"Tolong, Ica! Bawa kami keluar dari sini! Kamu sudah memakan dagingku dan yang lain, kan!"
Tersentak begitu kuat, Ica bangun penuh dengan keringat. Wardah mendatanginya melalui mimpi, wajahnya seperti dia terakhir kali. Lehernya yang terluka karena pecahan ponsel mengeluarkan begitu banyak darah, membasahi pakainnya, merubahnya menjadi merah. Dia menangis begitu pilu dan memohon penuh kesedihan. Mimpi buruk ini begitu menyeramkan baginya. Dan rasa bersalah sangat menusuknya begitu dalam.
Dia bangun duduk untuk menenangkan diri, walau tidak yakin dia akan bisa tidur setelah ini. Wajah Wardah menghantuinya dan membuatnya terbayang-bayang. Dia tidak tahu apa ini adalah tanda bahwa Wardah begitu marah padanya karena dia telah mengurangi rasa laparnya dengan memakan mayatnya atau arwah Wardah sedang berkeliaran di mansion karena masih belum terima dengan kematiannya. Dia tidak tahu yang mana.
Air mata Ica mencuat sedikit, dia langsung seka cepat-cepat dan berhenti untuk menangis setelah sadar Rasmi dan Eka masih tertidur pulas. Tapi kebingungan mendatanginya, sosok Nuri dan Dini tidak terlihat di tempatnya. Bekasnya masih berantakan, itu artinya belum terlalu lama mereka berdua pergi. Ica yang penuh dengan pertanyaan dimana keduanya berada memutuskan untuk keluar dan mencari tahu sendiri jawabnya.
Dia juga membutuhkan udara segar untuk menghilangkan ketakutannya serta mimpi buruk barusan.
Melangkahi Rasmi dan Eka tanpa suara, dia keluar kamar menutup pintu tanpa pamit. Berjalan di lorong mansion seorang diri. Jika ini masih waktu dimana tudung hitam menjadi momok menakutkan, mungkin Ica sama sekali tidak akan melangkahkan kakinya keluar dari kamar. Tapi kini kondisinya sudah berbeda, dia berjalan menyusuri lorong sepi tanpa peduli apapun di sekitarnya. Rasa takutnya akan kematian kini telah hilang, bahkan mungkin dia lebih memilih mati daripada terus berada di mansion untuk melalui semua hal yang menguji mentalnya juga Wardah yang terus menghantui kehidupannya.
Ica berjalan tanpa ekspresi, wajahnya datar dan pikirannya kosong sepanjang jalan. Tapi dengan lancar dia sampai ke arah tangga. Turun perlahan, dia di pertengahan jalan berhenti ketika teringat tempat Wardah dan yang lain dulu tewas. Kejadian itu kembali terlintas begitu cepat. Teringat bagaimana dia begitu kerasnya menangis saat kepergian Wardah yang begitu cepat dan tragis. Dan itu kemudian menghilang, menyisakan lantai ruang tamu yang bersih. Ica menghela napas, melanjutkan turun ke bawah kembali pada tujuan awalnya.
Begitu dia sudah ada di ruang tamu, dia melihat sosok Dini dan Nuri di pinggir kolam. Keduanya berdiri persis dimana mereka berbincang tadi siang. Karena dia ingin ikut bergabung, tanpa ragu dia mendekat. Di jarak langkahnya tidak terlalu jauh, dia mendengar percakapan mereka berdua.
Yang tampaknya agak sensitif.
"Jadi, kamu mau aku mengungkit kenangan lama agar ini semua jelas?" Dampratnya keras.
Ica mengerutkan dahinya, bertanya-tanya apa yang sedang terjadi. Membuat dia terdiam di tempatnya. Memutuskan untuk menguping keduanya. "Aku tidak bermaksud begitu, tapi kita bisa bicarakan ini baik-baik. Kita adalah teman. Semua ini bisa di luruskan," ucap Dini halus.
KAMU SEDANG MEMBACA
REUNI (TAMAT)
Mistério / SuspenseSebuah undangan misterius datang ke tempat Liana. Undangan menginap di mansion mewah secara gratis. Awalnya dia pikir ini adalah lelucon. Namun, saat satu pesan datang pada ponselnya yang menjelaskan jika undangan itu adalah sungguhan. Dia memutuska...