Compas || Bab 28

25 5 0
                                    

Bab 28 : Satu pasang

***

Sepatu diciptakan saling berpasangan, tujuannya pun untuk melengkapi kekurangan satu sama lain. Jika yang sebelah kiri tidak ada, maka pada bagian yang sebelah kanan pun tidak dapat dipasang. Mereka saling terkait, mereka saling membutuhkan, dan mereka saling melengkapi. Itulah filosofi sepatu.

Sosok ayah pasti dilengkapi oleh sosok ibu, pensil pasti dilengkapi dengan penghapus, bulan pasti dilengkapi dengan matahari. Begitu pula dengan sosok pemimpin, yang keberadaannya selalu dilengkapi dengan seorang wakil pemimpin.

Why?

Mereka memang diciptakan untuk saling berpasangan. Sebab tugas mereka saling berkaitan dan diharuskan untuk berkerja sama.  Bagaimana jika mereka hanya berkerja disalah satu pihak saja? Apakah tetap dikatakan sebagai dua pasangan yang saling berkaitan? Oh, tentu tidak!

Mereka yang diciptakan untuk saling berpasangan, namun pada kenyataannya mereka tidak saling berkaitan, maka pasangan itu tidak layak diakui keberadaannya. Jika hanya yang berkerja satu orang, maka hal itu dinamakan sebagai tugas individu, bukan pasangan.

Definisi tersebut sangat cocok dikaitkan dengan sepasang pemimpin yang ada di Compass Two. Benar, mereka adalah Arcell dan Naya.

Kemarin, tepat di koridor jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial, Naya menyatakan bahwa dirinya menyerah. Dia benar-benar kalah. Rasa egonya telah memenangkan semua ini. Tak ada lagi kekuatan yang tertanam pada diri Naya, sehingga dia harus mengibarkan bendera putih.

Dengan mata yang berkaca-kaca, Naya mencetuskan dengan lantang bahwa dirinya akan mengundurkan diri dari jabatannya.

Sebenarnya tidak rugi dengan kehilangan jabatan itu, bahkan yang Naya rasakan setelah melakukan hal itu adalah kelegaan. Dia lega dan dapat bernapas dengan lancar.

Namun sayangnya, Naya pun merasakan ada ganjalan yang melekat di dalam tubuhnya. Entah itu karena hatinya yang terlalu lembut, atau karena keputusan yang ia ambil bukan keinginan dari dalam hatinya.

Hal itu terbuktikan ketika Naya duduk di pinggir lapangan. Biasanya di saat jam pelajaran olahraga, Naya-lah yang bertugas memimpin pemanasan karena hilangnya keberadaan Arcell saat jam itu.

Namun berbeda pada kali ini, di mana Naya-lah yang tugasnya menghilang. Dia memilih untuk duduk di pinggir lapangan, tanpa mengikuti jam pelajaran olahraga. Toh, hari ini pak Janeiro berhalangan untuk hadir. Karena hari ini terasa tidak bersemangat, maka Naya memilih untuk melanggar salah satu peraturan.

Dia menompang dagunya, dan terus memandang para teman sekelasnya yang tengah pemanasan.

"Ternyata seru juga jadi anak bandel kayak gini," ujarnya sedikit terkekeh.

Naya meneguk air minumnya hingga tak tersisa. Entah karena rasa haus yang melandanya, atau memang terdapat rasa gelisah yang diam-diam menjalar di tubuhnya.

"Buset ... haus, Bang?" tegur lelaki yang berada di sebelah Naya.

Naya terkejut, dan membuat air yang terdapat di mulutnya menyembur keluar. Hal itu membuat wajahnya yang berwarna kuning langsat, berubah menjadi merah merekah.

"Makanya, kalau minum tuh sambil napas!" sindir Rizha.

"Ye ... bool sapi! Mana bisa minum sambil napas!" ketus Naya.

Rizha tidak menanggapi, dia hanya memandang lapangan yang masih disinggahi oleh murid Compass Two.

"Kenapa gak pemanasan?" tanya Naya.

"Di sini udah panas, jadi gak perlu buat pemanasan." ujar Rizha dengan candaan konyolnya.

"Halah ... bilang aja takut skincare lu luntur, kan?" gurau Naya.

Compass Two [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang