KINI, benar-benar hanya sunyi yang menguasai. Seusai cerita perihal kejadian di koridor sekolah itu berakhir, baik Yazar maupun Kanis seketika tenggelam dalam kebisuan. Hanya membiarkan suara arus sungai dan desau muson kemarau saling sahut memenuhi gendang telinga.
Dingin. Yazar mengusap-usap lengannya sendiri guna menghangatkan tubuhnya yang mulai menggigil.
“Dasar ceroboh!”
Mengernyit bingung, Yazar putar manik cokelat mudanya ke arah Kanis. Ia tidak tahu bagian mana sikapnya yang menurut Kanis begitu ceroboh.
“Kenapa enggak pake jaket?” Kanis berdecak. Memperhatikan Yazar yang kini menghentikan kegiatan mengusap-usap lengannya. Alih-alih ingin merespons cerita Yazar perihal Harum, seluruh perhatian Kanis justru teralihkan oleh gerak-gerik Yazar. Laki-laki itu terlihat kedinginan.
Meski selalu terlihat kuat, Yazar itu begitu rapuh dan mudah sakit. Terlebih penyakit asma yang dideritanya memang agak parah. Diam di tengah-tengah udara dingin pasti hal yang tak baik untuknya.
“Mentang-mentang ibunya perawat, berasa enggak masalah kalau sakit-sakitan terus,” komentar Kanis.
“Gue buru-buru tadi.”
Satu jitakan mendarat mulus tanpa permisi di kepala Yazar. Namun, bukannya merasa tersinggung dengan hal itu, Yazar justru terkikik geli seraya mengusap-usap kepalanya.
Kanis memang suka seperti itu. Meski agak kasar, Yazar tahu kalau Kanis itu gadis baik yang selalu menyimpan perhatian pada teman-temannya, kendati tak ditunjukkannya secara eksplisit.Kanis mendengkus. Ia melepas jaket yang tengah dikenakannya. “Ini pake! Repot entar kalau asma lo kumat di sini.” Dihadapkannya jaket merah berpolet putih itu ke arah Yazar.
Yazar menatap Kanis tak yakin.”Pake aja, itu jaket punya Mika. Sekalian gue titip tolong balikin sama dia.” Mendengar kalau jaket itu punya Mika, akhirnya Yazar setuju dan mengenakan jaket itu. Lagi pula, menolak juga bukan pilihan.
“Sebenarnya hal wajar kalau Harum berubah jadi dingin. Tapi, kalau dia enggak kenal sama lo, gue yakin pasti ada yang salah.” Kanis memecah sunyi yang untuk beberapa menit tercipta.
Hela napas Yazar berembus, lelah kentara terdengar. “Gue emang pantes dapetin ini, kan? Pada akhirnya kalau gue harus dilupain kayak gini, itu balasan yang setimpal buat gue. Gue....”
“Enggak gitu juga sih, Zar.”
Yazar terdiam. Memutar bola matanya ke arah lain. Air yang mengalir deras di bawah kakinya adalah satu-satunya hal yang ia pandangi. Seandainya bisa, ia ingin menjadi seperti air. Mengalir bebas mengikuti arus. Tak perlu berbalik atau tenggelam.
Satu-satunya kenangan pahit yang selama ini menenggelamkan Yazar ke dalam lautan luka yang paling dalam hanya Harum. Ia bukan lagi menengok atau berbalik menuju masa lalu. Namun, memang sejak awal ia masih berdiri di sana, persimpangan masa silamnya yang berakhir penuh duka.
***
Masa lalu itu hebat, ya? Dia bisa membuat perubahan signifikan dalam diri seseorang. Positif mau pun negatif, benar, masa lalu yang menentukan.
Yazar ingin meyakinkan hati bahwa, “payung masa depan itu jauh lebih baik dari pada hujan yang membasahi masa lalu”. Namun, Yazar tidak tahu kenapa masih banyak orang yang larut bahkan tenggelam dalam genangan masa lalu itu.
Ini tak hanya tentang dirinya, tentang masa lalunya dengan Harum yang berakhir kelabu. Namun, juga tentang beberapa orang yang harus menderita lantaran catatan kelam di masa lampau. Orang itu adalah tema pembicaraan Sandi dan Dina—kedua orang tua Yazar—di pagi hari ini.
Yazar sebenarnya tidak ingin membahas ini. Bukan apa-apa, sudah hampir tiga tahun berlalu, tetapi kedua orang tuanya masih saja sering menjadikan pembicaraan ini sebagai penambah menu sarapan mereka di pagi hari. Yazar benci dengan hal itu. Terlebih apa yang mereka bicarakan adalah tentang Heris Fiansyah, kakak kandungnya sendiri.
Jadi, sebenarnya Yazar memiliki seorang Kakak, Heris Mahesa Fiansyah namanya. Dia adalah sosok yang luar biasa. Tak hanya di mata Yazar, tetapi juga di mata banyak orang.
Heris adalah seorang model dan bintang iklan sejak masih belia. Baru tiga tahun yang lalu ia ikut casting sebuah film dan terpilih menjadi pemeran utama. Semua orang bangga padanya termasuk Dina dan Sandi. Namun, keputusan Heris untuk menikah di usia muda kemudian pergi dari rumah dan tinggal di Bangkok membuat kedua orang tuanya begitu kecewa dan terluka. Terlebih, kala mengingat siapa wanita yang Heris nikahi.
Yazar tahu seberapa kelamnya masa lalu kakak iparnya. Namun, Yazar tidak suka jika kedua orang tuanya lagi dan lagi mengungkit masa lalu itu, terlebih itu di meja makan.
“Ayah, Ibu, Yazar berangkat, ya?” Selera makan Yazar tentu saja menjadi begitu buruk. Ia terpaksa meninggalkan separuh ayam goreng dan nasinya yang nyaris masih utuh di meja makan.
“Katanya hari ini abangmu pulang. Ayah akan mengambil tugas di luar dan mungkin Ibu akan menginap di rumah sakit.” Dina menjelaskan saat Yazar berdiri dari duduknya.
“Hm....” Hanya gumaman pelan yang Yazar lemparkan. Ia mencium tangan Dina dan Sandi bergantian sebelum berlalu meninggalkan mereka.
Untuk menghindari bertemu dengan Heris, Dina dan Sandi harus berpura-pura sibuk. Hal yang membuat Yazar begitu kecewa tentu saja. Kemudian Yazar ingat. Apa sebenarnya Harum juga berpura-pura lupa padanya hanya karena ia bagian dari masa lalu gadis itu?Bersambung,
Bandung, 19 Maret 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Memory
Teen FictionMurid baru itu bernama Harum Areta. Gadis super aneh yang sempat mencoretkan crayon penuh warna dalam lembaran hidup Yazar. Gadis yang selalu menempati ruang kosong dalam hatinya kendati gadis itu sempat hilang bertahun-tahun lamanya. Yazar tahu ada...