BAB 18 [Patah Hati Fani]

90 15 0
                                    

Helaan napas bosan tanpa suara keluar dari mulut gadis itu, ia yang bosan itu mencoba mengalihkan perasaan tidak enaknya dengan menatap kertas ujiannya yang terisi penuh dengan coretan tulisan tangannya.

Ia melirik Karin yang duduk bersebelahan dengannya yang nampak serius membaca soal ujian hari ini.

Jingga tidak menyangka ini bisa terjadi, gadis itu bisa bersebelahan dengan sosok gadis yang ditaksir oleh Iqbal. Tuhan memberinya inisial nama yang dekat dengan inisial Karin, membuat Jingga harus bersikap seolah tidak terjadi apa-apa walau dalam hatinya ia merasa sesak di dada saat membayangi Iqbal dan Karin sangat intens akhir-akhir ini.

Mata Jingga beralih pada punggung Fani yang tak kalah serius dari Karin.

SRKKK!

Bangku gadis itu tiba-tiba sedikit tergeser membuat kelas yang sunyi langsung berisik. Jingga menggigit bibirnya merasa tidak enak hati, ia tersenyum canggung memandang semua teman-temannya yang tertuju ke arah Jingga.

"Lo udah kelar?" Pertanyaan itu terdengar dari sebelah Jingga, gadis itu menoleh dan mengangguk pelan.

Karin terkekeh. "Gue juga."

Jingga hanya membalasnya dengan senyuman, lalu menghindar tatapan Karin yang mengarah ke arah dirinya.

"Lo deket sama Eno?"

Jingga menoleh cepat dan mengangguk.

"Artinya lo juga deket ya, sama Iqbal?"

Dengan semangat Jingga menganggukkan kepalanya. "Iqbal temen smp gue," jawab gadis itu.

Karin terdiam, lalu tersenyum pada Jingga. "Keren, ya." Gadis itu terkekeh setelah mengatakan itu dan kembali fokus pada ujiannya.

Jingga yang merasa canggung memilih kembali untuk berpaling. Jingga merasa atmosfer tidak enak akan berlangsung lama.

Karin mendongak menatap Jingga yang nampak gelisah, ia tersenyum lagi seraya berujar, "Selama itu bisa dihitung deket?"

"Gue gak deket, karena dia -"

"Gue baru kenal Iqbal aja bisa ngejalanin dari sekadar teman," potong Karin.

Jingga yang mendengarnya diam dan menatap Karin dengan ekspresi terkejut. "Gue gak paham arah omongan lo," ucap Jingga.

"Gue mau minta lo berhenti untuk suka sama Iqbal, karena gue miliknya."

***

"Karin kayaknya mau ngibarin bendera perang sama lo, Je." Jingga yang sedang menikmati keindahan lapangan sepak bola tertawa kecil, ketika Eno yang di sampingnya menanggapi ucapannya dengan kalimat itu.

"Ada yang lucu sama omongan gue?"

"Gak ada. Gue cuma mikir ...." Jingga terdiam. "Mau seberapa banyak dinding di sekitar Iqbal gak akan buat gue takut."

"Gue udah lewat badai lebih besar dari ini," lanjutnya menoleh pada Eno.

Eno memilih merapatkan bibirnya dan mengambil ponselnya di saku dan tersenyum pada Jingga.

"Mau foto bareng?"

"Bayar dulu," balas Jingga, membuat bibir laki-laki itu mengerucut marah.

Jingga kembali tertawa dan meraih ponsel Eno, gadis itu menoleh pada Eno yang hanya diam saja.

"Jangan diem aja, senyum dong!" suruh gadis itu.

Eno mengangguk dan tersenyum menatap kamera, lalu beralih menatap wajah Jingga dari samping membuat gadis itu berhenti memotret.

Hey! I Just Want You!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang