[ Ten ]

122 28 3
                                    

Nayeon menghela nafas, ia sudah mengira akan jadi begini. "Kau tidak perlu semarah itu hanya karena aku meminta izin untuk pergi sebentar. Hanya malam ini, Tiffany." Sahutnya. Membuat percikan api yang ia sulut semakin memperlihatkan kobarannya.

Sedang Tiffany, tentu saja ia tak mau kalah. "Nanti kebiasaan. Pokoknya aku tidak akan memberimu izin untuk pergi"

"Berarti aku tetap pergi"

"Yah!" Tiffany bangkit dari duduknya. Kali ini, matanya yang biasa tersenyum indah, kini menusuk penuh amarah. Tidak hanya pada adiknya, ia juga menusuk kedua teman adiknya dengan tatapan nya. Jeongyeon dan Dahyun semakin tak bisa berkutik, mereka tidak tau, di mansion sebesar ini, ada dua jelmaan bidadari yang sama-sama memiliki sisi kelam bernama emosi.

Duh, Dahyun adalah seorang gadis yang dibesarkan penuh cinta oleh kakak perempuan nya. Sedangkan Jeongyeon, meski pernah melalui hari-hari pahit, seseorang yang berada disekitarnya memberinya cukup cinta dan kelemah-lembutan sebagaimana perempuan diciptakan.

Bukan seperti ini.

"Apa karena mereka kau jadi seperti ini?! Masuk ke kamarmu sekarang!" Tiffany mengangkat tangannya tinggi - tinggi. Dan entah karena suasana yang dipenuhi emosi atau memang cuacanya begini, petir tiba-tiba terlihat, membuat ruangan Tiffany yang awalnya remang, menjadi terang sesaat.

Dahyun bergidik ngeri, namun, sebelum ia melakukan sesuatu, pintu ruangan Tiffany terbuka, memperlihatkan  bayangan dua perempuan yang masuk.

"Mereka siapa?" Bisik Jeongyeon pada Dahyun. Namun, Dahyun juga sama-sama terkejut, ia tidak bisa menjawab pertanyaan dari Jeongyeon.

"Kalian pergi saja. Biar unnie yang urus" kata salah satu dari mereka.

Dahyun mengangguk. Ia menggandeng Nayeon untuk keluar dari ruangan Tiffany, mengabaikan teriakan yang sempat menggema sebelum akhirnya hilang dibalik pintu.

"Kau yang panggil Taeyeon unnie?" Tanya Nayeon pada Dahyun.

"Ne. Tidak ada pilihan lain. Padahal aku kira, unnie tidak akan datang". Jawab Dahyun, ia memang sempat mengirim pesan pada Taeyeon untuk membantu nya, seakan punya feeling kuat tentang Tiffany yang tidak akan membiarkan Nayeon pergi di malam hari.

"Yah! Mereka itu siapa? Kalian mengenalnya?" kini giliran Jeongyeon yang bertanya, menatap kedua temannya bergantian.

Dahyun mengibaskan rambutnya sekilas. "Yang rambut hitam panjang itu Taeyeon unnie, kakakku. Sedangkan yang disebelah nya Kwon Yuri, pengacara nya"

"Eh? Itu unniemu? Kalau begitu aku mau kenalan dulu" Jeongyeon bersiap untuk kembali keruangan Tiffany, namun Dahyun menahan nya.

"Lain kali saja, kita harus cepat-cepat pergi. Siapa yang menjamin kalau mereka berdua bisa menenangkan unnie nya Nayeon? Heol, tadi itu terlalu menegangkan, beruntung kita bisa keluar lebih cepat" keluh Dahyun.

Nayeon terkekeh. Ia sebenarnya merasa bersalah dan malu karena harus memperlihatkan bagaimana sebenarnya hubungan nya dengan Tiffany, padahal, tentu saja ia tahu, kedua temannya itu mungkin tidak pernah diperlakukan sekasar itu oleh orang-orang terdekat mereka.

"Naik mobilmu saja ya Rapunzel." Ujar Jeongyeon.

Dahyun berdecih. "Dari kampus memang kita sudah pakai mobilnya Nayeon"

"Iya juga." Jeongyeon tersenyum lebar, memperlihatkan gigi-gigi nya yang seputih nasi. Cantik. Gumam Nayeon sebelum akhirnya ia masuk kedalam mobil mewahnya. "Ayo guys! Sepertinya mau hujan lebat" seru Nayeon membuat Dahyun dan Jeongyeon bergegas mengikuti nya.

Sementara itu, diruangan Tiffany, suasana tegang masih mendominasi. "Kau lagi?!" Pekik Tiffany menunjuk sinis kearah Taeyeon.

"Yea, nice to meet you again" ujar Taeyeon.

MEMORIES BRING BACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang