Seulas senyum tulus dari wajah gadis itu terabaikan oleh laki-laki yang menahan tumpuan tubuh gadis itu.
Iqbal melepaskan tangannya, membuat Jingga hampir saja terjatuh ke tanah, jika tangannya itu tidak meraih lengan Iqbal.
"Gue gak minta lo masang kealayan ini buat dukungan kelas gue lomba."
"Kenapa? Emang gue perlu izin dari lo?"
"Kurang yakin. Emang ada orang yang lo taksir di kelas MIPA satu selain gue?"
Mendengar itu mata Jingga lurus, ia bingung.
"Gue kan, suka sama lo. Jelas-jelas, buat lo. Kalau perlu surat itu jadi saksinya!" Gadis itu berusaha menjelaskan.
"Berarti otak lo gak dipake."
"Gimana, sih, Bal? Gue bingung."
"Gue gak ikutan classmeeting dan itu percuma buat waktu lo yang gak guna itu."
Jingga mengerucutkan bibirnya dan tersenyum lebar. "Gak apa-apa, kali, gue bisa dukung Eno."
"Serah." Iqbal hendak melangkah pergi, namun laki-laki itu langsung berhenti, ketika lengannya masih dipegang Jingga tanpa sadar.
"Jangan modus," peringat Iqbal, membuat Jingga cengengesan. Gadis itu menatap ke bawah, menatap sepatu putih yang ia kenakan itu kemudian mendongakkan kepalanya lagi untuk berbicara.
"Bal, gue tahu, lo belum pacaran sama Karin. Tapi, lo pikirin lagi, ya."
"Gak," tolak Iqbal.
"Lo gak ada hak buat gue mikir."
"Tapi, Bal."
"Jangan mulai, gue sama lo cuma temen angkatan jangan seolah lo temen hidup gue."
"On process, Bal."
Jingga tersenyum, membuat Iqbal mendesis kesal.
"Bongkar abis, gue taunya ini bersih!" tunjuk Iqbal, ketika melihat beberapa banner terpasang menyemangati dengan nama Iqbal.
Jingga terkekeh. "Beresin sendiri, gue ke kelas dulu."
Gadis itu langsung berlari, membuat Iqbal geram, ia menatap orang-orang yang menatapnya dengan tatapan menggoda. Jingga benar-benar membuat harga dirinya terinjak-injak.
Iqbal mengarahkan pandangannya ke sekeliling, tapi tidak menemukan Eno sejak istirahat pertama, dirinya ingin meminta tolong kepada temannya itu untuk membereskan ini. Jika, Karin melihatnya akan menjadi masalah besar bagi Iqbal.
Dia tidak ingin Karin kembali memikirkan tentang Jingga yang selalu berusaha mendekatinya.
Salah satu teman sekelasnya mendekat.
"Terima aja, Bal. Jingga gak terlalu buruk buat jadi pacar lo."
Sialan.
***
"Bal, kamu di mana sekarang?"
Iqbal yang hendak berjalan keluar pasar menuju ke parkiran motor, menatap ponselnya yang menampilkan balon chat dari Karin.
Ia hanya membacanya, laki-laki itu berniat untuk menyelesaikan pekerjaannya sebelum menemui Karin.
Ada beberapa keperluan pesanan ibunya yang harus ia antar.
Iqbal memasukkan ponselnya di saku dan memakai helmnya, tapi dirinya berhenti, ketika menemukan satu gadis sudah berdiri di depannya sambil menyengir.
"Eh, Iqbal!" sapanya.
"Kebetulan gue sama lo ketemu di sini, apa emang ditakdirkan Tuhan selalu sama-sama, ya?"
"Ngapain lo di sini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hey! I Just Want You!
Ficção AdolescenteLelucon gila terus saja datang mempengaruhinya untuk berhenti pada satu hal yang ia perjuangkan selama ini. Tapi, baginya satu nama yang ia simpan dan jaga dengan baik adalah segalanya yang harus menjadi milik Jingga. Segala yang paling banyak memba...