Hey, Beautiful!

2.8K 553 52
                                    

Setelah mengucapkan banyak-banyak terima kasih ke Ken dan team-nya, Maya bertanya apakah dia boleh menemani Angkasa di ruang observasi?

Pada dasarnya hal itu dilarang, namun, Ken berkata, karena dia adalah pemilik rumah sakit, sepertinya peraturan itu bisa dibelokkan hanya untuk Maya selama dia tidak membawa Cakra dan juga Bintang ke sana.

Ken meminta dokter Ririn untuk mengajak Maya ke ruang observasi walau sebelumnya Maya meminta izin sejenak untuk memberitahu Cakra yang masih ada di kantin bersama Shane.

Maya nyaris seperti terbang saat dia berjalan dengan sangat cepat ke arah kantin. Tak sampai 4 menit, dia sudah kembali di hadapan Ken, meminta diantarkan ke ruang observasi yang langsung diambil alih oleh asisten dua Ken saat operasi tadi, dokter Ririn.

Setelah mereka berdua pergi akhirnya Ken bisa mengalihkan fokusnya ke arah istrinya yang tampaknya dari tadi tidak mau memandang ke arahnya.

"Ms. Rein Aretha Ardhani...." sapa Ken sopan.

Rein menoleh, mengangguk sopan. "dokter Ken Hamizan."

Rasya yang dari tadi duduk diam memerhatikan mereka berdua hanya bisa memutar bola matanya. "Pumpkin... Kamu mau tetap di sini atau pulang?" tanya Rasya mencoba meredakan ketegangan yang mengambang tak kasat mata antara mereka berdua.

"Pulang, Onii... sepertinya Maya tidak butuh aku temani lagi, tapi aku tunggu Shane dulu. Onii bagaimana? Mau pulang juga?"

Rasya mengangguk. "Iya, sebentar lagi. Tapi nanti malam mungkin aku akan datang lagi bersama Cassie."

Tak lama setelah Rasya menjawab, dari kejauhan tampak Shane dan Cakra berjalan ke arah mereka.

"Ayah!! Miss you!!!" pekik Shane saat melihat ayahnya dan dia langsung menghambur ke pelukan Ken. Sudah dua hari ini dia tidak melihat ayahnya karena Ken tidak pulang ke rumah demi mengurus Angkasa.

Ken mengecup puncak kepala Shane. "Miss you too my living doll!"

Shane yang masih dalam posisi memeluk ayahnya, menoleh ke arah ibunya yang sepertinya masih malas memandang ke arah ayahnya lalu menggeleng kesal. Shane melirik ke arah Cakra dengan ekspresi yang mengatakan. 'See I told you they have a fight too!' sementara Cakra hanya bisa mendengkus menyembunyikan tawa.

Sebagai anak yang agak sering merasakan suasana kurang harmonis, Cakra paham sekali bagaimana perasaan Shane saat ini. Namun, dia sepertinya melupakan satu hal. Shane adalah orang yang sangat frontal. Jadi, betapa terkejutnya Cakra saat Shane menghentakkan kaki, melepaskan diri dari pelukan ayahnya lalu dengan berani menunjuk kedua orang tuanya.

"You two better stop!" Lalu Shane menarik tangan ibunya agar mendekat ke arah ayahnya.

Saat mereka berdua sudah berdiri berdekatan, Shane berdecak. "Nah, begini harusnya. Ngapain diri jauh-jauhan kayak ada jurang di sini!"

Rein melotot kesal ke arah Shane, namun Ken malah tertawa lalu merangkul bahu istrinya dan mencium pipinya sekilas.

Shane tak mempedulikan tatapan kematian ibunya, berdiri dengan tenang di hadapan mereka dan berkata ke ayahnya. "Begini ya, Ayah... Tahun depan kan Ayah mau kuliah lagi, kak Grace juga mau masuk fakultas kedokteran dan Juned mau masuk SMP. Aku juga bentar lagi SMA. Itu lho yang bikin ibu pusing dari kemarin dan minta Ayah buat jual apartemen aja.

Kan bisa buat tambahan biaya walau kalian pasti udah nyiapin dana pendidikan juga. Seenggaknya kan bisa ngurangin maintenance cost biar ngatur budget-nya lebih gampang. Iya kan, Bu?

Kalau untuk urusan barang-barang Ayah yang di sana, barang aku sama Kak Grace dari zaman masih bayi... Bisa, lah kita atur bareng-bareng. Disumbang kan bisa, Yah... Lebih bermanfaat juga. Nanti kita pilih-pilih lagi, deh, yang sekiranya masuk sentimental box atau ke donate box. I'll help you, Yah... I promise!

So, what do you think?" tanya Shane menatap lurus ke mata ayahnya.

Ken tersenyum lebar, tangannya terulur mencubit pipi Shane lalu menatap mata Rein. "Ok... Aku setuju."

Mendengar jawaban Ken, mata Rein malah menyipit marah. "Dari kemarin penjelasanku juga sama seperti Shane! Why you didn't listen to me, Ken??" tangan Rein bersidekap kesal. "Why am I with you? I pun tak tahu!" gerutunya.

Shane segera menyela mereka sebelum ada pertengkaran tambahan. "Supaya bisa dapat anak sepintar aku, Bu!!"

"Untung sekali kamu mewarisi kepandaianku, Shane.... So proud of you...." tambah Rein membuat Ken memutar bola matanya.

"Udah marahnya?" ucap Ken ke Rein.

Rein memejamkan mata sesaat, menarik napas dalam. "Sudah...." Jawabnya lalu dia memeluk Ken. "I miss you...." bisiknya.

Ken balas memeluknya, mencium sekilas bibir Rein. "Miss you more... Sayangnya aku belum bisa pulang hari ini. Aku masih harus mengawasi Asa."

"It's okay, tolong pastikan dia baik-baik saja," jawab Rein setelah melepas pelukannya. "Shane, Ibu mau pulang. Kamu mau ikut?"

Shane melirik Cakra sekilas yang terlihat kesepian. Tampaknya melihat interaksi keluarga Shane malah membuat sahabatnya itu semakin sedih.

Shane mendekat ke arah Cakra, menggenggam tangannya. "Aku temani Cakra, boleh?"

"Nanti aku yang antar Shane pulang, Pumpkin," ucap Rasya tiba-tiba.

"Bukannya Onii mau pulang?" tanya Rein tak yakin.

Rasya tersenyum. "I can wait... Lagipula AJ tadi baru menghubungiku, dia mau ke datang ke sini rame-rame. Azha sama Gemma juga sudah di jalan."

"AJ?" sambar Ken tak mengerti. Seingat dia, AJ masih di Massachusetts.

"AJ baru datang tadi pagi. Makanya tadi aku mengantar Grace dan Jun ke rumah Zain sebelum aku ke sini," jawab Rein.

Shane tersenyum senang, masih menggenggam tangan Cakra. "See... They all here. No worries, okay!" ucapnya berbisik di telinga Cakra.

Cakra balas tersenyum. "I can't thank you enough...."

----------------

Maya masih setia berada di sisi Angkasa. Setidaknya dia agak lega karena ada banyak orang yang menemani Cakra sehingga dia tidak perlu mengkhawatirkan keadaannya. Bintang bahkan menyewa kamar VVIP lain agar mereka semua bisa berkumpul nyaman di sana mengingat jumlah pendamping Cakra sangat luar biasa. Ardhani bersaudara, AJ dan Al. Para Hamizan; Grace, Shane, dan Jun, tak lupa anak-anak Bratayuda; Azha dan Gemma.

Kondisi Angkasa saat ini masih sama. Dia belum juga sadar walau Ken yang tadi memeriksanya mengatakan kalau hal ini adalah hal yang biasa. Sejauh ini kondisi Angkasa masih baik-baik saja.

Maya meraih tangan Angkasa yang terkulai, menggenggamnya lembut. "I love you enough to spend the rest of my life with you, Sa.... And to never give up on us," bisiknya pelan.

Tiba-tiba dirasakan Angkasa membalas genggaman tangannya. Mata Angkasa mendadak terbuka, ekspresinya terlihat bingung, namun, saat dia menyadari ada Maya di sisinya, wajah tegangnya mengendur perlahan.

Angkasa mencoba membuka masker oksigennya, bersusah-payah mencoba untuk bicara. "Hey, Beautiful...." ucapnya pelan menatap mata istrinya yang sudah kembali berkaca-kaca.

--------------

Part depan last part ya....

Luv,
NengUtie yang bingung abis cerita ini mau nulis apa lagi. 😅😅😅

















Angkasa MayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang