala jadi tiga pemuda yang lebih tua membiarkan.
.
.
To Be Continue
Sorry for typo. Jangan lupa vomment! Sankyu^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Survive? [01 Line of Treasure]
FanfictionHanya sebuah kisah dari tiga pemuda yang berjuang melewati pahit manisnya hidup bersama-sama. Diselipi dengan kisah cinta masing-masing pemuda. Penasaran? Langsung baca aja. Jangan lupa tinggalkan jejak! Happy Reading!^^ 01 Line Treasure Friendship...