"TERIMA KASIH udah jadi teman yang baik buat Yazar selama ini. Tante harap apa pun yang terjadi sama Yazar saat kembali nanti, kalian tetap bersedia menerima Yazar, ya." Dengan penuh haru Dina menatap sahabat-sahabat putranya itu bergantian. Di saat malam terasa lebih dingin dari sebelumnya, mereka bahkan dengan senang hati ikut mengantar Yazar sampai bandara.
"Pasti, Tante!" Itu suara Mika. Seraya tersenyum lebar ia menarik tubuh Yazar untuk kemudian dirangkulnya. "Tante tenang aja. Kita pasti kirim doa sebanyak mungkin buat Yazar dari sini."
Senyum simpul Dina tersemat. Sebelum meninggalkan tempatnya guna memberi waktu untuk Yazar dan teman-temannya, Dina menepuk ringan bahu Yazar. Memberi isyarat kalau ia menunggu di tempat lain bersama Sandi.
"Thanks, ya, udah mau repot-repot nganterin gue sampai ke sini." Sambil sesekali melirik ke arah pintu masuk bandara, Yazar mendudukkan dirinya di antara Mika dan Ginan. Harum tidak datang mengantarnya. Sesuatu yang membuat hatinya gaduh sejak tadi. Rasa kecewa perlahan merambati sela-sela batinnya.Padahal ia begitu mengharapkan Harum saat ini.
Mencoba mengusir semua praduga negatif, Yazar kemudian memfokuskan seluruh atensinya pada Mika dan Ginan yang masih tampak diliputi aura kecanggungan. Harum benar, hubungan mereka tampaknya mulai retak. Jika tidak segera diluruskan, mungkin sebentar lagi akan pecah.
"Kalian kenapa gak saling tonjok aja?"
"Hah?" Kompak tanpa komando, Ginan dan Mika menatap Yazar. Tak langsung paham dengan kata-kata laki-laki pengidap asma itu.
"Kayaknya itu jauh lebih baik ketimbang diem-dieman, deh." Bergantian Yazar menatap kedua sahabatnya itu.
Baik Ginan maupun Mika tak lagi bersuara. Hanya diam seraya sibuk dengan kegiatan masing-masing. Mika pura-pura sibuk dengan gadget-nya sementara Ginan memilih untuk mengamati keadaan bandara yang masih dipenuhi banyak pengunjung, kendati malam mulai larut.
Mereka bukan tak mendengarkan Yazar. Hanya saja, keduanya sama-sama tidak tahu bagaimana cara menjelaskan semuanya pada Yazar, terlebih itu Ginan. Ia sendiri tidak paham kenapa Mika tiba-tiba saja membentangkan jarak di antara mereka. Sampai kemudian ...
"Gue lihat lo sama Kanis malam itu, Nan."
... tiba-tiba saja Mika bersuara. Memecah sunyi yang sempat tercipta.
Tak hanya Ginan, Yazar turut mengernyit mendengar pemaparan Mika.
"Seingat gue, lo sama Kanis enggak pernah seakrab itu. Bahkan yang gue tahu, lo itu enggak pernah suka dengan Kanis. Tapi, malam itu di depan minimarket gue liat kalian duduk berdua. Lo bahkan kasih dia es krim. Kalian keliatan dekat banget."
Suara decakkan Ginan sesaat menarik perhatian Yazar. Laki-laki minim ekspresi itu mengusap kasar wajahnya sebelum akhirnya tawa sarkastik mengudara dari balik mulutnya. "Jadi, itu alasannya?" Dilemparkannya tatap sengit ke arah Mika.
Yazar juga bahkan tidak menyangka kalau alasan persahabatan mereka nyaris retak adalah Kanis. Orang yang tak tahu kapan bisa dilihatnya lagi.
"Sebelum Kanis mutusin buat pindah ke Bandung, dia ngajakin gue ketemuan di tempat yang sama." Tak hanya suara Ginan yang terdengar sinis, apa yang ia paparkan pun membuat tangan Mika seketika terkepal. Menahan marah.
"Lo ..."
"Dia bilang, hal terberat yang harus dia tinggalkan adalah lo. Dia sebenarnya bisa tetap tinggal di sini. Tapi, sikap childish lo yang akhirnya membuat dia memutuskan untuk pergi jauh dari lo."
"Lo harusnya enggak gampang ngambil kesimpulan, Mik," nasihat Yazar.
Hela napas panjang Mika embuskan. Memang, sikapnya yang selalu mudah mengambil kesimpulan tanpa bertanya terlebih dahulu telah merusak segalanya. Harusnya ia mau mendengarkan penjelasan Kanis waktu itu. Bukan malah menghindar dan terus dikuasai pikiran negatif. Kini semuanya sudah terlambat. Kanis, gadis yang paling dicintainya, sudah tidak ada lagi di sisinya. Dan, ia sendiri yang telah membuatnya pergi.
"Pokoknya ... kalian yang akur, ya?" Yazar bangkit berdiri tepat ketika suara pengumuman keberangkatan pesawat yang akan dinaikinya terdengar. Dari jauh Dina dan Sandi tampak melambai ke arahnya. Sebentar ia memberi pelukan singkat pada dua temannya itu.
"Stay strong!" Bisik Ginan dan Mika kompak.
Yazar mengangguk seraya tersenyum lebar. Senang mendengar Mika dan Ginan kompak kendati itu tanpa disengaja. Kembali Yazar menatap pintu masuk bandara sebelum berjalan menghampiri Sandi dan Dina.
Masih tak ada. Harum benar-benar tidak datang, padahal untuk terakhir kalinya ia ingin melihat gadis itu. Dengan lunglai kemudian Yazar berjalan menghampiri Dina dan Sandi.
"YAZAR!"
Terkesiap, sontak Yazar berbalik. Senyumnya seketika merekah melihat siapa yang baru saja berlari tergopoh-gopoh ke arahnya.
Harum ....fin
Bandung, 15 November 2022...
Ini sampai di sini saja, yaaa...
Pernah ada rencana bikin sesi 2 buat cerita ini, tapi belum kesampaian juga. 😭Tapi, nanti ada epilog, kok.
Setelah ini, sebelum fokus sama cerita Rumit, saya mau fokus sama si ganteng di bawah
Faran Raefal.
Boleh mampir buat kenalan di cerita
Makasih yang udah ngikutin,
See you again di story sebelah ya?...
Oya, cerita Last Memory ini ada versi cetaknya. Bisa dipesan di online shop @guepedia yaa...
Big Love ❤️
Nia Sumiati...
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Memory
Teen FictionMurid baru itu bernama Harum Areta. Gadis super aneh yang sempat mencoretkan crayon penuh warna dalam lembaran hidup Yazar. Gadis yang selalu menempati ruang kosong dalam hatinya kendati gadis itu sempat hilang bertahun-tahun lamanya. Yazar tahu ada...