Babak #5

396 30 2
                                    

HANYA tinggal lima langkah lagi untuk sampai di depan gerbang sekolah saat Yazar tiba-tiba saja menghentikan pergerakan kakinya. Ia langsung mencoba mengingat barangkali ada sesuatu yang ia lupakan, sehingga ia harus bertemu … tidak! Yang tepat itu, ditemui oleh seorang gadis dengan atribut SMP lain di depan gerbang sekolahnya sepagi ini.

Yazar sebenarnya bukan orang yang dingin, ia sangat ramah dan hangat kepada siapa pun. Namun, entah kenapa ia tidak ingin menebarkan kehangatan apa pun pada gadis ber-name tag Harum Areta itu. Saat mereka saling berkirim SMS dua hari yang lalu, Yazar punya banyak alasan untuk menolak pertemanan yang gadis itu tawarkan.

Selain karena sudah jelas Harum tak tulus mengajaknya berteman, Yazar juga tidak ingin berurusan dengan fans kakaknya yang selalu ribut dan berisik. Dan juga, tentu saja, Yazar masih tersinggung dengan ejekan gadis itu. Memangnya, siapa yang suka dibilang orang kuno hanya karena ia masih menggunakan Nokia jadul?

Hela napas lelah Yazar mengudara. Berniat untuk tak memedulikan kehadiran gadis itu, Yazar melanjutkan langkahnya dengan mantap memasuki gerbang sekolah. Lagi pula, urusannya dengan Harum sudah selesai sejak ia menambahkan ID LINE si gadis bermata sipit itu sebagai teman kakaknya.

“Dia bahkan enggak baca semua chat gue,” celetuk Harum begitu selangkah Yazar melewati dirinya. Ia tersenyum lebar saat kata-katanya berhasil menghentikan langkah Yazar. “Selama dua hari gue chat dia, tapi enggak ada satu pun pesan gue yang dia baca.”

“Gue lagi enggak mood denger curhatan orang pagi-pagi gini. Serius!”

Harum mencekal tangan Yazar yang hendak kembali melangkah lebih jauh memasuki gerbang. “Ayo, kita berteman,” cetusnya selagi Yazar berusaha menepis cengkeraman tangannya.

“Enggak mau.”

Harum mengerucutkan bibir spontan. Namun, selang beberapa detik, gadis penyuka warna ungu itu tersenyum dengan sangat lebar. “Pokoknya, mulai sekarang kita ini teman!” tegasnya sambil menepuk-nepuk pundak Yazar. Lantas, tanpa ingin mendengar respons apa pun dari Yazar, ia berlalu meninggalkan Yazar yang hanya bisa mematung di tempatnya.

Demi semua cokelat yang tadi pagi Heris tumpuk di laci meja belajarnya, Yazar tidak menyangka akan bertemu dengan gadis aneh macam Harum dalam hidupnya.

“Nanti kita SMS-an lagi. Oke, teman?!” Harum membalikkan badan dan melemparkan senyum terbaiknya ke arah Yazar. Kemudian, dengan langkah pendeknya ia kembali menggerakkan kaki meninggalkan laki-laki itu.

Yazar tertegun. Melihat senyuman manis yang tergores sempurna di balik bibir ceri Harum barusan, membuat sesuatu bertabuh dalam dadanya. Dia semanis cokelat ternyata.

***

Aneh.

Sejak kejadian di depan gerbang tadi, Yazar tidak bisa berhenti memikirkan senyum manis Harum. Rasa-rasanya, ia belum pernah berada dalam situasi seperti saat ini. Jika ini sebuah drama, mungkin adegan itu——adegan Harum tengah berbalik dan tersenyum manis——sedang diputar berulang-ulang saat ini.

Ia sudah berusaha mengusir pikiran itu sejak pulang sekolah tadi. Dari mulai mengerjakan soal matematika, menonton ulang film Karate Kid, memutar lagu hip-hop dengan volume penuh, sampai mengganggu Dijah, pembantu rumah, yang tengah sibuk memasak di dapur. Namun, ujung-ujungnya bayangan Harum kembali mampir dalam benaknya.

Sial!

Yazar melirik ponselnya yang tergeletak asal di atas tumpukan novel. Diam-diam ia memang menunggu SMS dari Harum sejak tadi, walau sesekali ia menyangkal hal itu. Namun, sejak tadi ponselnya tak bergetar sama sekali.

Kesal, Yazar membuka laci meja belajarnya. Mengambil salah satu cokelat di sana. Heris sengaja memindahkan cokelat-cokelat itu ke kamar Yazar saat tahu kalau Dina akan menggeledah kamarnya sepulang kerja nanti.

Last MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang