Setelah pemakaman, orang-orang terdekat Mahesa berkumpul di rumah mendiang. Mereka menyiapkan keperluan untuk acara tahlilan nanti malam. Di sana ada Jay dan keluarganya, Kala, Winter, Sasha, Cantika, Ben, Juna dan adiknya, Jiun dan adiknya, serta beberapa tetangga yang dekat dengan keluarga. Semua bahu membahu untuk menyiapkan segala yang diperlukan karena memang hanya mereka yang mau membantu. Ayah kandung Mahesa pun tidak peduli, bahkan tidak datang ke acara pemakaman tadi siang.
Pemakaman memang langsung dilaksanakan setelah keduanya dinyatakan meninggal dunia. Pihak kepolisian sempat melakukan otopsi jenazah Anindita dan sudah dipastikan kematiannya disebabkan oleh racun sianida yang dicampurkan ke makanan. Begitu pula dengan penyebab kematian Mahesa yang diberitahukan oleh dokter di rumah sakit. Kematian mereka menyisahkan duka yang mendalam terutama untuk Kala dan Jay yang sudah lama berteman dengan Mahesa serta dekat juga dengan Anindita.
Kala sempat pingsan sebelum pemakaman dimulai karena kondisinya yang belum pulih usai alerginya kambuh. Dia melawatkan prosesi salat jenazah karena pingsan. Namun, pemuda itu tetap memaksa untuk ke pemakaman setelah sadar. Bahkan ia memaksa ikut turun ke liang lahat dan menguburkan jenazah Mahesa bersama Jiun, Jojo, dan Yoga–tetangga Mahesa yang dulu membawa Anindita ke rumah sakit. Selesai pemakaman pun pemuda datar tersebut memilih membantu persiapan acara ketimbang beristirahat.
Malam harinya Kala dan yang lainnya ikut acara tahlilan yang dipimpin oleh ayah Yoga. Acara dimulai selepas Isya dan berlangsung selama hampir satu jam. Satu per satu berpamitan pulang hingga menyisahkan Kala, Jay, Ben, Jiun, dan Juna saja di sana. Yang gadis-gadis sudah pulang terlebih dulu setelah membereskan tempat acara. Winter dan Sasha di antar pulang oleh Jojo dan Haidar. Sementara Cantika pulang diantar Daniel, kakak Jay yang memang sedang proses pendekatan.
Mahasiswi Kedokteran itu tidak berhenti menangis sejak mengetahui kabar meninggalnya sang pujaan hati. Perasaannya belum sempat terbalas, tetapi pemuda yang dicintainya sudah pergi terlebih dulu. Dia benar-benar terpukul dan sempat pingsan sebentar setela pemakaman selesai tadi. Tidak menyangka akan menjadi seperti ini. Kalau bisa memilih, ia ingin lelaki itu tetap hidup meski tidak membalas perasaannya. Baginya, tidak masalah jika ditolak dan diacuhkan, asalkan Mahesa hidup bahagia dan masih bisa dilihat.
Selain Cantika, ada Jay yang merasakan penyesalan mendalam karena tidak ada di saat-saat terakhir Mahesa. Andai saja setelah acara keluarga ia kembali ke rumah sahabatnya dan ikut menginap sampai hari Senin. Andai saja dia datang untuk ikut sarapan bersama dengan mereka. Andai saja dirinya tidak terlambat datang untuk mengecek kondisi kedua sahabatnya. Banyak kata andai yang muncul dipikirannya saat ini. Pikiran dan perasaannya benar-benar kacau sekarang sehingga tidak mampu menguatkan Kala.
Jay hanya diam di dalam kamar Mahesa bersama Jiun yang setia menemani sejak tadi. Keduanya tidak saling bicara karena sedang sibuk dengan pemikiran masing-masing. Jiun menjaga sahabat Kala itu agar tidak melakukan hal bodoh dan juga merenungkan kenapa nasib adik sahabatnya jadi seperti ini. Lagi-lagi menghadapi kenyataan pahit mengenai sebuah perpisahan dan kehilangan. Baru dua bulan ditinggalkan oleh kakak perempuannya, sekarang sudah ditinggalkan sahabat baiknya.
"Bang, takdir itu lucu banget ya? Bisa aja bikin skenario seburuk ini. Berasa dipermainin deh gua. Apa salah gua dan sahabat-sahabat gua sih? Kenapa kita harus ngalami hal buruk berturut-turut begini? Bang Jiun, gua pengen lulus bareng Kala sama Mahesa tapi kenapa Tuhan ngga ngijinin? Permintaan gua terlalu susah kah? Apa karena gua banyak dosa makanya ngga dikabulkan? Atau karena gua jarang ibadah? Makanya Tuhan marah sama gua, Bang?"
"Jay, dengerin gua! Tuhan bukannya marah sama elo. Tuhan sayang sama kalian makanya kalian dikasih cobaan seberat ini. Meski berat, Tuhan tahu seberapa kemampuan hamba-Nya. Tuhan ngga akan ngasih ujian yang ngga bisa diselesaikan sama hamba-Nya. Jadi, jangan bilang kaya gitu. Gua tahu ini berat buat lo, tapi coba buat ikhlas. Perlahan aja, Jay. Dan inget, lo ngga sendirian menghadapi ini. Ada gua, Ben, Juna, Kala, dan cewek-cewek itu."
"Bagusnya gua nyusulin Mahesa aja ngga sih, Bang? Dia pasti kesepian di sana kalau cuma sama bunda Anin. Lebih baik gua susulin dia dan nemenin dia di sana. Iya 'kan? Buat apa hidup kalau support system gua pergi?"
"Heh, sembarangan kalau ngomong! Ini kalau Mahesa dengar, pasti lo udah digebuk ya, Jay. Namanya hidup pasti ada yang datang dan pergi. Kita juga nantinya bakal pergi kalau udah waktunya. Jadi, lo ngga usah nyusul sebelum wakunya lah. Tunggu aja. Ntar juga lo bakal pergi dan mungkin bisa ketemu lagi sama Mahesa. Inget, lo ngga sendirian. Gua udah bilang ya tadi. Belum jadi budeg 'kan lo?"
Tidak ada jawaban dari Jay, tetapi terdengar suara tangis yang membuat Jiun langsung mendekat dan menarik yang lebih muda ke dalam dekapan. Berusaha memberikan kenyamanan dan ketenangan agar pemuda itu tahu bahwa dirinya tidak sendiri menghadapi semua ini. Masih ada orang-orang yang sayang dan berdiri di sampingnya untuk melalui ini bersama. Untuk saat ini, sebuah pelukan dan usapan lembut di punggung lebih berarti dibandingkan kata-kata penenang. Jadi, Jiun membiarkan Jay menangis sepuasnya dalam pelukan.
Di halaman belakang ada Ben dan Kala yang tengah duduk bersebelahan sembari menatap langit malam. Lebih tepatnya memandang bintang yang paling terang di atas sana. Kala masih ingat perbincangannya dengan Mahesa malam itu tentang bintang. Jadi ini yang dimaksud pemuda mungil itu, tetapi sang sahabat tidak menyadari pertanda yang diberikan. Bahkan ia juga mengabaikan perasaan gelisahnya sejak awal menginap di rumah sahabat baiknya itu. Ternyata benar memang terjadi hal buruk.
"Kala, coba buat ikhlasin perlahan ya? Doakan yang terbaik buat Mahesa. Dia pasti lagi ngawasi kita dari atas sana. Pasti bakal selalu jagain lo sama Jay dari jauh. Jangan nangis lagi! Mahesa ngga akan suka lihat lo sedih terus, Kal."
"Bang, kenapa orang-orang pada ninggalin Kala ya? Kala ada salah apa di kehidupan sebelumnya? Kenapa di kehidupan ini Kala menderita terus? Bukan sekali dua kali Kala harus merasakan pahitnya kehilangan. Ini yang ketiga kalinya, Bang. Apa nanti Bang Ben, Kang Jiun, dan Kak Juna juga bakal ninggalin Kala? Kalian juga bakal biarin Kala sendirian gitu?"
"Manusia pasti bakal kembali ke Sang Pencipta, Kal. Siklus kehidupan kan memang gitu. Lahir, hidup untuk bertumbuh dan berkembang biak, kemudian akhirnya kembali ke asal. Gua engga janji bisa hidup terus, tapi gua janji bakal hidup lama nemenin elo dan jagain lo. Sesuai dengan amanat dari kakak lo, Kala. Lo perlu inget kalau lo ngga ngehadapin ini sendirian. Ada gua, Jiun, Juna, Jay, Winter, Sasha, dan Cantika juga. Pasti bisa hadapin semua ini. Cuma perlu waktu aja. Pelan-pelan pasti bisa, Kal."
Tak ada respon yang diberikan, tetapi Ben bisa melihat bahu Kala yang bergetar. Tanpa banyak bicara, pemuda berwajah sangar menarik adik sahabatnya ke dalam dekapan. Dia mengerti seberapa hancur dan kacaunya pemuda yang lebih muda darinya sekarang ini. Jadi, ia akan membiarkan lelaki itu menumpahkan semua emosinya malam ini supaya lega. Besok, Ben akan memastikan bahwa Kala tidak akan menangis lagi seperti sekarang dan akan bahagia terus setelahnya.
Dari kejauhan, Juna memperhatikan kedua sahabatnya yang sedang menenangkan kedua pemuda yang tengah berduka secara bergantian. Kemudian ia memilih untuk duduk tenang di ruang tengah. Pikirannya melayang ke kejadian dua tahun lalu ketika Yoshi pergi meninggalkan mereka. Saat itu dirinya juga hancur, sangat hancur karena kehilangan sahabat terbaik yang sudah dianggap seperti keluarga sendiri. Tiba-tiba sekeblat pemikiran random muncul di kepalanya.
"Gimana kalau suatu hari nanti gua juga pergi ya? Nanti Haidar sama siapa? Papi pasti sibuk kerja mulu. Sebelum gua pergi, masih sempet lihat Haidar jadi pilot ngga ya?" monolognya yang tidak didengar oleh siapapun.
Semua sedang sibuk dengan pemikiran dan perasaan masing-masing. Juna dengan pikiran random-nya, Jiun yang sedang memikirkan cara menghentikan tangis Jay, Ben tengah memikirkan banyak hal termasuk masa lalu bersama ketiga sahabatnya dulu, Kala memikirkan tentang kehidupannya yang menyedihkan karena harus kehilangan berkali-kali, dan Jay sendiri memikirkan kehidupan setelah ini. Namun, satu hal yang sama-sama mereka pikirkan, kenapa harus berakhir seperti ini?
Selesai.
Akhirnya selesai juga book ini yey! Terima kasih buat yang selalu mengikuti sampai akhir. Terima kasih juga yang udah meninggalkan jejak. Kalau ada kesalahan dalam cerita atau ada perkataanku yang ngga mengenakan, mohon dimaafkan ya. Selamat berpuasa bagi yang menjalankan. See you di cerita selanjutnya. Bye bye~
KAMU SEDANG MEMBACA
Survive? [01 Line of Treasure]
FanfictionHanya sebuah kisah dari tiga pemuda yang berjuang melewati pahit manisnya hidup bersama-sama. Diselipi dengan kisah cinta masing-masing pemuda. Penasaran? Langsung baca aja. Jangan lupa tinggalkan jejak! Happy Reading!^^ 01 Line Treasure Friendship...