Sampai di rumah, aku melakukan kerja paksa seperti mencuci daging, buah dan sayuran untuk sarapan. Setelah semua beres, aku naik ke kamar dan berganti pakaian. Lalu turun ke dapur, aku melihat lelaki tampan ini berdiri asyik berbicara dengan ibuku.
"Bisa makan pedas, sayang?"
Sudah ada panggilan untuknya. Hey! Bajingan Tin, bajingan hidup, bajingan beracun, aku harus menyingkirkanmu. Kalau tidak, aku akan jadi yatim piatu.
"Dia bisa." aku menyambar, berjalan di antara ibuku dan lelaki tampan itu. Aku tidak akan pernah membiarkanmu campur tangan di antara kami berdua.
"Ibu tanya Tin, bukan kamu."
"Ai Tin makan sepertiku." sepertinya ibu tidak percaya, beliau malah bertanya pada si tampan untuk memastikan.
"Beneran, sayang?"
Aku melototi lelaki tampan itu karena jika kamu menolak, aku akan memenggal kepalamu dengan cangkul.
"Iya, Bu, saya makan seperti Gun." jawab lelaki tampan itu kepada ibuku sambil tersenyum, tetapi artinya terdengar agak menakutkan, atau aku terlalu memikirkannya?
"Baik, tunggu di ruang tamu ya, Ibu akan memasak."
Aku menatap ibuku yang berbicara manis kepada lelaki tampan ini dengan sangat antusias. Sebelum berbalik untuk meninggalkan dapur, Ibu memanggilku.
"Gun kasih camilan buat temanmu."
"Iya," jawabku singkat, lalu berjalan ke kulkas membukanya untuk mengambil semua makanan ringan yang ada di dalamnya. Membawakan ke lelaki tampan itu ke ruang tamu, "ini camilan."
Kulemparkan ke pangkuan lelaki tampan sebelum aku duduk di sofa sebelahnya. Dia mengerutkan kening dan mengambil beberapa camilan.
Tidak ada percakapan serius saat kami berdua sedang menunggu sarapan Ibu yang sekarang mulai tercium aromanya. Roti kukus kubelah dua dan kuberikan di sebelahku yang tampaknya sedang bermain game di ponsel sampai dia seperti tidak peduli.
"Roti kukus isi"
Aku melihatnya dan membuatku merinding, dia tombol jeda permainan dan menoleh untuk melihatku dengan mata yang sulit diprediksi.
Woy!
Lelaki tampan itu tidak mengambil roti dari tanganku untuk dimakan, tapi malah mendekatkan mulutnya ke tanganku dan menggunakan lidahnya untuk menjentikkan daging babi yang menempel di ujung jariku ke mulutnya sampai habis.
Merinding, merinding.
"Jorok," aku mengutuknya sebelum menyodorkan tanganku ke bajunya. Sial! Air liurmu ada racunnya atau tidak? Aku bangkit untuk memarahinya, tapi Ibu datang. Si tampan ini selamat.
"Makanannya sudah siap."
Ini adalah sarapan terbaik sejak aku membuka mata kepada dunia. Ibu seperti menjamu tamu lama. Di meja penuh makanan dengan tumis sayuran, cumi-cumi goreng dengan bumbu kari, babi goreng dengan bawang putih dan merica yang berjejeran.
"Cobain, nak." Ibu menoleh tersenyum pada bocah tampan itu. Dia tersenyum sebagai tanggapan dan mulai mencicipi. Aku melihatnya jadi kesal. Saat ia sedang makan, semakin aku kesal sampai aku tidak sengaja membuka mulut.
"Awas lebah masuk. Tutup mulutnya."
Ibu! Jangan memalukanku seperti itu.
"Apa?" aku memarahi dia yang sedang duduk di hadapanku sambil tertawa. Dia menggelengkan kepalanya.
Mengundang lelaki tampan ini ke rumah dengan alasan ingin mengenalnya. Aku sangat ingin berteriak pada Ibu bahwa dia bukan temanku.
"Di Kondominium sendirian nggak kesepian?"
"Kadang-kadang." kata lelaki tampan dengan senyum yang tampak polos. Benar-benar berbeda dari saat dia tersenyum padaku.
"Biarin Gun yang nemenin."
Oh, Ibu. Jangan seperti itu pada anakmu.
"Aku sibuk." Sergahku. Tapi apapun yang aku katakan, ibu pasti akan memaksaku. Aku tidak mau.
"Sibuk apanya? Setiap hari kamu hanya menonton kartun, buku tidak dibaca, tugas sekolah nggak dikerjain." omel Ibuku. Si tampan malah tersenyum.
Apa yang kamu tertawakan?
"Ibu minta kamu buat bantu ajarin Gun."
"Bisa, kan, nak?" Ibu menoleh dan bertanya pada bocah tampan itu. Aku memelototinya sepenuhnya seperti yang kulakukan di dapur dan berpikir bahwa kali ini mungkin akan mendapatkan hasil yang sama.
"Iya, bu."
Halo tampan, Kamu harusnya menolak.
"Terima kasih."
Ibu memberikan senyum manis sebelum lanjut membicarakan hal lain. Aku tidak punya argumen sama sekali. Bagaimana belajarnya dan rencana kuliah. Kalau aku masuk dalam percakapan ini, percayalah aku hanya akan jadi debu dibandingkan dengannya.
Selesai Ibu dan lelaki tampan mengobrol, aku sebagai pemilik rumah harus mengantarkannya ke depan rumah untuk dia pulang.
"Aku sampai sini aja." Kataku.
"Hm."
"Nggak usah datang ke rumah lagi." sebelum dia berjalan keluar, aku mengungkapkan niat yang jelas rumah putra satu-satunya Ibu tidak mau menyambutnya lagi.
"Kenapa?" sosok tinggi itu mengerutkan alisnya. Ada ketidakpuasan di wajahnya, tapi aku tidak takut.
"Aku nggak suka." kataku terus terang, sampai lelaki tampan itu membeku dan berbalik dan berjalan keluar pagar tanpa berbicara.
Mudah sekali. Tapi, ketika aku baru menutup pintu pagar, lelaki tampan itu berbalik dan tersenyum di sudut mulutnya dan mengangkat alisnya.
"Tapi aku suka, aku akan balik lagi ke sini." katanya dan naik taksi untuk kembali ke kondominium. Meninggalkanku berdiri, panas kepala, meneriakinya hingga suaraku serak.
Lelaki tampan, aku membencimu!
KAMU SEDANG MEMBACA
Pacarku Ketua OSIS
Подростковая литератураJudul asli: My President Karya: Pruesapha Terjemahan dalam bahasa Indonesia, nonprofit, hanya untuk hiburan. Tayang 2 Desember 2022 dengan judul "My School President"