Tamu-tamu Rasya dan Cassie sudah pulang selain Angkasa dan Maya yang masih tinggal di sana. Sebetulnya Maya ingin cepat-cepat kembali ke apartemennya, namun Angkasa masih berdiskusi panjang dengan Rasya. Mau tak mau, Maya terpaksa menunggunya.
Ponsel Angkasa bergetar, saat dia menjawab panggilannya, wajahnya tiba-tiba saja berubah keruh.
"Papa minta aku datang sekarang," jelasnya setelah menutup telepon. "Maya, kamu mau menunggu di sini sebentar? Aku gak akan lama, kok," tambahnya lagi.
Maya mengangguk walau sebetulnya dia tak yakin apakah akan nyaman menunggu Angkasa dengan kakak yang baru saja dikenalnya.
Angkasa bangkit setelah mencium pipinya. Berpesan ke Cassie untuk mengajak Maya makan malam jika dalam satu jam dia belum kembali.
Sepeninggal Angkasa, Rasya pun undur diri ke ruang kerjanya. Dia bilang ada yang harus dia kerjakan sehingga hanya tinggal Maya dan Cassie di ruang keluarga.
"Aku mau ambil apple pie. Mau ikut?" usul Cassie.
Karena tak ada pilihan lain yang lebih menarik, Maya mengikuti Cassie ke dapur.
Cassie memotong-motong satu loyang besar pie apple yang terlihat sangat lezat dan memberikannya ke Maya.
"Makan di sini aja ya," ucap Cassie yang sekarang sudah duduk di stoll kitchen island. Dia menambahkan whipcream di pie-nya kemudian melahap satu potong besar kue. "Ini favoritnya Rasya...." jelasnya tanpa diminta.
Maya mencoba sesuap dan berpikir, pantas saja Rasya suka. Rasanya benar-benar enak. Dia mengambil satu suapan besar lagi. Lalu nyaris tersedak saat Cassie menambahkan. "Apple pie ini buatan Rein."
Melihat Maya terbatuk-batuk, Cassie bergegas mengambil segelas air dan memberikannya ke Maya lalu menepuk-nepuk punggungnya setelah Maya bisa bernapas lagi. "Maaf kalau aku merusak kesenangan," ucapnya dengan kerlingan mata jahil.
"Aku tahu kalau Rein memang pandai memasak," ucap Maya yang entah kenapa merasa kesal sendiri.
"Oh, memang... percayalah, Rasya tak henti-hentinya memberitahuku soal itu."
Tak mengerti akan ucapan Cassie, Maya menatapnya meminta penjelasan.
Tersenyum, Cassie memberitahu kalau Rasya pernah tinggal satu rumah dengan Rein selama 4 tahun lebih saat mereka kuliah di Tokyo. "I've been in your shoes, Maya...."
"Maksudnya?"
"Kita sedang membahas Rein, kan? Karena adikku itu idiot, aku jauh lebih mengerti apa yang kamu rasakan sekarang," jawab Cassie tanpa basa-basi.
Wajah Maya memerah dan Cassie menepuk-nepuk bahunya dengan gaya menenangkan.
"Kamu tahu, gak? Rasya sampai memundurkan waktu pernikahan kami demi Rein. Dia langsung terbang menemaninya saat Rein terpuruk setelah kematian bayinya."
Maya menggeleng. "I never knew...." gumamnya.
"Oh, aku marah sekali waktu itu. How could he do that to me yang sudah berupaya keras memperjuangkan hubungan kami. Namun, Rasya tak peduli dan dia tetap memilih untuk ada di samping Rein. Dia bilang, seumur hidupnya dia sudah menjaga 'adiknya' dan sampai kapan pun dia akan selalu menjadi penjaganya. Bagaimana bisa aku tidak marah kalau seperti itu keadaannya???" seru Cassie berapi-api.
"Bagaimana kamu bisa bertahan?" tanya Maya penasaran.
Cassie mengangkat bahu. "Egoku tinggi. Aku akan sangat malu sama Papa kalau hubunganku sampai gagal. Aku tak mau mendengar dia berkata, I told you so, Cassie! Jadi aku tetap bertahan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa Maya
RomanceNothing takes the taste out of peanut butter quite like unrequited love. -Chalie Brown-