Chapter 17: Kebaikan Lelaki Tampan

6.7K 613 5
                                    

Dua minggu lagi akan ada ujian tengah semester. Aku belum membaca satu buku pun. Pada awalnya malam ini lima sekawan dan Sound membuat janji untuk belajar matematika dan fisika di rumah Po. Tapi aku harus menolak karena bertabrakan dengan urusan menjadi bae si lelaki tampan, satu-satunya lelaki pintar di dunia yang dibicarakan. LOL. Dia menyuruhku untuk duduk dan menunggu di perpustakaan, yang merupakan tempat paling jarang aku kunjungi di sekolah. Jika tidak perlu, aku tidak pernah berpikir untuk datang.

Aku masuk dan duduk di meja ujung ruangan. Melihat ke luar koridor, masih tidak melihat lelaki tampan ini, jadi aku mengambil buku pekerjaan rumah dan buku teks lalu membacanya. Meskipun aku tidak pernah berpikir untuk melakukan ini. Ini karena di pagi hari diumumkan hasil skor sebelum ujian tengah semester di situs web, aku memeriksanya. Ini adalah kenyataan yang brutal dan menyiksa. Skorku sangat rendah. Secara keseluruhan, aku hanya melewati rata-rata. Mata pelajaran lain yang memiliki nilai sangat buruk terutama matematika dan sains.

Jadi depresi!!

Aku mengambil buku dan mulai membaca matematika. Ini adalah pelajaran yang sangat sulit tentang limit dan fungsi. Otakku gemetar. Semakin banyak aku membaca, semakin bingung. Makin bodoh sampai aku merasakan sakit yang tajam di pelipisku.

"Kenapa susah?" aku merutuk diri dengan lembut, menghela napas. Aku masih tidak bisa memecahkan soal ini. Aku melihat ini berhasil tapi akan gagal lagi. Dan mata pelajaran ini nilainya ketat, jika meleset dari tiga koma, dengan mudah dapat dua koma. Jika itu benar-benar terjadi, aku harus bekerja seumur hidup daripada kuliah seperti teman-teman lain.

Di sela-sela mencoret-coret dan menulis, memikirkan angka yang sama berulang-ulang sampai lembaran mulai menipis, seseorang berjalan untuk meletakkan buku di depanku. Aku menengadah, dia adalah lelaki tampan. Aku bersiap untuk membereskan buku catatan dan buku teks, lalu pergi ke kondominium, tapi dia meletakkan tangannya untuk menahanku.

"Kenapa?" dia bertanya padaku dengan suara rendah.

"Nggak apa-apa."

"Kenapa?" lelaki tampan itu tampak tidak percaya. Dia menanyakan pertanyaan yang sama, hanya nada yang dinaikkan.

Lebih dari ibu dan ayahku, pikirku.

Aku tidak menjawab. Dia hanya melihat buku catatanku di atas meja. Lelaki tampan itu mengangkat alisnya. Awalnya dia tampak bingung, tapi setelah beberapa saat dia mengerti. Lekas menghela napas sekali dan menarik kursi untuk duduk. Dia memaksaku untuk duduk di sebelah.

"Limit dan fungsi." gumam lelaki tampan itu sambil membuka buku catatanku.

"Iya."

"Kerjain ini." dia menunjukkan kepadaku soal dalam buku itu. Pertama kali angka itu muncul di mataku, langsung kugelengkan kepala, mengatakan tidak bisa.

"Bukan." aku dimarahi.

Aku terlahir untuk dimarahi kamu atau jadi pintar?

"Lihat ini." kemudian lelaki tampan itu mulai menjelaskan langkah demi langkah. Ada yang aku mengerti, ada yang tidak, tapi aku merasa dapat melihat bahwa aku terlihat lebih bertekad, sedikit berharap bahwa setelah ini aku akan menjadi sedikit lebih pintar. Meski hanya sepersejuta dari lelaki tampan itu.

"Dari mana bisa dapet angka ini?" aku bertanya kepada lelaki tampan tentang jawaban dalam soal yang tiba-tiba muncul.

Plak!! Kenapa kamu memukul keningku dengan pulpen? Sakit!

"Nggak ingat?" dia ingin memukulku lagi. Aku buru-buru meraih pulpen dan memegangnya sendiri sambil mengatupkan gigiku.

Oke! Coba pukul aku lagi! Aku akan memotong tanganmu.

Pacarku Ketua OSISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang