Bagian 4 : Part 3

83 12 0
                                    

Genangan darah telah membasahi lantai marmer di ruang tamu, pisau yang masih tertancap dileher dan Tiwi yang sudah tidak bernyawa di tempat yang sama dimana Tina tergeletak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Genangan darah telah membasahi lantai marmer di ruang tamu, pisau yang masih tertancap dileher dan Tiwi yang sudah tidak bernyawa di tempat yang sama dimana Tina tergeletak. Lantai itu sebelumnya sudah di bersihkan tapi tempat itu kembali kotor dengan sebuah kasus pembunuhan. Di tempat lain, genangan darah juga menodai sebuah kamar. Seprei putih yang menyelimuti ranjang telah berubah menjadi sebuah selimut merah darah. Di sana Pani telah tewas tertusuk di dadanya dengan mulut yang tersumpal dan kedua tangan dan kakinya yang terikat oleh tali.

Di hari yang baru ini, dua orang telah tewas. Dengan mengenaskan.

Di kedua tempat yang cukup jauh itu, anak-anak kehilangan kata-kata. Iyan, Vicky dan Rizam yang berada di kamar Pani bungkam. Memilih melihat ke arah lain untuk menahan rasa ngeri dan mual. Rizam, dia menghela napas begitu melihat Pani yang tewas di kamarnya sendiri. Memilih duduk di salah satu bangku di sana, dia lemas dan frustasi. Dini yang berada di ambang pintu melengos pergi karena rasa mualnya dengan Ica yang mengikuti meninggalkan wajah sedihnya. Rizam nampak telah kehilangan semangat, dia seperti tersadarkan oleh keyakinan tentang mereka tidak akan bisa selamat.

Sementara Mala, dia berada di depan kamarnya bersama beberapa anak-anak karena rasa shocknya. Sebagai teman sekamar dengan Pani dia sangat terkejut ketika mendapati temannya itu sudah terbunuh di sampingnya. Seluruh badannya gemetar, sejak dia menemukan Pani, tangisannya belum berhenti dan dia terserang rasa panik. Adel, Julita dan Tri berusaha untuk menenangkan Mala dengan berada di sampingnya. Tapi hal mengerikan selain Pani telah tewas adalah Mala sempat bersama sang pembunuh dan dia bisa saja menjadi saksi saat Pani tengah di bunuh. Hal itu yang membuatnya ketakutan setengah mati. Dan tentu saja merasa bersalah.

Setelah Iyan dan Vicky menutupi seluruh tubuh Pani dengan selimut, mereka keluar penuh dengan perasaan yang campur aduk. "Bagaimana sekarang? Sepertinya keadaan semakin buruk!" Tanya Julita. Gadis yang sebelumnya penuh dengan semangat dan banyak bicara, sekarang dia menjadi pendiam. Semua tekanan ini membuatnya hampir kehilangan kewarasan. "Tiwi juga tewas di ruang tamu. Sepertinya apa yang Pani katakan benar, ada pembunuh di mansion,"

Tri menyela dengan wajah ketakutannya. "Kalau benar memang ada pembunuh di mansion! Kita harus cepat pergi dari tempat ini, Rizam! Aku tidak ingin mati di sini. Aku masih ingat bagaimana Wati mati di depan mataku!"

"Aku juga! Aku masih ingin hidup!" Tambah Adel yang mulai menangis menggengam tangan Mala. "Mala hampir menjadi korban, jika kita tetap berada di sini. Tidak menutup kemungkinan kita selanjutnya!"

Keempatnya menangis ketakutan di bawah sana. Membuat ketiga laki-laki itu kehilangan kata-kata. "Aku tidak tahu," balas Rizam. Dia mengusap wajahnya, menghela napas berat. Iyan dan Vicky di belakangnya hanya bisa menunduk dengan wajah kecewanya. "Sebaiknya kalian antar Mala ke tempat lain untuk menenangkannya. Tidak baik terlalu lama di tempat ini. Kami akan coba cari cara agar kita bisa keluar dari sini,"

Mereka mengangguk paham. Dan mencoba membawa Mala dari sana dengan menuntun sembari saling memberi semangat. Setelah cukup jauh, ini bagi mereka bertiga untuk bicara. Seseorang harus menjelaskan tentang apa yang telah terjadi.

REUNI (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang