Bab 29 : Lebih Dari Egoku
***
"Sekarang biar gua yang ngomong!" bentak Arcell.
Hal itu membuat air mata Naya mengalir begitu saja hingga membasahi pipi. Ketika melihat kondisi gadis itu saat ini, membuat wajah Arcell berubah drastis. Yang awalnya tampak sangat marah, dan kini berubah menjadi sangat sendu. Sekarang dapat dikatakan bahwa Arcell sudah menyesal karena membentak Naya.
"Maaf, gua melewati batas." tuturnya dengan sangat melemah.
Naya pun berhasil menghapus air matanya, dan berusaha untuk terlihat tegar. Dia baru sadar, bahwa saat ini dirinya tidak boleh terlihat ciut di depan Arcell.
"Ayo lanjutin ngomongnya, kenapa diem?" tanya Naya.
"Gini, Nay. Sekarang itu bukan waktunya untuk membandingkan siapa yang egois atau enggak. Jujur, kita sama-sama egois. Ego kita lebih besar daripada rasa tanggung jawab yang dimiliki. Ingat, bukan cuma lu, ataupun gua. Tapi kita." Arcell menatap bola mata Naya dengan sangat lama.
"Sekarang ego kita menang, Nay. Kalau udah gitu, kita gak akan mungkin bisa menjalani tanggung jawab ini lagi. Kita itu sepasang, dan akan selalu begitu dalam organisasi kelas. Karena apa? Kita ditunjuk secara bersamaan. You and me, kita itu patner!" jelas Arcell lagi.
"Cel ..., seseorang yang dapat disebut patner itu pasti saling berkerja sama. Tapi kita? Dapatkah kita dikatakan saling berkerja sama? Big no!" timpal Naya dengan nada ketusnya.
"Yes, your right. Kita gak berkerja sama, bahkan untuk saling menautkan pekerjaan aja kita itu gak pernah. Tapi apa salahnya kita memperbaiki semua ini sampai semester akhir?" tawar Arcell.
Sungguh, saat ini mungkin Naya benar-benar tidak memiliki sedikit cahaya lagi pada dirinya. Dia benar-benar murka terhadap lelaki di depannya itu.
"Gua cape. Every human being has a sense of tiredness, Cel!" bentak Naya.
"Yes, I know. Kita sama-sama capek. Ingat itu, kita. Bukan lu doang, ataupun gua doang," jelas Arcell.
"Yaudah kalau gitu, keputusannya gua gak bisa diganggu gugat." Naya membelakakkan matanya malas.
Arcell menampilkan senyum smirk-nya.
"Ya udah, keputusan gua juga gak bisa diganggu gugat. Gua akan tetap memberikan dua surat pernyataan pengunduran diri ke wali kelas." Kaki Arcell mulai berbelok menuju ruang guru.
Sepasang mata Naya pun membesar, dan mungkin bola matanya akan segera keluar. Dirinya tidak menyangka karena harus diskakmat oleh Arcell dalam keadaan seperti ini.
"Gila, lu! Gak bisa begini! Arcell!" Kaki Naya membuntuti setiap langkah panjang milik Arcell.
Sedangkan Arcell yang merasa dibuntuti oleh seseorang dari arah belakang, dia pun menghentikan langkahnya karena kasihan jika ada orang yang berusaha menyusulnya.
Bukan tidak boleh menyusulnya, akan tetapi Arcell merasa tidak tega jika terdapat seseorang yang mengejarnya. Terlebih orang itu tidak memiliki langkah kaki yang sama panjangnya dengan Arcell. Seperti Naya.
"Arcell, lu gila, hah?" omel Naya.
"Waras." jawabnya singkat.
"Terus kenapa lu ngelakuin hal ini? Lu gak ada peduli apa sama anak-anak kelas? Kasian mereka kalau gak ada yang menjadi sosok pemimpin," jelas Naya.
"Lu gak ada peduli apa, sama anak kelas ... hm?" Arcell mengulang pertanyaan yang baru saja Naya lontarkan.
Diam. Hanya itu yang dapat Naya lakukan. Dia tidak menginginkan mulutnya memberikan pernyataan yang tidak sesuai dengan hatinya. Maka dari itu, sebuah kata-kata tak dapat dilontarkan lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Compass Two [Selesai]
Humor[Gabungan cerita Fiksi dan Non-Fiksi] Comunity Pelajar Aktif Sosial 2 Itulah nama panggilan pada kelas jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial di salah satu sekolah kawasan Bogor, Jawa Barat. Kelas di mana terdapat berjuta cerita dan kisah yang melekat pada...