Tiga tahun mengenyam hubungan yang tidak sehat dengan pacarnya, Rachel memilih untuk tetap bungkam. Sebab ia tahu, mengutarakan semua keresahannya takkan mengubah apa pun, termasuk perasaannya pada Jethro, yang ia yakini takkan pernah berubah.
Akan...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ketika Omar berusaha menjawab menurut sudut pandangnya, Rachel sudah buru-buru mengalihkan pembicaraan, yang jelas membuat Omar jadi tidak enak hati untuk mengutarakan pendapatnya. Laki-laki itu melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana mata Rachel langsung berlinang, yang berusaha keras ia alihkan dengan cara menyaksikan pertandingan futsal dengan saksama.
Mereka tidak bertahan lama-lama di lapangan futsal. Sebelum jam makan siang, keduanya sudah meninggalkan lokasi, segera bertandang ke kantin sebelum tempat itu ramai karena banyak kelas mulai dibubarkan. Ketika datang, kantin sudah cukup ramai. Hanya ada beberapa meja kosong, dan Rachel memutuskan untuk duduk di meja paling pojok, menghindari bagian tengah kantin supaya tidak jadi pusat perhatian. Omar asal setuju tanpa mempertanyakan kenapa Rachel memilih meja tersebut.
Rachel dan Omar sepakat untuk bagi tugas. Rachel menjaga meja supaya tidak ditempati, dan Omar memesan makanan. Tak butuh waktu lama bagi Rachel menanti kembalinya Omar ke mejanya. Sembari menunggu, perempuan itu menyusuri tiap-tiap aplikasi pada ponselnya. Mencoba meyakinkan diri, ia kembali mengaktifkan akun Instagramnya, melihat lagi puluhan pesan masuk yang sudah masuk sejak ia belum menonaktifkan akunnya. Semuanya mempertanyakan keadaan Rachel serta kebenaran kabar yang dianggap simpang siur itu.
"Serius banget, lo. Ini jam istirahat, kali," celetuk Omar yang tiba-tiba datang, membuat Rachel langsung kehilangan keseriusan di wajahnya. Secepat kilat, ia meninggalkan laman Instagram, meletakkan ponsel di pangkuannya, lalu menyungging senyum untuk menyambut kehadiran Omar. "Habis ini ada kelas, nggak?"
Rachel mengangguk.
"Mau masuk?"
Sekali lagi, perempuan dengan rambut ash brown itu mengangguk. "Iya, Kak. Udah lama banget gue bolos. Takut jatah absen limit," balasnya. "Lo ada kelas?"
"Ada. Nanti bareng aja."
Menanggapinya, Rachel hanya tersenyum. Percakapan mereka berhenti di sana. Makanan pesanan mereka sudah dibawakan, dan keduanya memutuskan untuk fokus menyantap hidangan makan siang tanpa bicara.
Omar makan dengan cepat sementara Rachel begitu lamban dan sibuk celingukan ke sekitar. Entah apa yang dicarinya, tapi Rachel terus saja memandangi tiap penjuru kantin secara bergantian. Alhasil, begitu selesai makan, Omar hanya diam, memandangi perempuan di seberangnya yang menyendok soto daging dan nasi sedikit demi sedikit, tanpa minat.
Benar-benar butuh waktu lama bagi Rachel untuk menyelesaikan makan siangnya. Dua kali lipat waktu yang Omar habiskan. Begitu selesai, keduanya gegas meninggalkan kantin. Rachel mengekor Omar yang melangkah dengan cepat dan tegas, meski berdesakan di tengah lautan manusia.
Samar-samar, telinga Rachel menangkap suara yang bersumber dari meja di dekatnya. Segerombol anak perempuan yang tidak sempat ia lihat wajahnya, sedang saling berbisik dengan sesamanya, membicarakan Rachel dan Omar yang siang ini jalan seiringan.
Rachel mau memperlambat langkah untuk mendengarkan, namun Omar tetap mengayunkan kaki dengan cepat. Langkahnya memang besar-besar sekali karena tubuhnya yang tinggi. Mau tidak mau, Rachel urung mencuri dengar lebih jauh. Ia tetap mengikuti Omar sampai keluar dari kawasan kantin yang sumpek bukan main.