Bagian 2 : Part 3

170 13 0
                                    

Langit telah berubah, gelap tanpa awan mendatangi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Langit telah berubah, gelap tanpa awan mendatangi. Bintang bahkan terlihat jelas. Tapi cahaya benda angkasa itu agaknya masih kalah dengan semua lampu yang menyala di mansion. Mungkin saja jika seseorang mendatangi tempat ini di malam hari, bahkan dari jarak yang jauh sekalipun. Tempat ini sudah terlihat. Cahayanya benar-benar terang. Tempat ini sudah merebut begitu banyak perhatian orang hari ini. Dan saat malam tiba, hal itu jadi semakin bertambah. Merasa setiap hari, tidak ada hari untuk melewatkan orang-orang terpana.

Di dalam kamarnya, Liana duduk di atas salah satu sofa di pojok. Sibuk berkutik dengan ponselnya. Sejak setengah jam yang lalu mengirim form kekurangan dan kelebihan dari mansion yang tengah dia dan orang-orang tinggali. Sebenarnya tidak begitu sulit untuk menjabarkan apa yang dirasakan dan semua orang alami. Tapi dia kesulitan untuk menempatkan kata dan kalimat yang bagus. Maksudnya, dia yakin form ini akan sampai dan di baca langsung oleh Pak Bima, direktur muda, tampan dan kaya itu. Dia sudah sangat beruntung dapat menjadi salah satu peserta di acara Ini setidaknya dia ingin menunjukan jika dia layak menjadi peserta ini dengan kalimatnya yang sangat bagus. Juga pendapatnya yang tentu saja dia tambahkan beberapa hal sebagai pujian dari mansion mewah ini.

Jangan hentikan dia untuk mendapatkan uang jutaan itu. Kalau dia mau, dia bisa berkutik dengan ponsel dan menata semua kalimatnya malam ini. Tidak peduli hujan dan badai sekalipun.

Fica sendiri sedang berada di atas ranjang empuk itu. Ikut fokus dengan ponselnya. Membalas semua pesan yang datang atau juga mengsrcol sosial media. Ruangan itu sejak matahari mulai terbenam sudah sunyi. Dua gadis itu sibuk dengan kegiatan mereka. Lagipula mereka tidak ada hal yang ingin di bahas. Sebelumnya mereka sempat berbincang sebentar, entah itu mengenai siapa orang yang pertama mandi, ranjang mana yang akan di pilih, mereka juga sempat menonton televisi layar lebar di sana. Tapi lihat saja, sekarang benda itu di anggurkan. Menyala tanpa ada satu orangpun yang menonton.

Suara ketukan di pintu terdengar. Dua gadis itu sontak menoleh penasaan. Kemudian saling pandang. "Siapa?" Tanya Fica.

Liana mengangkat bahunya. "Tidak tahu. Mungkin anak kelas. Buka saja,"

Fica bangun agak malas-malas. Habisnya kasur itu selain empuk rasanya ada lem yang begitu lengket. Mengangkat tubuhnya dari sana butuh tenaga ekstra. Ketukan itu mengangu kenyamanannya. Begitu pintu terbuka, ada Ria yang berdiri di sana. "Eh, Ria? Kenapa?"

Liana melirik sedikit. Memastikan jika itu benar-benar Ria. "Kalian tidak baca grup? Kita semua harus berkumpul di ruang makan,"

Fica membulatkan matanya. "Eh? Grup? Grup apa?"

"Grup kelas. Jangan bilang kalian berdua tidak ada di sana," kata Ria curiga.

Fica menoleh pada Liana. Mereka berdua hanya bisa menutup mulut mereka rapat-rapat. "Aku sudah keluar dari grup setahun yang lalu," sahut Liana. Dia bangun, ikut berdiri di ambang pintu. "Kalau kamu?"

REUNI (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang