Bagian 3 : Part 2

121 15 0
                                    

Di depan anak-anak, tepatnya di ruang tamu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di depan anak-anak, tepatnya di ruang tamu. Wati dan Puspa tengah sekarat, napas mereka putus-putus. Luka di tubuh mereka semakin lama semakin parah, terutama Puspa. Luka bakarnya mungkin sudah pada tahap tingkat dua, kulitnya merah di sertai perih yang begitu tidak terkendali, di beberapa bagian muncul lelepuhan, bercak merah muda dan putih juga muncul dan area luka mengkilap. Lukanya mungkin tidak begitu luas, hanya di sekitar tangan, dada dan leher namun luka yang hampir melalap wajahnya itu yang paling parah, tapi itu juga alasan kenapa dia masih bisa bertahan.

Sementara Wati, telinga kananya yang sobek memperparah keadaannya. Telinganya hampir terlepas dari tempat yang seharusnya dan darah terus meluncur deras, Rahayu di sampingnya menekan luka terbuka itu dengan handuk putih yang sebentar lagi sepenuhnya merah. Tidak peduli tangannya terlumur darah, Rahayu hanya ketakutan bersama air matanya. Beberapa anak menjaga jarak, untuk beberapa orang darah jadi salah satu momok menakutkan terutama bagi Regina dan Hani. Mereka berdua duduk terpojok di sofa tamu, menghindari semua korban terutama Wati yang masih berjuang atas hidup dan matinya, mereka berdua sama-sama gemetar ketakutan di ujung sana. Makanya Julita, Hidup, Mala dan juga Adel berada di samping mereka, menjaga serta menenangkan mereka berdua.

Kini semuanya sudah hadir, kecuali Rizam dan Jujun. Semua yang hadir masih menunggu kedatangan keduanya. Anak-anak yang telat bangun masih kebingungan setelah mendengar apa yang telah terjadi. Mereka hanya bisa diam, melamun dan meratapi kematian teman-temannya. Kecuali Nando dan Denis, mereka dengan sigap meluncur mencari keberadaan Aera atau siapapun penjaga mansion untuk mengabari tentang kejadian ini. Beberapa anak perempuan tidak bisa berhenti untuk menangis, contohnya Ica, Dini dan Rasmi. Setelah kehilangan Disa dan juga Wardah, semuanya ikut berduka. Kepergian mereka bertiga sudah cukup untuk membuat seluruh orang kehilangan senyuman. Apa lagi mayat mereka bertiga sekarang berjejer di bawah lantai, tertutup gorden coklat yang Liana ambil.

"Ra! Sepertinya aku tidak bisa terus di sini," lontar Wati terputus-putus. Wajahnya sudah memucat, dingin dan biru. Dia jelas sudah kehabisan darah.

Rahayu mengeleng, mencoba tersenyum. Mencoba kuat dengan pemandangan tepat di hadapannya.  "Tidak, kamu pasti kuat, Ti. Sebentar lagi bus datang dan kita akan ke rumah sakit,"

Wati, menoleh ke tempat mayat tiga temannya di ujung sana. Walau agak tertutup oleh tangan Rahayu tapi dia jelas melihat pemandangan di sana, yang membuatnya tertawa getir. "Ra, kayanya aku harus ikut mereka,"

"Ti! Kamu kuat! Jangan bicara terus, darahmu semakin keluar kalau begini caranya," tegur Rahayu atau mencoba mengalihkan pembicaraan yang sangat menyebalkan itu.

"Semuanya! Setelah ini, kalian harus melupakan apa yang terjadi hari ini dan semuanya. Kalian harus hidup bahagia," ucap Wati. Anak-anak perempuan yang berada di dekat Wati semakin histeris menangis mendengar kalimat yang dia lontarkan. Terpaksa mengiyakan ocehan Wati di waktu sekaratnya itu. "Nanti sampaikan pada orang tuaku, kalau aku baik-baik saja."

"Kita semua akan baik-baik saja, kita semua dan kamu juga Wati. Kita bakalan bersama lagi, kamu akan sehat lagi. Semua mendukung kamu untuk terus bertahan. Aku yakin kamu bisa, Ti. Kamu---"

REUNI (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang