BAB 07 ☎

337 43 14
                                    

Laju mobil Omar sejak tadi tak kunjung turun kecepatannya, tetap berkutat pada kecepatan 90 kmph nyatanya membuat pikirannya ikut tak keruan seperti klakson-klakson di luar yang meneriakinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Laju mobil Omar sejak tadi tak kunjung turun kecepatannya, tetap berkutat pada kecepatan 90 kmph nyatanya membuat pikirannya ikut tak keruan seperti klakson-klakson di luar yang meneriakinya. Aneh. Kenapa juga siang-siang begini ia harus memikirkan kedekatan Jethro dengan staf baru di divisinya?

Ya, meski sejujurnya Omar tidak memiliki masalah dengan kedekatan tersebut—yang bahkan hanya karena Jethro mengantarnya pulang dan sudah mengenalnya jauh sebelum Omar. Akan tetapi, firasatnya benar-benar buruk. Ia sudah kenal dengan Jethro sejak semester pertama perkuliahan. Hampir 24/7 bersama Jethro membuatnya sudah hafal di luar kepala siapa Jethro Daniel Tanoesudibjo. Lagian, laki-laki itu tidak pernah dekat dengan perempuan mana pun selama dua tahun terakhir. Omar bahkan tidak menyangka Jethro bisa ambil langkah cepat dengan cara menawarkan tumpangan pada Rachel. Padahal, beberapa waktu lalu Jethro menjatuhkan Rachel di depannya dengan menyebut kerjaannya tidak beres.

Patutnya Omar bersikap biasa saja. Mungkin Jethro memang jujur mengenai pekerjaan Rachel yang katanya tidak beres itu, tapi entah kenapa, rasa-rasanya ada yang berjalan tidak sesuai dengan jalurnya di sini. Jethro bisa sinis tentang Rachel pada awalnya, tapi kenapa sekarang laki-laki itu justru melindungi Rachel? Bahkan, saat Jethro mengadakan rapat internal dengan stafnya, Jethro protes karena ada Rachel—sang mahasiswa tahun pertama—di dalam divisinya.

Omar menggelengkan kepalanya, berusaha keras mengusir nama Rachel yang berputar di dalam benaknya. Dalam hati pula ia berbisik, jangan, jangan, jangan, dan jangan. Jangan pernah ada apapun di antara keduanya. Ditambah lagi, jika memang Jethro berniat mendekati Rachel, maka Omar tidak mau menggagalkan perjuangan sahabatnya sendiri. Toh, kelihatannya Jethro jauh lebih pantas bersanding dengan Rachel.

Tiiiiin!

Suara klakson dari mobil belakang menyentaknya kembali dari lamunan panjang. Omar segera sadar ia baru saja akan menabrak mobil yang melintas ketika akan mundur untuk meluruskan posisi parkirnya. Laki-laki itu menghela napas, mengembalikan fokusnya seperti sedia kala. Omar tidak boleh terlibat kisah asmara dengan sesama panitia, apalagi dengan mahasiswa seperti Rachel yang kelihatannya memiliki potensi untuk jadi bagian dari lembaga besar kemahasiswaan di kemudian hari.

Begitu mobilnya lurus dan sejajar dengan mobil di sebelah kanannya, Omar lekas melepaskan seat belt yang mengekang tubuhnya. Ia meraih ransel di kursi penumpang, lalu turun dari mobil untuk segera melangkah menuju kantin, sebab tiga temannya sudah berkumpul dan menunggu di sana.

Gelegar tawa di meja yang hanya diisi oleh tiga orang itu seketika terhenti ketika Omar datang bersama ransel yang tersampir di sebelah bahunya. Satu per satu dari mereka sudah siap meninju balik kepalan tangan Omar yang mengudara, melayangkan bro-fist. "Asyik banget, bahas apa?" tanya Omar sambil menaikkan kedua alisnya beberapa kali.

"Hus, hus, nggak ada. Ini nih, si Devan sama Ilyas, ngarang bebas aja kerjaannya, jodoh-jodohin gue sama Rachel gara-gara kemarin nganterin balik," balas Jethro, membuat cengir di wajah Omar seketika luruh. "Jangan ngada-ngada, ya."

Emergency HotlineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang