Setelah mengantar Rachel sampai depan pintu rumahnya, Jethro segera pamit untuk kembali ke indekos, yang tanpa Rachel tahu, laki-laki itu sebenarnya meneruskan laju motornya hingga ke parkiran kampus. Laki-laki dengan predikat Presiden Mahasiswa itu melangkah dengan tegas dan tetap ramah dalam perjalanan singkatnya menuju gedung kecil di sebelah rektorat. Gedung tiga lantai berisikan ruangan-ruangan berupa sekretariat Badan Eksekutif Mahasiswa tingkat Universitas hingga Fakultas, serta sekretariat Himpunan Mahasiswa Jurusan—Himajur.
Tidak sedikit orang lalu-lalang menyempatkan diri menyapa Jethro di sepanjang langkahnya. Dengan penuh ramah pun, Jethro membalas semua sapaan tersebut. Tak sedikit dari mereka juga yang Jethro ajak bicara sekilas, sebelum langkahnya benar-benar berakhir pada ruangan paling pojok di lantai dasar. Terdapat pelat putih bertuliskan "BEM Universitas" pada pintu kaca, yang membuat Jethro tak perlu berpikir ulang untuk mendorong pintunya dan segera menyapa beberapa orang yang ada di dalam ruangan.
"Je, kepanitiaan udah rampung, nih. Proposal baru aja selesai gue print out, coba deh lo cek dulu buat tanda tangan. Lebih cepat lebih baik, supaya kita bisa segera naikin proposalnya ke WR." Lydia, sang sekretaris, menyodorkan tumpukan kertas yang dijepit jadi satu. Jethro hanya mengangguk-angguk seraya menerima kertas-kertas tersebut. "Omar udah dapet orang buat ngisi dokumentasi. Maba, sih, tapi katanya, oke kok anaknya."
Jethro mengangguk. Ia langsung membuka halaman struktur kepanitiaan. Benar kata Lydia, ada satu nama baru pada divisi HPD—Humas, Publikasi, dan Dokumentasi—yang dikoordinasikan oleh salah satu sahabatnya, Omar. Pada bagian paling bawah, tertulis nama seorang perempuan yang begitu tidak asing.
Rachelia Dyna Ongkowijaya. Benar, ini pacarnya, yang dua jam lalu baru saja bercerita kalau ia bergabung dengan kepanitiaan Dies Natalis.
"Rachel, anak Pendidikan Sejarah 2021," celetuk Omar sambil mendekat bersama satu buah jeruk yang sedari tadi masih dinikmatinya.
"Lo serius, nih, ngajak dia?" Jethro lantas melempar pertanyaan, membuat Omar mengernyit kebingungan. Seharusnya, Jethro tidak mengenal Rachel. Selain karena perempuan itu adalah mahasiswa tingkat pertama, juga karena Rachel belum pernah berpartisipasi dalam kegiatan BEM apapun.
"Lo ... kenal Rachel?"
Jethro meringis. Ia menggerayangi tengkuknya lalu meletakkan print out proposal sembari melangkah menuju meja kerjanya. "Dia junior gue di SMA," balasnya.
Omar mengangguk-angguk, tak menyimpan sedikit pun curiga dengan jawaban itu. Justru, Omar merasa ia sangat membutuhkannya. "Oh, ya? Gimana dia? Kerjaannya bagus, Je?"
Tanpa perlu waktu berpikir, Jethro menggeleng sambil mengedikkan bahu, enggan pula menatap balik Omar yang duduk di atas mejanya. "Nggak. Gue rasa nggak recommended. Kutu buku banget anaknya. Susah bersosialisasi."
Tidak ada respons apapun yang Omar berikan. Laki-laki itu semakin menyibukkan diri mengupas sisa jeruk di tangannya, sambil menyaksikan kepergian Jethro yang katanya masih ada urusan. Kini tersisa Omar dan Lydia di dalam ruangan, saling bersitatap setelah pintu kaca kembali rapat dengan dinding.
KAMU SEDANG MEMBACA
Emergency Hotline
Teen FictionTiga tahun mengenyam hubungan yang tidak sehat dengan pacarnya, Rachel memilih untuk tetap bungkam. Sebab ia tahu, mengutarakan semua keresahannya takkan mengubah apa pun, termasuk perasaannya pada Jethro, yang ia yakini takkan pernah berubah. Akan...