Memilih mencari jalan hidupnya sendiri, Naura terpaksa harus hidup dengan bekal seadanya. Kerasnya ibukota, tak membuat dia menyerah untuk mengejar mimpinya.
Dan menjadi seorang petugas kebersihan, bahkan menjadi barista, adalah pekerjaan yang tak...
"Gendut, gw mau tanya dong. Kate si Rosi, wajah Pak Akmal bengep kek abis ditonjok. Sape yang nonjok tuh?"
Erna, teman satu profesiku menjadi penguasa dapur dan perlantaian itu bertanya penasaran sepagi ini. Dari awal dia selalu memanggilku dengan bobot tubuhku yang gendut seperti ini. Heran, kenapa semua pada doyan manggil fisik ya?
Erna mengecimus mendengar jawabanku. Bibirnya mencebik ke arahku.
"Heh denger lu, itu kan bos kesayangan gw. Paling ganteng, tajir, top, dan bakalan jadi calon gw tahu. Lu tuh ya, gw kan kudu perhatian ma doi. Tau sakit gw bawain nasi uduk jengkol kesukaan dia. Ish, ngepens dia.."
"Awas ye lu Jawa, jangan berani-berani naksir yayang gw satu entu. Gw gibegg klo berani.."
Duh, ketawa dosa gak sih?
"Ya opo tho Er, mosok aku naksir bos satu itu.. ndak beranilah saingan sama mpo Erna yang cakepnya lewat.."
Ingin rasanya aku terbahak dengan guyonanku itu. Tapi ya sudahlah, menghibur orang dapet pahala kan?
"Nah gitu dong, dukung gw ye Dut. Selama janur kuning belum melengkung, mas Akmal seorang pilihanku.. ihiiiyyyy"
Haish, koq bisa ngayal tinggi seperti itu tho Er? Hahahaha, hampir aku tertawa keras tapi takut kualat. Secara ya, si Erna ini pegawai lama alias seniorku. Bisa digeprek nanti kalau macem-macem. Tunggu sampe aku bisa bernafas dengan ekonomiku sekarang, aku bakalan pergi dari sini. Minimal ijazahku keluar dulu, baru aku cari pekerjaan baru.
"Dah sono lu ke lantai 3, gw mau beresin kantor yayang gw dulu biar kinclong. Sekalian gw mau pake ini parpum dikasih temen gw yang abis pulang dari India. Biar dia kagak nehi nehi lagi gitu ma gw. Yayang Akmal.. uhuyy.."
Bola mataku berputar jengah mendengarnya. Sekarepmu yo lah Er.
Dengan langkah gontai, aku menarik trolley kebersihan ke arah pojokan. Wis lah itu jadi urusane si Erna. Aku mau turun aja ke lantai bawah menggunakan tangga darurat. Biar sekalian olahraga ini badan, kali turun sepuluh kilo gitu.
Syukurnya, baju-bajuku itu entah kenapa sekarang agak longgar perasaan. Mungkin karena aku jarang nyemil ya. Makan bakso aja entah kapan terakhir kali. Ngirit bo!
Hanya ponselku dengan nomor baru dan laptop kuliah serta beberapa baju yang semuatnya di ransel yang kubawa. Untungnya aku ada sedikit tabungan yang bisa di pakai untuk membayar biaya kosan langsung 6 bulan saat ini.
Aku pasti bisa sukses walau hidupku harus prihatin saat ini. Yakin aku bisa juga melanjutkan kuliah notarisku kelak. Walau tanpa sokongan uang keluargaku.
Ibu, Bapak, apa kabar?
🌷
Flashback
"Ya kenapa tho Ndut? Gak usah aneh-aneh. Ikutin apa kata bapak aja.."
Aku merengut mendengar jawaban ibu. Kenapa ibu gak mau membelaku sih?
"Ibu ndak mau belain aku nih? Aku ndak mau nikah sekarang lho Bu. Mau jadi notaris aku bu.. "
"Yo kan bisa kuliah sambil nikah. Kenapa ndak mau? Enak ada yang nemenin lho.. contoh Masmu itu, istrinya kan masih kuliah waktu mereka nikah.. ojo aneh-aneh.."
"Pokoknya ku ndak mau nikah dulu Bu. Aku kan bisa pilih sendiri. Mau yang kayak gimana gitu.."
Tiba-tiba Bapak masuk dari arah dapur dan menatapku galak. Lho, kata Ibu bapak sudah ke kebun?
"Opo kamu Ndut? Trus mau nikah karo sopo? Badanmu itu loh, lemu wis kayak lembu. Udah biar Bapak yang atur. Anaknya wong sugih, kamu bakalan ikut sugih. Iku loh, punya ojek onlen opo itu bu jenenge?"
Ibu menggeleng kecil.
"Lali Pak, ibu ingetnya Ikatan Cinta Mas Al.."
Hadeuh Ibu, kenapa berkomplot gitu ya?
"Pokoknya aku ndak mau Pak. Gak sesuai hati kalau dipaksa begini. Pengennya pilih sendiri tokh aku yang njalani Pak. Kenapa gak mbak Nery yang dijodohkan tho Pak? Aku kan masih kuliah.."
"Mulutmu itu Ndut, mbakmu udah mau nikah mosok bapak jodohin! Tak kemplang kuwi yoo.."
Duh, Bapak! Gak ngerti banget sih. Aku ndak cinta koq, dijodohin. Nanti mana tahu dapetnya kayak datuk maringgih. Loro atiku Pak..
Dengan mencebik kesal, aku pergi ke atas menuju kamarku. Braakkk! Ish bapak ini, maunya ngajak berantem terus!
Perlahan aku membuka lemari belajarku dan mengubek-ubek kali aja ada dokumen sertifikat apa kek yang ada disini. Lumayan buat ngelamar kerja andai aku mau kabur dari sini. Mosok ndak ada ijazah sama sekali. Melas tenan.
Lelah mencari sana-sini, aku merebahkan tubuhku dan memandang langit kamarku yang penuh hiasan bintang.
"Gimana ini nolak Bapak? Apa aku pura-pura punya calon kayak mbak Nery? Tapi sopo? Isshh.. puyeng dah.."
Teringat beberapa teman priaku yang sering hang out bareng. Rata-rata pada punya gandengan mereka itu. Huh, siapa coba? Masa iya cari pacar sewaan? Sayang duitku lah.
Aku lalu meraih ponselku dan membuka aplikasi hijau disana. Tiba-tiba group SMP ku berdentang notif banyak sekali.
"Keren yo si Piyah, bisa sukses dia kerja nang Jakarta.. aku yo diajak tho Piyah.."
Eh, si Piyah sapa nih?
"Dia cuma lulusan SMP padahal. Tapi bisa jadi kepala cleaning service di Jakarta. Tajir yo bisa punya mobil avonzo.."
Eh, Piyah sapa?
"Ini lho fotone, gaya tho sambil nyetir Avonzo barunya.. keren kamu Supiyah.."
Deg, itu kan Piyah temen mainku dulu. Anaknya pinter sih. Cuma memang dulu gak bisa lanjut sekolah karena Bapaknya meninggal.
Tak berapa lama muncul nama Supiyah di group sekolahku itu.
"Hai semua, ayo yang mau kerja disini, aku bisa bantu yo. Silakan hubungi aku. Tenang saja, ndak ada biaya masuk atau sogok menyogok. Asal mau kerja keras dan ikhlas yo monggo.."
Eh, beneran ini?
Entah kenapa tiba-tiba aku mendapat secercah cahaya yang membuat kepalaku terbuka. Inikah jalannya? Kemunculan Supiyah seperti menjadi inspirasi untuk masalahku. Apakah aku mampu bekerja sepertinya sekedar untuk menyambung hidupku?
Tak menunggu lama, gegas aku mengirim chat pribadi ke Supiyah temanku itu.
"Hai Piyah, ini aku Naura Ndut. Kamu masih inget aku ndak? Piye kabare?"
🌷
Enjoy 🥰😘
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
