~Lembaran 9🍁~

16.6K 1.1K 26
                                    

Hai, happy reading readers
... (~ ̄³ ̄)~



19.20 malam.

Gibran yang lagi rebahan sambil memakan buah apel seketika tersedak, bukan karena ucapan bundanya namun, karena seseorang yang ada di belakang Safirah.

"Al ada temennya nih jenguk," ucap Safirah yang melangkah mendekati Gibran.

"Hai, Gibran." sapa Nio kepada Gibran dengan melambaikan tangannya dan tersenyum manis.

Gibran yang kaget pun langsung tersedak melihat kehadiran seorang itu.

"Uuuuhkk...,"

"Ya ampun sayang, nih minum dulu," celetuk Safirah yang langsung mengambil minum dan memberikannya kepada Gibran, sambil tangannya mengusap lembut punggung Gibran untuk menenangkannya.

"Makanya sayang kalau makan hati-hati, jangan cepet-cepet makannya, jadinya tersedak kan." tutur Safirah menasehati.

"Yaudah bunda tinggal dulu ya," pamit Safirah dengan berjalan menjauh, sementara Gibran dan Nio hanya mengangguk.

"Gimana keadaan adek imut gw sekarang? hmm," tanya Nio dengan mengelus surai Gibran dengan lembut.

"Keadaan gw dah membaik, cuman tangan doang yang masih nyut-nyutan sakit." jawab Gibran menjelaskan keadaannya.

"Ohh... coba sini abang lihat tangannya." pinta Nio.

Gibran pun memperlihatkan pergelangan tangannya yang di perban sampai telapak tangan.

"Aduh, kamu sih dek cari resiko, begini kan jadinya," omel Nio.

Sementara Gibran mengerutkan keningnya herman, gimana Nio bisa tau kalau ia ada di rumah sakit, padahal tidak ada yang tau tentangnya kecuali keluarganya.

"Darimana lo tau gw sakit? perasaan gw nggak ada kasitau," tanya Gibran menatap intimidasi.

"Ya masa lo lupa gw kan stalker, hehehe." balas Nio dengan kekehan.

"Oohh gw lupa hehehe." ucap Gibran dengan kekehnya, walaupun stalker adalah orang yang berbahaya namun bagi Gibran, Nio bukanlah orang yang membahayakannya, malahan ia merasa nyaman ketika bersama Nio.

"Hmm... makan yang banyak ya biar Ndut nanti," ucap Nio dengan menyuapi Gibran dengan makanan malam yang sudah di sediakan.

"Hiihhh aku nggak mau Ndut tau," gumam Gibran dengan bibir mengerucut.

"Ututuhh... adek gw gemes banget sih jadi pingin gigit pipinya deh." gemes Nio sambil mengunyel-unyel pipi tembem milik Gibran, sementara sang empu hanya pasrah mendapat perlakuan tersebut.

"Dah abang tinggal dulu ya, abang ada urusan sekarang, kapan-kapan abang kesini lagi." tutur Nio.

"Yaudah sana hus hus." usir Gibran dengan mengusir Nio seperti mengusir ayam.

"Yeuuu... si kampret," ujar Nio dengan kesal di kira ia ayam apa, yang petok-petok itu.

"Ya udah abang pergi dulu, semoga cepet sembuh dedek gemes gw, hehehe." monolognya dengan tertawa kecil.

"Cup..." Nio pun menyempatkan mengecup kening Gibran dengan lembut.

Nio pun berjalan pergi menjauh, sementara Gibran hanya menatap lamat punggung tersebut yang menghilang dari pintu.

Beberapa menit kemudian bundanya pun kembali ke ruang rawat Gibran, ia habis dari kantin rumah sakit untuk membeli makanan.

"Mana temannya nak?" tanya Safirah dengan lembut.

TRANMIGRASI ALGIBRANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang