Part 12

51.5K 4.2K 378
                                    

Vote sebelum baca 🌟

Air hujan berlomba-lomba turun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Air hujan berlomba-lomba turun. Membasahi apapun yang dapat dijangkaunya. Menciptakan aroma khas hujan nan menenangkan.

Para manusia berlarian, mencari tempat berteduh. Sebagiannya lagi menikmati hujan tanpa perlu repot-repot menghindar. Tertawa riang dan tersenyum gembira di bawah guyuran hujan.

Pemandangan itu cukup lama dilihat oleh Bella. Netra birunya tampak begitu iri melihat pemandangan tersebut. Ingin melakukan hal yang sama, tapi kondisi tubuhnya tidak mengizinkan.

Tubuhnya terlalu lemah. Mudah drop dan sakit. Harus selalu ditempeli alat-alat medis untuk menopang daya hidupnya.

Bella tersenyum miris melihat bayangannya di jendela. Kurus kering, putih pucat, dan botak. Seakan waktunya tersisa sebentar lagi.

"Apa yang kau lihat di luar, El?"

Suara kakak perempuannya menyadarkan Bella dari lamunan panjang.

Bella mengalihkan pandangannya ke sang kakak. Sosok perempuan berambut pirang dan bermata biru cerah, Ruella Russel. Penampilan yang sama persis dengan dirinya di masa lalu. Sebelum penyakit mematikan menyerangnya.

"Aku melihat orang-orang di luar, kak. Mereka terlihat sangat sehat dan bahagia."

Ruella mengusap pipi Bella seraya menahan senyuman pahit. Hatinya sangat teriris setiap melihat adik kesayangannya merasa iri terhadap orang lain. "Suatu saat nanti, kau pasti kembali sehat, El. Kita bisa bersenang-senang lagi," ujarnya menguatkan Bella.

"Selama ini, kau sangat ingin pergi ke Swiss 'kan? Setelah kau sembuh, kakak akan langsung memesan tiket pesawat untuk kita."

Bella tersenyum kecil. "Terima kasih, kak. Tapi, hal itu terlalu mustahil terjadi. Sekarang aku hanya tinggal menunggu kematian menghampiriku."

Ruella menggeleng kuat. "Jangan pesimis, El! Kau pasti sembuh! Kau kan anak yang kuat. Di saat penderita kanker lain tidak bisa bertahan selama setahun, kau bisa bertahan selama tiga tahun. Kau anak yang kuat dan kau pasti sembuh. Pasti!"

"Kak," panggil Bella lirih.

"Jangan membohongi diri sendiri. Kakak pasti tahu bahwa persentase kehidupanku sangat rendah. Cepat atau lambat aku pasti akan meninggal dunia."

Bella mengenggam tangan Ruella erat. "Maafkan aku, kak. Selama ini, aku telah membebani kakak dengan biaya rumah sakit. Bagaimana kalau kita hentikan saja pengobatanku? Aku tidak ingin kakak kesulitan mencari uang lagi. Lebih baik kakak menikmati hidup, bersenang-senang dengan teman, dan mulai berkencan."

Ruella menghela napas panjang. Kemudian, tersenyum tulus. "El, dengarkan kakak. Kau satu-satunya keluarga kakak. Kakak tidak pernah merasa terbebani sedikitpun oleh biaya pengobatanmu. Jadi, jangan pernah berpikir kau membebani kakak."
 
Mata Bella memanas. "Bohong. Kakak pasti merasa terbebani oleh biaya pengobatanku. Aku bukan anak kecil lagi, kak. Aku sudah berusia 20 tahun. Aku tahu betapa susahnya mencari uang meskipun selalu terbaring di rumah sakit sejak tiga tahun lalu."

Ruella ikut menangis melihat betapa rapuhnya sang adik. Hatinya sangat sakit kehilangan sosok adik ceria dan penuh semangat.

"Kenapa tuhan begitu kejam kepadamu, El? Seharusnya kakak saja yang sakit, bukan kau."

"Kakak ini bicara apa?!"

"Kakak sangat sedih melihatmu patah semangat, El. Kakak tahu penyakit ini membuatmu lelah, tapi maafkan keegoisan kakak. Kakak ingin berjuang mempertahankanmu. Kakak takut kehilanganmu."

Kedua kakak beradik itu menangis pilu, menangisi takdir kejam yang menimpa mereka.

Keduanya hanya saling memiliki satu sama lain. Bella hanya memiliki Ruella sebagai keluarga, begitupun sebaliknya.

Orangtua mereka sudah tiada lima tahun silam akibat kecelakaan mobil. Mereka tidak memiliki paman atau bibi karena orangtua mereka anak tunggal. Kakek nenek mereka juga sudah meninggal bertahun-tahun lalu.

"Kakak mohon, El. Bertahanlah. Berjuanglah. Jangan tinggalkan kakak sendirian. Kakak tidak bisa hidup tanpamu."

****

"Kakak!"

Lucy terbangun dengan napas memburu. Pipinya dibasahi oleh air mata. Keringat dingin bercucuran di keningnya.

Lucy menutup wajahnya dengan bantal. Menyembunyikan wajah kacaunya. Baru kali ini dia memimpikan kehidupan masa lalunya.

"Bagaimana kondisi kakak saat ini? Apakah dia menemukan kebahagiaannya?" Lucy bertanya di dalam hati.

Lucy menggigit bibir bawahnya kuat. Menahan sesak di dada. "Aku harap, kakak bisa hidup bahagia."

"Aku mohon tuhan, berikan kehidupan yang lebih baik untuk kakakku." Batinnya lagi.

Tubuh Lucy tersentak kaget ketika seseorang menarik bantal yang dipegangnya.

"Kau kenapa, sayang?"

Melihat sosok Kaisar Leonel menatapnya penasaran, Lucy pun buru-buru menghapus air matanya. Ia tidak ingin terlihat lemah di mata orang lain.

"Apa yang membuatmu menangis? Mungkinkah para pelayan menganggumu? Katakan kepadaku! Siapa orangnya?!"

Kaisar Leonel duduk di samping Lucy sambil menyeka keringat di kening Lucy sedangkan Lucy terdiam membisu. Terkejut oleh tindakan sang kaisar.

"Tidak perlu takut, katakan saja semuanya kepadaku. Aku akan menghukum mereka untukmu." Imbuh Kaisar Leonel serius.

Lucy menggeleng. "Tidak ada yang mengangguku. Aku hanya merasa sangat sedih akibat teringat sesuatu."

Kaisar Leonel mengerjap pelan. "Hal apa yang membuatmu bersedih?"

Lucy menggigit bibir bagian dalamnya. Tidak mungkin 'kan dirinya menjawab jujur. Bisa-bisa Kaisar Leonel menganggap dirinya sudah gila.

 Bisa-bisa Kaisar Leonel menganggap dirinya sudah gila

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

25 Desember 2023

Buat yang suka cerita mengulang waktu/kembali ke masa lalu, bisa mampir ke cerita di bawah:

1. Sweet Husband

2. Krystal's Revenge

3. Reborn: Daisy

firza532

The Emperor's ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang