Untitled Part 7

1 0 0
                                    

hari dengan cepat berganti. Matahari tiba-tiba saja sudah tinggi dan itu artinya Migi harus cepat-cepat pergi untuk bekerja. Tubuhnya sudah remuk redam akibat kerja rodi ditambah lagi kekurangan makan membuatnya jadi gampang kelelahan.

Alas tikar kumal yang terhampar di atas lantai tanah gubuk tua sudah dilipat rapi oleh Migi. di sebelahnya tergeletak buntalan kain berisi baju-bajunya yang sedikit. Migi menghela nafas. Untuk makan saja dia kesulitan, bagaimana caranya dia bisa membeli baju yang baru? Terlebih lagi, bagaimana caranya dia bisa pulang?

Migi: sudahlah, sekarang saatnya pergi bekerja. Aku harap Tuan Mokade menaikkan gaji.

Baru saja dia melangkah keluar, sandal daun palemnya putus.

Migi: haah... baiklah, sabar saja Migi. sandal palem memang mudah rusak.

Dia menyimpan sandal rusak itu di antara tumpukan daun-daun kering dan ranting agar bisa digunakan untuk kayu bakar nanti malam.

Migi: saatnya ganti sandal baru, syukurlah aku masih punya satu lagi.

Di jalanan dia bertemu dengan para pekerja lainnya. tumben sekali mereka masih berkerumun di tengah jalan padahal sudah waktunya bekerja.

Warga1: kita harus mengadu bersama-sama!

Warga 2: iya, kita tidak boleh membiarkan ini terus terjadi!

Warga 3: betul! Kemarin saja sekeluarga sudah meninggal. Kalau kita tidak bergerak, besok-besok pasti giliran kita!

Migi bertanya-tanya, ada apa lagi ini?

Warga 4: (melihat migi yang menghampiri kerumunan) Eh, Migi!

Migi: ya, Tuan? Kenapa Tuan-Tuan belum berangkat bekerja?

Warga 4: Migi, kita akan pergi ke bangunan utama rumah Tuan Mokade untuk memintanya agar memberi bantuan kepada kita. kau lihat kemarin ada satu keluarga yang meninggal kan? Masalah kelaparan dan kemiskinan ini sudah semakin berbahaya. Jadi kita harus menemui Tuan Mokade!

Warga 5: kau harus ikut juga, Migi. semakin banyak orang semakin bagus!

Warga 4: iya, kau juga harus ikut!

Migi: baiklah, mari kita temui Tuan Mokade

Kompleks bangunan keluarga Pejabat Mokade cukup luas. Rumah utamanya dihuni oleh Tuan Mokade dan istrinya beserta dua anaknya yang masih kecil. Saudara-saudara Tuan Mokade juga tinggal di kompleks itu, namun di rumah yang lebih kecil. Lagipula Tuan Mokade hanya memiliki dua saudara. Saudaranya yang nomor dua diberikan pekerjaan sebagai kepala penanggungjawab gudang bahan pokok, sedangkan adik bungsunya menjadi kepala penanggungjawab pengelola pertanian.

Di depan rumah utama terdapat halaman yang luas, di halaman itu dibangun sebuah tower 4 lantai yang bisa digunakan untuk melihat pemandangan. Tuan Mokade sangat menyukai bangunan itu.

Gerombolan warga akhirnya sampai di gerbang kompleks bangunan Tuan Mokade. Kompleks itu selalu dijaga oleh puluhan penjaga.

Seorang penjaga gerbang menatap tajam ketika para warga sampai di hadapannya. "Hei! Mau apa kalian kemari? Bukankah kalian harus bekerja di ladang??" hardiknya ketus.

"Kami ingin menemui Tuan Mokade,"

"Menemui Tuan Mokade? Kenapa harus membawa orang satu kampung?? Kalian harusnya bekerja dengan giat! Bagaimana kalian bisa mendapat upah yang layak kalau kalian bermalas-malasan??"

Para penjaga yang ada di dalam gerbang mendengar kasak-kusuk di luar pun penasaran.

"Ada apa ini? Kenapa ramai sekali?" Tanya penjaga yang muncul dari dalam.

Autumn Momiji RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang