Payphone, This Love, Girls Like You, dan sederet lagu Maroon 5 lainnya bersipongang di tiap penjuru ruang kecil yang Rachel dan Omar tumpangi. Mobil melaju dengan kecepatan rendah yang stabil, membawa keduanya meninggalkan kawasan kampus dengan keheningan mencekam. Sudah setengah jam lamanya Rachel hanya mendengarkan lagu-lagu yang mengalun tanpa mendengar si sopir berkata barang sepatah kata.
Lagi pula, wajah Omar kelihatannya tidak sedang bersahabat. Ia bahkan bersikap dingin sejak berpapasan dengan Rachel setelah kelas terakhir mereka setengah jam lalu. Alih-alih mengajak Rachel mengobrol berbasa-basi menyenangkan, Omar tadi langsung mengajak Rachel untuk segera pulang.
Rachel sejujurnya tidak keberatan dengan hal itu, akan tetapi, rasanya begitu asing melihat Omar yang sedingin suhu mobil sore ini. Gadis itu berdehem pelan, tanpa memalingkan pandangan dari spion kiri yang sedikit dibasahi dengan sisa rintik hujan yang belum diseka. "Kak, di kampus ini, gosip tuh selalu nyebar dengan cepat, ya?"
Laju mobil sedikit melambat, dan Rachel sadari mereka kemudian berhenti sepenuhnya di balik mobil yang mengantre di belakang lampu lalu lintas. "Gosip apa lagi?"
"Kenapa lo berantem sama Jethro?"
Bagai paham tujuan obrolan ini, Omar mengangguk-angguk. Ia menyugar rambutnya, tersenyum tipis. "Udah sampai ke kuping lo, beritanya?" tanyanya, yang jelas tidak perlu Rachel konfirmasi kebenarannya. Omar menunggu jawaban, tapi Rachel tetap diam. Alih-alih menunggu lebih lama, ia memilih untuk memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut, "Gue nggak berantem. Dia nanya, gue dibayar berapa sama lo sampai rela betrayal dan nyebarin hoaks tentang dia."
Rachel tak berkutik. Hitungan mundur pada papan LED di atas lampu lalu lintas yang mendekati angka nol membuat Omar menjeda penjelasannya. Selang tiga detik, klakson saling beradu, deru kendaraan saling tak mau kalah. Omar kembali menancap gas dalam kecepatan serendah dan sestabil sebelumnya. Laki-laki itu berdesah pelan sebelum melanjutkan, "Gue balikin, bilang kalau dia yang nyebarin hoaks demi nama baiknya sendiri. Sebatas itu doang perdebatan gue. Dia yang ngatain gue bangsat, dia yang curi perhatian, dan dia yang akhirnya cabut sendiri. Yes, pasti akar gosipnya dari anak sekelas gue dan Jethro."
Keadaan kembali hening. Hanya ada suara deru mesin dari luar dinding mobil. Sesekali, Rachel menoleh pada laki-laki di sebelahnya. Omar tampak superfokus pada jalan raya, kembali datar tanpa ekspresi berarti. Lagu-lagu Maroon 5 kembali jadi satu-satunya suara yang menggaung. Rachel belum puas bertanya, tapi sepertinya, Omar sedang tidak bisa ia ganggu sering-sering, apalagi perihal masalah pribadinya.
Yang tidak sedikit pun Rachel sadari, diam-diam Omar memperhatikan dari ekor matanya. Omar tahu perempuan itu masih punya gudang pertanyaan yang tertahan di dalam pikirannya sendiri. Dan, dalam lima menit selanjutnya, ketika mobil Omar melewati gerbang utama kompleks rumah Rachel, baru perempuan itu bersuara lagi. "Kak Omar."
"Ya?"
"Maaf karena udah ngerusak persahabatan kalian," tutur Rachel lembut.
Omar mencengkeram setirnya semakin erat. Tubuhnya menegap. Laju mobilnya melambat kala ia membawanya berbelok di tikungan untuk tiba di deretan blok rumah Rachel. "Bukan salah lo, Rachel," sanggah Omar. "Ketika Jethro bilang gue betrayal, gue yang milih buat nggak nyangkal itu. Jadi, ya, ini emang pilihan gue, Rachel."
KAMU SEDANG MEMBACA
Emergency Hotline
Ficção AdolescenteTiga tahun mengenyam hubungan yang tidak sehat dengan pacarnya, Rachel memilih untuk tetap bungkam. Sebab ia tahu, mengutarakan semua keresahannya takkan mengubah apa pun, termasuk perasaannya pada Jethro, yang ia yakini takkan pernah berubah. Akan...