Angkasa melongok ke ruang kerja dan mendapati Maya di sana. "Di mana Cakra?" tanyanya ke Maya yang baru jam 9 pagi di hari weekend ini masih saja sibuk dengan laptopnya.
"Pergi memancing sama Opa-nya. Cakra bilang, dia mau incar snappers. Tadi mereka berangkat pagi sekali, jadi kamu tidak kubangunkan. Kamu kan semalam baru pulang jam sebelas."
Angkasa menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Dia masih marah ya?"
Maya mengangkat bahu. "Sepertinya... Soalnya dia yang telepon Papa dan minta diajak mancing."
Angkasa menarik napas dalam-dalam, menghembuskannya perlahan. "Kupikir dia akan lari ke rumah Shane seperti biasa kalau dia lagi ngambek."
Maya menggeleng. "Shane dan keluarganya pergi dari Jumat malam. Kalau kata Cakra, ayahnya Shane mengajak camping. Sudah lama Shane minta makan jagung bakar ramai-ramai."
Angkasa terdiam. Pantas saja Ken sudah menghilang dari sore hari dan ponselnya dimatikan padahal masih ada yang harus dia bicarakan dengannya soal acara gala malam nanti. Tapi Angkasa yakin dia tak perlu khawatir, Ken pasti akan hadir.
"Sudah sarapan?" tegur Maya tiba-tiba.
Angkasa menggeleng. "Tidak lapar," jawabnya singkat dan dia memang tidak berbohong akan hal ini. Sudah beberapa hari dia tidak enak makan. Persiapan acara gala, tuntutan papanya, pertengkarannya dengan anak SMP yang keras kepala, sukses menurunkan nafsu makannya.
Cakra tidak mau mengerti saat dia menolak tuntutannya untuk pergi nonton konser di Europe. Tidak ada yang bisa menemani Cakra jika pergi weekend ini karena bertepatan dengan acara besar yang sudah dia susun dari enam bulan lalu. Lagipula minggu depan sudah mulai masuk pekan ujian. Di penilaian harian kemarin, nilai-nilai Cakra turun beberapa poin dan dia sudah diminta untuk belajar lebih serius lagi.
"Mau aku temani sarapan?" tanya Maya lagi.
"Tidak usah, aku makan nanti saja. Tadi sudah minum jus."
Angkasa berjalan mendekati meja kerja Maya, mengintip apa yang sedang dia kerjakan. "Laporan tahunan?"
Maya kembali memusatkan perhatiannya ke laptopnya. "Ya, aku harus selesai membacanya sebelum Senin. I'm so tired! Aku arsitek, tapi sudah berapa tahun aku gak membuat design dan malah terjebak dengan report yang tak ada habisnya," keluh Maya.
"Papa menilai tinggi kemampuan kamu, Maya...." ucap Angkasa yang tidak dia maksudkan sebagai basa-basi. Istrinya memang memiliki kemampuan manajerial yang mumpuni. Dalam beberapa tahun saja perusahaan arsitekturnya bisa berkembang dua kali lipat.
"I know! Tapi tetap saja aku merasa tertinggal jauh. Kamu tahu tidak kalau Rein kembali memenangkan penghargaan? Dan Cassie pun memakai jasanya untuk design perumahan yang terbaru. Belum lagi kamu juga dulu memilih design buatan Rein untuk gedung baru, kan?" seru Maya berapi-api.
Angkasa menarik napas dalam. "Sudah berkali-kali aku jelaskan dalam beberapa tahun ke belakang ini, Maya. Bukan aku yang menentukan pemenang lomba design rumah sakit. Kami menyewa jasa profesional untuk menilai. Aku tidak ada sangkut pautnya dengan kemenangan dia.
Kalau soal kenapa Cassie memakai jasanya ... Kenapa tidak kamu langsung tanyakan saja ke Cassie? Tapi kurasa itu karena design perumahan yang dia buat tahun lalu dengan developer lain laku keras, itu sebabnya Cassie tertarik juga. It's just pure business, Maya," jelas Angkasa agak kesal.
Sebetulnya dia sudah bosan kalau Maya masih saja menghubung-hubungkan dia dengan Rein. Padahal sudah bertahun-tahun mereka tidak pernah berkomunikasi langsung. Selama ini Angkasa hanya berkomunikasi dengan suaminya saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa Maya
RomanceNothing takes the taste out of peanut butter quite like unrequited love. -Chalie Brown-