Selamat menunaikan ibadah puasa, bagi yang menunaikan nya.
Tenang aja, cerita aku aman di baca. Nggak bakal mengganggu iman kalian kok, ges. Wkwkwk, stay halal bestie.
Happy reading
•••^-^•••
Segelas kopi hitam menemani pagi sesosok lelaki muda yang kini sedang menatap ponselnya. Segala bentuk kata telah dirangkai agar terlihat lebih natural. Namun, jarinya kini benar-benar tidak bisa mengetik sepatah kata pun. Bahkan sampai-sampai ia lelah sendiri dan meletakkan kembali ponsel itu ke dalam kantong bajunya.
Sekilas, ingatan tentang obrolannya dan Gina kemarin terbayang. Apakah ide itu pantas dilakukan atau lebih baik dibuang saja? Ahh! Sebenarnya ia tidak ingin melangkah sejauh ini. Apalagi sampai membuat hubungan seseorang berada di ujung tanduk. Jahat-jahat begini, Ikrami masih punya hati nurani.
Tapi, mengingat bagaimana ia mencintai Mirna sudah dari SMP dulu, membuatnya uring-uringan sendiri. Apalagi saat tau bahwa gadis itu ternyata sudah punya pacar. Sungguh, mungkin Ikrami ingin menyerah, tapi dilain sisi, ia ingin berjuang lagi. Walau bisa dibilang sudah sangat-sangat terlambat.
"Tidak ada istilah 'mencintai tidak harus memiliki'. Pada dasarnya, ketika kamu jatuh cinta. Kamu ingin memiliki orang yang kamu cintai itu. Kamu ingin menjadi orang yang penting baginya. Kamu ingin membahagiakannya. Jadi, 'mencintai tidak harus memiliki' adalah kata-kata orang yang sudah gagal dalam cintanya. Mereka mengatakan itu hanya untuk menghibur diri."
Kata itu, Ikrami ingat kata itu diucapkan oleh kakaknya. Benar juga sih, pemikiran mereka memang sama. Namun jika Ikrami mengatakan hal itu kepada teman-temannya, tentu saja mereka akan segera membantah dan langsung berdebat.
"Terkadang, ada kalanya dimana kita harus menyerah dan merelakan orang yang kita cintai untuk orang lain. Mungkin kamu emang nggak mau dia jatuh ke tangan lain, tapi bagaimanapun juga, dia sendiri yang mau. Dia sendiri yang ingin. Dan dia sendiri yang memilih orang itu dibandingkan kamu. Jadi, istilah 'mencintai tidak harus memiliki' juga bisa dibilang logis."
Ya, pendapat orang memang beda-beda. Dan sekarang, Ikrami sedang bergelut ria dengan pendapatannya sendiri. Memilah mana yang harus dilakukan dan mana yang harus ditinggalkan. Tidak ada yang salah jika orang-orang memandang sesuatu dari sudut pandang yang berbeda. Hanya saja, orang-orang terlalu terpaku pada satu sudut pandang sampai-sampai yang mereka lihat hanyalah kesengsaraan si tokoh utama. Padahal, tokoh pendamping sepertinya pun juga merasakan hal yang sama.
"Kenapa nggak lo bilang aja ke Mirna kalau lo suka sama dia?"
Pertanyaan Gina kemarin juga begitu mengganggunya. Cewek itu memang benar-benar licik. Ada-ada saja ide gila dari Gina yang membuat Ikrami geleng-geleng kepala. Tapi, kadang-kadang ide cewek itu juga ada benarnya.
"Bobby gampang marah, kalau dia sampai tau lo nembak Mirna. Dia pasti bakal marah banget. Terus, dia orangnya juga curiga-an. Dia pasti bakal curiga sama Mirna nantinya," jelas Gina yang membuat Ikrami menaikkan sebelah alisnya. Ya, jelas-jelas ia tidak begitu paham maksud Gina kali ini. Kenapa juga Bobby harus curiga kepada Mirna?
"Selama beberapa Minggu ini, gue selalu pantau hubungan mereka. Bahkan, mereka bisa bertengkar cuma karena hal kecil. Lo tau? Bobby dan Mirna, nggak ada sedikitpun kepercayaan di dalam hubungan mereka. Dengan begitu kita bakal lebih mudah untuk ngebuat mereka putus." Penjelasan Gina waktu itu menjadi penjelasan terakhir sebelum bel masuk berbunyi. Mereka pun kembali ke kelas masing-masing dengan pemikiran yang sama. Apakah harus sejauh ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Putus Nyambung [END]
Novela Juvenil[Cerita masih lengkap!] Jika hari ini putus, besok mereka akan balikan. Dan setelah itu mereka akan putus lagi. Mirna cukup lelah menghadapi sifat Bobby yang labil. Bobby seenaknya mengatakan putus, dan setelah itu Bobby mengemis-ngemis ingin balika...